Menuju konten utama

Sayur Lodeh, Gudeg, Sampai Sedekah KTP

Dukungan dari warga Yogyakarta mengalir ke Joint dalam upaya mencari calon independen wali kota yang bakal diusung dalam Pilkada 2017. Sumbangan bervariasi, mulai dari sayur lodeh, gudeg, uang, hingga kopi KTP. Sayang, pengumpulan KTP masih jauh dari target yang ditetapkan UU Pilkada.

Sayur Lodeh, Gudeg, Sampai Sedekah KTP
Kota Yogyakarta foto/shutterstock

tirto.id - Sejak Jogja Independet atau Joint dideklarasikan, banyak orang yang tertarik dan bergabung sebagai relawan. Sebagian besar adalah warga Yogyakarta yang memiliki gagasan perubahan seperti diusung Joint. Mereka yang bergabung sebagai relawan, tetapi tidak memiliki waktu, menyumbang sedikit uang, barang, hingga makanan.

Suatu hari, seorang ibu rumah tangga mendatangi sekretariat Joint di Kedai Kebun Forum. Warga Yogyakarta yang tidak diketahui namanya itu, ternyata ingin berpartisipasi. Pada keesokan harinya, dia kembali datang dengan membawa satu mangkuk besar sayur lodeh, tempe goreng, plus nasi. Setelah menyerahkan bawaannya, ibu itu pun pergi.

Apa yang dilakukan si Ibu membuat Yustina Wahyu, Koordinator Sekretariat sekaligus pengagas Joint, tersentuh. Dia tidak menyangka ada warga yang mau terlibat dan memberikan sumbangan.

"Sayur lodeh plus lauknya. Itu sumbangan buat makan siang untuk relawan yang jaga, untuk wartawan yang liputan. Ini membuat kami senang. Ternyata ada yang peduli dengan gerakan ini," kata Yustina yang akrab dipanggil Neni kepada tirto.id, pada Kamis (9/6/2016).

Tidak hanya sayur lodeh, salah seorang pengusaha gudeg juga melakukan hal serupa. Dia berjanji akan menutupi semua keperluan konsumsi acara Joint dengan gudegnya. Tak heran jika disetiap acara Joint, makanan khas Yogyakarta itu tidak pernah absen.

Termasuk saat Joint mengumumkan 15 bakal calon dan menggelar diskusi publik yang dihadiri Busyro Muqoddas dan Suparman Marzuki, sekotak nasi gudeg dibagikan gratis pada setiap warga yang datang. Pun juga saat konvensi digelar, nasi gudeg telur dengan suwiran ayam selalu ada. "Gudeg juga sumbangan. Ada pengusaha gudeg yang juga ingin berpartisipasi. Kita tentu menerima dengan senang hati," ungkapnya.

Partisipasi warga untuk Joint terus berdatangan. Joint pun membuat gerakan “Jogja Urunan” untuk mendanai operasional Joint. Mereka membuka rekening bank atas nama Jogja Independent untuk menampung sumbangan dari warga.

Sebagai pertanggungjawaban, Joint pun merilis jumlah sumbangan secara berkala melalui situs resminya jogjaindependent2017.com. Terhitung 27 April 2016, “Jogja Urunan” sudah mengumpulkan Rp 49.250.271, dengan besaran urunan bervariasi mulai Rp 50.000 hingga Rp 25.000.000.

Uang tersebut sebagian besar sudah digunakan untuk kegiatan. Dalam laporan Joint, mereka sudah menghabiskan uang Rp 46.432.950, sehingga saldo Rp 2.817.321.

Sumbangan yang diterima Joint ini relatif kecil jika dibandingkan jumlah yang dikumpulkan Teman Ahok, para relawan calon independen Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Dalam situs resminya, total sumbangan yang diterima Teman Ahok mencapai Rp 797.376.000. Sedangkan pengeluarannya mencapai Rp 762.978.864, sehingga ada saldo Rp 34.397.136.

Sedekah KTP

Selain sumbangan berbentuk barang, uang dan makanan, Joint juga membuat program "Sedekah KTP". Tujuan "Sedekah KTP" untuk mengumpulkan dukungan dari warga sebagai persyaratan calon independen.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, syarat calon independen harus mengumpulkan dukungan berupa KTP sebanyak 6,5 - 10 persen. Dengan aturan itu, maka Joint harus mengumpulkan KTP sebanyak 27.000.

Pada awalnya, Joint optimistis bisa mendapatkan lebih dari itu. Mereka menargetkan mendapatkan dukungan KTP sebanyak 45.000 sebelum Agustus 2016.

Sayang, sampai pertengahan Juni, jumlah KTP yang dikumpulkan masih jauh dari target. Neni menerangkan, sampai Juni, baru terkumpul 3000-an KTP yang disumbangkan oleh warga untuk mendukung Garin-Rommy maju sebagai calon independen. “Kita tetap kerja semaksimal kita bisa untuk mengumpulkan dukungan sampai batas akhir,” katanya.

Permasalahan yang dihadapi Joint tak hanya soal jumlah dukungan berbentuk KTP yang dikumpulkan. Pascaperubahan Undang-Undang Pilkada, calon independen mendapat tantangan yang lebih berat. Salah satunya, verifikasi faktual. Dalam revisi pasal 48 ayat 2 disebut, verifikasi faktual dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung pendukung calon.

"Undang-undang sebelumnya syaratnya sudah sulit, sekarang makin dipersulit. Sekarang pakai verifikasi. Ya kami tidak mungkin memaksa pendukung untuk tinggal di rumah. Mereka kan punya pekerjaan juga, punya kegiatan yang tidak mungkin mereka tinggalkan," keluh Garin.

Upaya untuk memunculkan calon independen memang tidak mudah. Antusiasme, keikhlasan warga untuk berpartisipasi ternyata tidak cukup kuat untuk memunculkan calon independen. Pemerintah rupanya punya pemikiran sendiri yang membuat langkah calon independen sedemikian berat.

Baca juga artikel terkait JOGJA INDEPENDENT atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Artikel Terkait

Mild report
Jumat, 24 Jun 2016

Sang Sineas Pindah Panggung

Indepth
Jumat, 24 Jun 2016

"Di Yogya, Garin Tidak Seperti Ahok"