Menuju konten utama

Kasus HMPV di Indonesia: Jaga Kewaspadaan, Jangan Remehkan

Efek infeksi HMPV dinilai bersifat ringan hingga sedang. Namun, hal ini tidak boleh dianggap sepele.

Kasus HMPV di Indonesia: Jaga Kewaspadaan, Jangan Remehkan
Ilustrasi diserang virus.

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan temuan HMPV (human metapneumovirus) di Indonesia yang kasusnya terjadi pada anak-anak. Virus HMPV tengah disoroti sebab ada peningkatan kasus di Cina bagian Utara. Hal ini menjadi pembicaraan di media sosial sebab mengingatkan kekhawatiran orang-orang terhadap pandemi COVID-19 lalu.

Kendati begitu, Kemenkes menegaskan, HMPV merupakan penyakit lama dan tak perlu ditanggapi dengan kepanikan. Ia menilai virus ini sendiri sudah lama ada di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa virus HMPV sudah dikenali di dunia medis sejak 2001, dan bukan ancaman baru seperti COVID-19.

“Kalau dicek apakah ada, itu ada [di Indonesia]. Saya sendiri kemarin melihat data di beberapa lab, ternyata beberapa anak ada yang terkena HMPV,” kata Budi dalam keterangan pers tertulis, Senin (6/1/2025).

Budi turut menyatakan bahwa informasi adanya lonjakan kasus di Cina tidak benar. Ia mengeklaim informasi tersebut juga sudah dikonfirmasikan kepada pemerintah Tiongkok dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Budi menyampaikan yang terjadi di Cina hanyalah peningkatan kasus flu biasa di negara empat musim, yang sering terjadi saat musim dingin.

Budi menegaskan bahwa HMPV bukan virus yang mematikan. Virus ini memiliki karakteristik mirip influenza biasa seperti gejala batuk, demam, pilek, dan sesak napas. Sebagian besar orang yang terinfeksi dinyatakan akan kembali pulih tanpa memerlukan perawatan khusus.

“Saya sudah lihat datanya, yang naik di Cina itu virusnya bukan HMPV tapi melainkan tipe H1N1 atau virus flu biasa. HMPV itu ranking nomor tiga di China dari sisi prevalensi, jadi itu tidak benar,” ucap Menkes.

CGTN – media di bawah pemerintahan Cina – melaporkan bahwa virus HMPV tidak menjadi ancaman baru. Namun, CGTN menyatakan memang terjadi peningkatan kasus HMPV sejak Desember 2024. Ruan Zhengshang, wakil kepala departemen penyakit menular di Rumah Sakit Xinhua di Shanghai memperingatkan agar tak asal mendiagnosis HMPV berdasarkan gejala seperti demam atau pusing. Ia memang mencatat bahwa HMPV memiliki gejala yang mirip dengan penyakit pernapasan lainnya: termasuk batuk, hidung tersumbat, kelelahan, ketidaknyamanan pencernaan, dan bahkan demam tinggi.

HMPV adalah virus dari keluarga Pneumoviridae, yang pertama kali tercatat pada 2001 di Belanda. HMPV menyebabkan infeksi saluran pernapasan dengan gejala yang mirip dengan flu. Virus ini bersifat musiman seperti pada musim dingin dan semi. Meski demikian, HMPV juga dapat tersebar ke negara tropis seperti di Indonesia.

Virus HMPV, dilansir New York Times, “Merupakan salah satu dari beberapa patogen yang beredar di seluruh dunia setiap tahun, yang menyebabkan penyakit pernapasan.” Kasus HMPV sangat umum terjadi. Bahkan, saking umumnya sehingga kebanyakan orang dapat terinfeksi HMPV saat masih anak-anak dan pernah beberapa kali terinfeksi dalam hidupnya.

Anak Batuk

Anak Batuk. foto/istockphoto

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina pada 27 Desember 2024, mengatakan bahwa kasus HMPV meningkat di antara anak-anak berusia 14 tahun ke bawah. Pekan lalu, pejabat di Cina mengatakan bahwa mereka bakal membuat sistem pemantauan pneumonia yang tidak diketahui asalnya. Sistem ini mencakup prosedur bagi laboratorium melaporkan kasus. Sehingga badan pengendalian dan pencegahan penyakit mampu memverifikasi dan menangani kejadian.

Epidemiolog dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Masdalina Pane, menilai HMPV tidak termasuk sebagai mikroorganisme patogen yang menjadi prioritas pengawasan WHO. Gejala yang terinfeksi, mirip-mirip influenza dan RVS (Respiratory Sincitial Virus).

Selain itu, Masdalina menjelaskan angka kematian akibat HMPV tergolong rendah. Namun, tetap ada peluang terjadinya keparahan kasus apabila HMPV menginfeksi kelompok rentan: seperti penderita kanker, HIV, penyakit kronis lainnya, bayi, ibu hamil serta lansia.

“HMPV bukan virus yang dapat menyebabkan wabah, tetapi bisa menyebar luas karena penularan yang mudah melalui droplet. Sampai saat ini belum ada obat dan vaksinnya,” kata Masdalina kepada reporter Tirto, Selasa (7/1/2025).

Agar tidak menularkan dan terinfeksi HMPV, kata Masdalina, sebetulnya masyarakat cukup melakukan pencegahan sederhana. Hal itu meliputi rutin mencuci tangan, memakai masker, hindari kontak dengan orang yang sakit, serta menutup mulut dan hidung saat bersin.

Ia setuju bahwa HMPV sudah ada sejak 2001, sehingga terhadap wabah apapun memang instruksi pemerintah adalah meminta agar masyarakat jangan panik. Namun, komunikasi risiko yang diberikan pemerintah harus bersifat konsisten, efektif dan tidak membingungkan masyarakat. Misalnya, jangan sampai ada pejabat menyatakan belum terjadi kasus HMPV, namun tiba-tiba Menkes menyatakan sudah ada. Ditambah, tidak dijelaskan kapan, di mana, dan berapa banyak kasus yang sudah dicatat.

“Satu lagi, statement Menkes menyebut bahwa virus tipe H1N1 sebagai flu biasa, itu salah besar. Itu virus Influenza A yang menjadi PHEIC [Public Health Emergency for International Concern] WHO, jadi itu bukan virus biasa,” kata Masdalina.

Antisipasi, Tak Perlu Panik

Epidemiolog dan pengamat kesehatan masyarakat, Dicky Budiman, menyatakan bisa saja virus HMPV di Indonesia sendiri sudah ada sejak pertama kali ditemukan pada 2001. Hal ini membuat peredaran HMPV di masyarakat tidak menjadi sebuah ancaman baru sehingga tak menjadi perhatian sebelumnya. Dicky sendiri menilai memang sistem deteksi virus di negeri ini belum merata, sehingga sirkulasi kasus HMPV bisa saja baru tercatat sekarang ini.

Ia meminta masyarakat untuk tidak perlu kaget dan khawatir berlebihan soal temuan HMPV di Indonesia. Temuan ini menunjukkan, kata dia, sifat virus amat mudah menyebar dari satu negara ke negara lainnya di zaman kiwari.

“Bicara juga masalah teknologi laboratorium yang dalam konteks HMPV ini setidaknya harus level provinsi ya. Laboratorium provinsi yang baru bisa atau bahkan mungkin harus dirujuk dulu ke Jakarta, tapi ini bukan virus yang baru,” ucap Dicky kepada reporter Tirto, Selasa (7/1/2025).

Efek infeksi HMPV dinilai bersifat ringan hingga sedang. Umumnya, kata Dicky, tidak perlu ada perawatan di rumah sakit bila tidak terjadi keparahan kasus. Jika terinfeksi, bisa diobati dengan terapi suportif seperti dukungan hidrasi atau pemberian cairan, serta obat-obat yang berkaitan dengan gejala yang timbul. Namun umumnya lewat istirahat saja, dapat membuat kondisi membaik.

Meski ringan, Dicky meminta masyarakat dan pemerintah tidak memandang remeh penyakit ini. Ia menilai tetap ada risiko keparahan bagi kelompok rentan dalam konteks HMPV, sehingga tetap harus waspada dan saling menjaga kesehatan tubuh.

“Kalau bicara potensi dampak epidemiologis terhadap sistem kesehatan Indonesia, ya kalau terjadi lonjakan kasus paling menyebabkan kasus rawat inap terutama di kelompok rentan,” jelas Dicky.

Ilustrasi Sinusitis

Ilustrasi Sinusitis. foto/iastockphoto

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mahesa Paranadipa Maikel, memandang sikap antisipasi Kemenkes yang menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu panik karena virus HMPV sudah ada sejak lama dapat dikatakan tepat. Namun, perlu diingat bahwa upaya pengawasan dan pemantauan terus-menerus masih diperlukan untuk mendeteksi potensi peningkatan kasus.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan koordinasi dengan stakeholder lain seperti pihak imigrasi terkait pengawasan di perbatasan. Juga dengan pemerintah daerah soal temuan kasus dan pencegahan penyebaran. Selain itu, pemerintah bisa menggandeng organisasi profesi untuk memastikan kesiapsiagaan dan penanganan yang efektif.

“Meskipun tidak seperti COVID-19, ada potensi peningkatan kasus HMPV terutama pada kelompok rentan,” ujar Mahesa kepada reporter Tirto, Selasa (7/1/2025).

Peningkatan kesadaran masyarakat soal virus HMPV perlu terus dilakukan agar tidak terjadi misinformasi ataupun hoaks. Masyarakat juga harus diedukasi soal pencegahan yang perlu dilakukan secara terus-menerus. Langkah tersebut dapat dimaksimalkan lewat unggahan media sosial pemerintah untuk melawan hoaks kesehatan.

Di sisi lain, upaya pengembangan sistem pemantauan dan penanganan kasus HMPV terus dilakukan untuk memastikan kesiapsiagaan dan penanganan efektif. Pemantauan temuan kasus baru atau potensi penyebaran perlu dibuat agar semua pihak dapat dilibatkan.

“Kelompok rentan seperti anak-anak, orang tua, dan orang dengan sistem imun lemah perlu lebih waspada dan menjaga diri dengan baik,” ucap Mahesa.

Baca juga artikel terkait VIRUS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang