tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengklaim sektor kelapa sawit merupakan bisnis yang strategis bagi perekonomian nasional secara umum. Menurut Darmin, sawit memiliki keunikannya tersendiri, selain juga terbukti mampu mengurangi ketimpangan regional.
“Ini satu-satunya komoditas perkebunan, dimana peran swasta, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan masyarakat masing-masingnya besar serta cukup signifikan. Ini tentu beda dengan karet, kelapa, kopi, dan cokelat yang sebagian besar punya rakyat,” kata Darmin di Gedung Parlemen, Jakarta pada Senin (17/7/2017) sore.
Darmin menyatakan kelapa sawit dapat disebut sebagai bahan baku apabila mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pasalnya dalam UU tersebut dituliskan bahan baku memiliki definisi sebagai bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.
“Kelapa sawit itu produktivitasnya bukan main. Oleh karena itu, pemerintah memang bertekad untuk mempromosikan sawit guna mendukung kehidupan rakyat,” ujar Darmin lagi.
Adapun saat disinggung mengenai perkembangan bisnis sawit di Indonesia saat ini, Darmin memberikan pandangannya.
“Setelah el-nino tahun lalu, mungkin ini memang bukan tahun ideal buat kelapa sawit. Tapi secara umum, oke. Ekspor kita mungkin agak sedikit melambat karena kita memang makin banyak mengolahnya menjadi biodiesel, dan itu ikut mendorong harganya menjadi lebih baik,” jelas Darmin.
“Seandainya biodiesel kita yang B20 itu tidak ada, maka harga dunia nggak mungkin seperti sekarang. Itu adalah upaya sangat strategis, yang dilakukan oleh Indonesia. Kita pun minta supaya negara lain, seperti Malaysia, untuk ikut melakukannya,” tambah Darmin.
Terkait sikap parlemen Uni Eropa yang dinilai bertindak diskriminatif terhadap produk sawit Indonesia pun, Darmin sempat mengindikasikan ketidaksetujuannya akan hal itu.
“Jangan lah dianggap, orang-orang Eropa bilang itu yang menyebabkan lingkungan di Indonesia rusak, yang benar saja? Satu komoditi kok dipakai jadi alasan,” ungkap Darmin.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan proyek awalan peremajaan (replanting pilot project) terhadap 30.000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit. Seperti diungkapkan Darmin, proyek dibentuk guna meningkatkan produktivitas tanaman serta menghindari persoalan yang semakin rumit.
“Untuk peremajaan sawit, kita akan lebih mengandalkan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Sehingga ini sudah tuntas, karena ada dananya. Sementara buat karet masih belum (tuntas), karena kita nggak punya dana. BPDP itu dana sawit, kita nggak boleh pakai untuk yang lain,” kata Darmin.
Di tempat terpisah, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil sempat mengatakan bahwa pendanaan dari BPDP-KS jumlahnya diperkirakan mencapai Rp25 juta per hektar. Selain itu, ada pula peran dari dana kredit usaha rakyat (KUR) maupun pengusaha sebagai pembeli (off-taker).
“Kami berikan bantuan replanting dari BPDP, diberikan pinjaman, dan sertifikat. Tahap pertama 30.000 hektar. Kalau berhasil, tahun depan akan ditambah untuk me-replanting kebun rakyat. Yang perlu dijamin adalah bibit dan bantuan teknis,” ucap Sofyan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Senin (17/7) malam.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri