tirto.id - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mengingatkan untuk memulai kegiatan belajar mengajar secara tatap muka saat pandemi COVID-19 belum berakhir, tidak bisa instan. Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah yang memperbolehkan sekolah menggelar pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.
"Kegiatan belajar mengajar tatap muka yang akan mulai dilakukan tahun depan tidak berarti kegiatan belajar mengajar akan berlangsung seperti sedia kala secara instan," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (24/11/2020).
"Perlu diingat, instansi pendidikan dapat menjadi salah satu klaster penularan COVID-19 apabila aktivitasnya tidak berpedoman pada protokol kesehatan," tambah Wiku.
Wiku meminta agar masyarakat jangan pernah lalai dengan protokol kesehatan, terus disiplin dalam menjaga jarak salah satunya dengan pembuatan "shift" masuk, pembatasan kapasitas kelas, meniadakan kegiatan sekolah yang berpotensi menimbulkan kerumunan, disiplin memakai masker, dan tidak pernah lupa untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah berkegiatan. Hal ini adalah prinsip yang harus diutamakan.
Pada Jumat (20/11) pemerintah mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi COVID-19.
SKB tersebut menjelaskan kewenangan pemerintah daerah, kantor wilayah, kantor Kementerian Agama untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya masing-masing mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2021 pada Januari 2021.
"Perlu diingat bahwa institusi pendidikan yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar harus memenuhi daftar periksa yaitu ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan," ungkap Wiku.
Selain itu, sekolah harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memiliki alat pengukur suhu badan (thermo gun), memiliki pemetaan seluruh elemen sekolah yang mencakup kondisi kesehatan atau riwayat komorbid.
Hal lain yang harus dipenuhi adalah sekolah mengetahui risiko perjalanan pulang pergi termasuk akses transportasi yang aman, riwayat perjalanan dari daerah dan zona risiko tinggi dan kontak erat, serta pemeriksaan rentang isolasi mandiri yang harus diselesaikan pada kasus positif.
"Kemudian juga persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali. Pada intinya, seluruh upaya yang sedang dilakukan saat ini adalah adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif aman COVID-19 yang secara prinsip bertahap dari prakondisi, 'timing', prioritas, koordinasi pusat daerah, dan monitoring evaluasi," jelas Wiku.
Sebelum implementasi kegiatan belajar mengajar tatap muka dilakukan, menurut Wiku, perlu adanya pelaksanaan simulasi terlebih dahulu.
"Kita punya waktu 1,5 bulan lagi dan sisa waktu inilah yang dapat menjadi momentum berlatih," ungkap Wiku.
Semua simulasi serta pembukaan yang bertahap hanya akan berhasil dilaksanakan jika sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lintas kementerian lembaga terjalin dengan baik.
"Mari kita menyongsong matahari yang bersinar di tahun 2021 untuk kehidupan yang produktif dan aman COVID-19," tambah Wiku.
Hingga Selasa (24/11) jumlah terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 506.302 orang dengan penambahan hari ini sebanyak 4.442 kasus. Terdapat 425.313 orang dinyatakan sembuh dan 16.111 orang meninggal dunia. Sedangkan jumlah pasien suspek mencapai 64.414 orang.
Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta pun sudah mencapai 129.188 kasus dengan penambahan per Selasa (24/11) adalah 1.015 kasus. Selanjutnya Jawa Timur dengan 59.398 kasus, Jawa Tengah 49.313 kasus, Jawa Barat dengan 48.965 kasus dan Sulawesi Selatan 20.091 kasus.