tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengatakan bahwa gambaran kondisi kesehatan masyarakat Indonesia saat ini adalah masih menghadapi beban tiga penyakit yang muncul bersamaan (triple disease burden).
Hal ini karena negara ini masih menghadapi penyakit menular atau penyakit infeksi, penyakit tidak menular atau noninfeksi, serta penyakit yang pernah muncul di masa lampau (re-emerging disease).
“Jadi dikatakan gambaran kondisi kesehatan masyarakat kita ini, Indonesia, ya masih triple disease burden. [Penyakit] infeksi kita menghadapi, non-infeksi kita menghadapi, re-emerging disease kita menghadapi, lalu setelah itu ada risiko-risiko kesehatan lain,” ungkap Tim Pemberdayaan Masyarakat Bidang Dukungan Darurat Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19, Retno Asti Werdhani dalam talk show di Media Center Satgas Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Jumat (27/5/2022) yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube BNPB Indonesia.
Dia menuturkan, untuk penyakit tidak menular angkanya masih tinggi, seperti angka kasus hipertensi di Indonesia.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan bahwa estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian, dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia.
Retno pun menyebut angka tuberkulosis (TB) di Indonesia juga masih tinggi. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian di antara orang dengan human immunodeficiency virus (HIV) negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB di antara orang dengan HIV positif.
Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru setara dengan 133 kasus per 100.000 penduduk, dikutip dari laman tbindonesia.or.id.
“Tantangan kita tidak hanya penyakit infeksi, kita juga ada tantangan penyakit non infeksi yang kita tahu seperti angka hipertensi masih tinggi, angka tuberkulosis juga masih tinggi. Ditambah lagi COVID-19 ini, kita masih ada kemungkinan risiko tertular kembali,” ucap Retno.
Dia mengatakan ditambah lagi ada kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya (misterius) di Indonesia. Kemenkes melaporkan bahwa sampai tanggal 23 Mei 2022, pukul 16.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) terdapat 16 kasus suspek (dugaan) hepatitis akut berat misterius terhadap anak Indonesia.
Dari 16 kasus tersebut, terdapat 1 probable dan 15 pending classification. Empat anak di antaranya meninggal dengan 1 probable dan 3 pending classification. Selain itu, pasien yang masih dirawat ada 12.
Retno pun mengatakan bahwa masyarakat perlu mengetahui karakteristik dari penyebab penyakit-penyakit tersebut. Namun diperlukan juga peran pemerintah untuk menyelesaikan hal ini.
“Dengan mengetahui karakteristik mereka, kita bisa mengupayakan bahwa lingkungan hidup kita itu tidak kondusif untuk mereka hidup. Sehingga nanti kita bisa mengeliminasi mereka atau berupaya untuk memutus rantai penularan dengan tidak membiarkan mereka hidup,” kata Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) itu.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri