tirto.id -
Contoh pemimpin yang dianggap Hasto tersebut adalah cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi saat Sandi melangkahi makam pemimpin Nahdlatul Ulama, Kiai Bisri Syansuri. Baginya, Sandi hanya melakukan pencitraan tanpa memahami kebudayaan Indonesia.
"Ini cermin pemimpin yang tidak memahami kebudayaan kita. Pemimpin yang terlalu lama dibesarkan di barak, sehingga tidak tahu unggah-ungguh [tata krama], tidak tahu bagaimana menjadi pemimpin itu seharusnya bangga dengan martabat dan kebudayaan kita," kata Hasto di kawasan Gajah Mada, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Padahal barak berarti tempat tinggal tentara, polisi, ataupun tempat tinggal pekerja. Sandi bukan dari golongan tentara, tetapi capresnya, Prabowo Subianto merupakan pensiunan TNI. Hasto seakan mengatakan bahwa mereka dari golongan militer tidak tahu cara bersikap.
Tata krama yang dimaksud Hasto dapat diartikan sebagai upaya menghargai atau mendudukkan orang lain sesuai dengan posisinya.
Hasto lantas juga menyinggung ucapan Prabowo yang menyayangkan lulusan SMA dan semacamnya hanya menjadi sopir ojek. Menurutnya, hal itu merendahkan profesi tertentu.
"Menjadi pemimpin itu tidak boleh menghina profesi tukang ojek. Menjadi pemimpin itu harus menggelorakan martabat dan kehormatan rakyat apapun profesinya," ucapnya lagi.
Prabowo sebelumnya berharap generasi muda Indonesia tidak hanya menjadi kuli. Dia juga kecewa terhadap adanya meme yang menyebut lulusan pemuda Indonesia hanya berakhir sebagai sopir ojek.
"Ada meme, katanya lintas karier pemuda Indonesia itu dari lulus SD, masuk SMP, lulus masuk SMA, tapi lulus sekolah jadi tukang ojek," kata Prabowo sambil menunjuk slide presentasi yang disimbolkan helm motor berwarna hijau di Shangri-La Hotel, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
"Saya ingin generasi muda Indonesia itu jadi wirausaha, teknisi, pilot, punya restoran, punya usaha cafe, punya perusahaan sendiri, punya ladang tani, tidak sekedar jadi kuli."
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri