tirto.id - International Union for Conservation of Nature (IUCN) merampungkan hasil studinya tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati. Studi itu menyimpulkan komoditas penghasil minyak nabati membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibanding kelapa sawit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Darmin Nasution mengamini hal itu. Pasalnya, studi itu kata Darmin menunjukkan untuk 1 ton produksi minyak nabati hanya memerlukan 0,26 hektare lahan sawit. Untuk jumlah minyak nabati yang sama, tanaman lain seperti bunga matahari dan kedelai masing-masing memerlukan 1,43 dan 2 hektare lahan.
“[Kalau bukan sawit] diperlukan lahan sampai dengan 8-9 kali lipat luas lahan tanaman jenis lainnya untuk 1 ton minyak nabati,” ucap Darmin dalam konferensi pers usai menerima hasil studi IUCN yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia di Gedung Menko Perekonomian pada Senin (4/2/2019).
Darmin menjelaskan bahwa kebutuhan minyak nabati dunia akan terus meningkat 10-30 tahun ke depan. Pada tahun 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia akan mencapai 310 juta ton.
Menurutnya, hasil studi itu menunjukkan penggunaan tanaman alternatif untuk memproduksi minyak nabati, diyakini malah akan menyebabkan luas lahan yang lebih besar lagi.
“Itu bukan solusi yang bisa dipikul dunia,” tambah Darmin.
Terkait studi ini, Darmin mengatakan pemerintah Indonesia tidak memberikan sumbangan atau bantuan apapun termasuk bentuk finansial. Ia mengklaim bahwa studi ini didasari dari keinginan IUCN yang ingin menunjukkan sisi kelapa sawit secara berimbang dari perspektif yang independen.
Darmin juga mengatakan ke depannya, ia menantikan kelanjutan studi ini. Sebab studi yang baru diserahkan kepada pemerintah itu dianggap baru mengawali pendalaman mengenai sisi kelapa sawit yang disebut-sebut masih sering disalahpahami oleh masyarakat dan organisasi lingkungan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi