tirto.id - I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional Indonesia yang lahir tanggal 30 Januari 1917 atau 102 tahun silam. Sejarah mencatat keberanian I Gusti Ngurah Rai memimpin Puputan Margarana atau perang habis-habisan demi menjaga harkat dan martabat rakyat Bali. Ia lebih baik mati daripada tunduk kepada penjajah.
Puputan Margarana terjadi di Desa Marga, Tabanan, pada 20 November 1946. Atas jasa dan pengorbanannya, nama pemerintah RI menganugerahi I Gusti Ngurah Rai dengan gelar pahlawan nasional pada 9 Agustus 1975. Namanya juga diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali. Berikut ini rekam-jejak perjuangan I Gusti Ngurah Rai:
1917
I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, tanggal 30 Januari 1917 dari pasangan I Gusti Ngurah Patjung dan I Gusti Ayu Kompyang. Ngurah Rai adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan berasal dari keluarga terpandang.
________________________________
1936
Menempuh pendidikan calon perwira kemiliteran milik pemerintah kolonial Hindia Belanda di Gianyar, Bali, sejak 1 Desember 1936. I Gusti Ngurah Rai masuk Korps Prajoda yang memang diisi oleh para pemuda dari kalangan bangsawan lokal.
________________________________1940
Lulus sebagai perwira dengan pangkat letnan dua. Selanjutnya, I Gusti Ngurah Rai melanjutkan pendidikan militer di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang, kemudian berlanjut ke Akademi Pendidikan Arteri di Malang.
________________________________
1942
Pada masa pendudukan Jepang, I Gusti Ngurah Rai bekerja sebagai pegawai Mitsui Hussan Kaisya, perusahaan yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat. Ia tidak bergabung dengan laskar kemiliteran bentukan Jepang, namun menghimpun pemuda-pemuda Bali dalam Gerakan Anti Fasis (GAF).
________________________________
1945
Setelah Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai bergabung dengan angkatan perang RI dan ditunjuk sebagai komandan resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (meliputi Bali dan Nusa Tenggara). I Gusti Ngurah Rai memimpin pasukan bernama Ciung Wanara.
________________________________1946
Belanda datang kembali dan mendaratkan pasukannya di Bali pada awal Maret 1946. Saat itu, I Gusti Ngurah Rai sedang pergi ke Yogyakarta untuk berkonsultasi ke markas besar TKR. Ketiadaan I Gusti Ngurah Rai membuat pasukan Ciung Wanara pimpinannya tercerai-berai.
Pulang ke Bali, I Gusti Ngurah Rai mengumpulkan pasukannya dan bersiap mengusir penjajah. Ajakan kerjasama dari Belanda ditolaknya mentah-mentah. Hingga akhirnya, Belanda melancarkan serangan besar pada 20 November 1946.
I Gusti Ngurah Rai yang terdesak menyerukan kepada pasukannya untuk berperang habis-habisan sampai mati. Inilah yang kemudian terkenal dengan Puputan Margarana. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya gugur sebagai kusuma bangsa.
________________________________
1975
Presiden Soeharto atas nama pemerintah RI menganugerahi I Gusti Ngurah Rai dengan gelar pahlawan nasional pada 9 Agustus 1975, juga memberinya kenaikan pangkat sebagai Brigadir Jenderal (Anumerta).
Nama I Gusti Ngurah Rai diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali, sebagai nama kapal perang atau KRI, dibikinkan monumen peringatan di Badung, serta sebagai gambar untuk pecahan mata uang 50 ribu rupiah.
Editor: Iswara N Raditya