Menuju konten utama

Sedot Rp400 M Saat Pandemi, RS Pulau Galang Dianggap Proyek Boros

Hanya menampung tak lebih dari 50 pasien, RS Darurat COVID-19 Pulau Galang dianggap pemborosan.

Sedot Rp400 M Saat Pandemi, RS Pulau Galang Dianggap Proyek Boros
Foto aerial progres pembangunan rumah sakit khusus Corona (COVID-19) di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (25/3/2020). ANTARA FOTO/Bobby/Mnk/aww.

tirto.id - Rumah Sakit Darurat Pulau Galang sepi. Per kemarin (27/5/2020), hanya ada 42 orang yang dirawat, dengan rincian 30 orang positif COVID-19 dan sisanya Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Total, dari 12 April sampai 27 Mei, pasien yang dirawat ada 114.

RS darurat yang terletak di Batam Kepulauan Riau ini awalnya adalah tempat pengungsian rakyat Vietnam dan Kamboja pada masa Orde Baru. Ia mulai dialihfungsikan dan ditambahkan fasilitas-fasilitas penunjang lain pada awal Maret lalu, ketika COVID-19 mulai menghantam Indonesia. Biaya yang dihabiskan untuk membangun RS darurat ini mencapai Rp400 miliar.

Fasilitasnya terbilang lengkap. Mengutip setkab.go.id, selain fasilitas isolasi, observasi, lab, instalasi jenazah, hingga landasan helikopter, di tempat ini juga terdapat penunjang seperti mes petugas medis, gedung farmasi dan gizi, juga air bersih hingga instansi pengolahan limbah. Sementara daya tampungnya 1.000--kontras dengan isinya yang tak sampai 50 pasien.

Sepinya pasien di Pulau Galang bukan karena penderita COVID-19 di Indonesia memang sedikit. Faktanya kurva kasus masih terus menanjak tajam dengan angka positif mencapai 23.851 per 27 Mei kemarin pukul 12 siang. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri Tjetjep Yudiana menjelaskan, pasien sedikit karena fasilitas ini memang menampung para tenaga kerja Indonesia yang mudik lewat jalur Batam.

“Kami khusus menampung pasien PMI/TKI (Pekerja Migran/Tenaga Kerja Indonesia), misalnya dari Malaysia. Setiap PMI yang kedapatan reaktif [lewat] tes langsung kami istirahatkan dan karantina dulu. Yang tak reaktif kami izinkan pulang,” kara Tjetjep kepada reporter Tirto, Rabu (27/5/2020).

Meski hanya merawat 42 orang, hingga saat ini ada 300 tenaga medis yang siap siaga di RS Darurat Pulau Galang. “Dokter umumnya 6 orang, spesialisnya ada dokter paru-paru, ahli gizi, dokter penyakit dalam,” katanya.

Disebut Tidak Matang

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan pembangunan RS Darurat Pulau Galang tidak direncanakan dengan baik. Indikatornya: ia jauh dari episentrum penyebaran wabah--kini ada di DKI Jakarta dan Jawa Timur--dan hanya melayani pasien yang sangat spesifik.

“Jauh dari mana-mana, tidak strategis. Bagaimana orang mau berobat ke sana, aksesnya kan minim,” kata Trubus kepada reporter Tirto, Rabu (27/5/2020). “Ujung ujungnya ini [pasien] ke Wisma Atlet,” tambahnya. Wisma Atlet adalah RS darurat pertama yang dipersiapkan pemerintah sebelum RS Pulau Galang.

Para PMI lebih banyak pulang ke Indonesia lewat jalur udara dan mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Hingga 31 Mei, pengelola memprediksi akan ada 10 ribu PMI kembali ke Indonesia lewat bandara tersebut.

Tjetjep Yudiana mengatakan sejauh ini mereka “belum menerima rujukan dari Soetta.” “Saya pikir kalau melaui Soetta ya pasti ke Wisma Atlet, karena kalau dibawa ke Batam ada risiko penularan di pesawat.”

Mengutip Antara, per 27 Mei lalu ada 885 pasien yang dirawat inap di Wisma Atlet. Pasien dengan kategori positif mencapai 851, sisanya PDP dan Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Karena dasar itu Trubus menegaskan pembangunan RS Darurat Pulau Galang itu cuma buang-buang anggaran.

“Ini memang ada unsur pemborosan. Rp400 miliar itu bisa bangun RS di Banten, di Jawa Tengah. Pokoknya yang enggak jauh dari ibu kota dan Jakarta. Saya kira ini benar-benar keputusan yang terlalu mendadak,” ungkap dia.

Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira pun menyimpulkan serupa, bahwa ada pemborosan anggaran. Namun karena saat ini RS Darurat Pulau Galang kadung berdiri, ia menyarankan sebaiknya melakukan evaluasi. Dari sana mungkin ada anggaran yang dapat direalokasi seperti untuk “stimulus tenaga medis.”

Menurutnya insentif pemerintah ke sektor kesehatan masih terlalu minim, hanya Rp75 triliun dari Rp405 triliun. “Harusnya sudah 50:50,” katanya.

RS Darurat Pulau Galang sebenarnya dibangun bukan hanya untuk penanganan COVID-19. Ini adalah proyek jangka panjang, dan barangkali karena itulah meski jauh dari episentrum dan operasionalnya tidak maksimal saat ini, RS Darurat Pulau Galang tetap dibangun.

“Nanti kalau sudah semuanya selesai baru ini akan kita alihkan pada penggunaan yang lain. Rencananya memang untuk rumah sakit penyakit-penyakit menular dan riset,” kata Presiden Joko Widodo saat meninjau RS pada 1 April lalu. Saat itu ia bahkan berharap RS ini “enggak dipakai.”

Baca juga artikel terkait PULAU GALANG atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino