Menuju konten utama

Saham Freeport: "Dikerek" Trump, "Dihempaskan" Indonesia

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat sempat membuat saham Freeport terbang tinggi. Kini, perseteruan antara Freeport dan Pemerintah Indonesia membuat saham perusahaan tambang itu rontok lagi.

Saham Freeport:
Area tambang terbuka PT Freeport di Timika, Papua. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Harga saham naik turun. Ada banyak sentimen dari dalam dan luar perusahaan yang bisa mengerek harga saham atau membuatnya melorot. Ia bisa naik atau turun karena persoalan kinerja perusahaan, sentimen global, aksi korporasi, hingga kondisi politik.

24 Januari 2017, empat hari setelah inaugurasi Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, harga saham Freeport-McMoran Inc menyentuh angka $17,02, tertinggi dalam setahun terakhir. Sejak Trump terpilih sebagai presiden sampai dengan 24 Januari itu, saham Freeport memang terus menanjak naik.

Jika dilihat lagi ke belakang, sepekan sebelum pemilihan presiden, harga saham Freeport-McMoran Inc masih berada di angka $10,62. Namun, pada 8 November, ketika pemilihan presiden digelar dan Donald Trump keluar sebagai pemenang, ia naik dan ditutup di angka $12,09. Saham Freeport tumbuh 13,84 persen selama sepekan itu. Kemenangan Trump, adalah kabar baik bagi Freeport.

Mulai saat itu, saham Freeport terus mendaki. Jika dihitung sejak Trump terpilih hingga 24 Januari, pertumbuhan harga sahamnya mencapai 40,78 persen. Kenaikan saham Freeport pascakemenangan Trump ini bukan dikarenakan Trump memiliki saham di Freeport. Trump memang punya saham di perusahaan yang juga beroperasi di Papua itu. Namun, nilainya sangat kecil, hanya $1.000-$15.000. Melihat nilai saham sekecil itu, Trump tentu bukanlah pengambil keputusan.

Melonjaknya saham Freeport dikarenakan janji-janji Trump di masa kampanye yang memberi sentimen positif bagi perusahaan tambang. Ia pernah berjanji akan membangun tembok di sepanjang perbatasan AS dan Meksiko. Trump juga menyatakan rencana pembangunannya dalam lima tahun setidaknya dua kali lipat dari yang disebutkan Hillary, $275 miliar, untuk membangun jalan, jembatan, dan bandara.

Pembangunan infrastruktur besar-besaran itu tentu akan meningkatkan permintaan untuk tembaga dan komoditas tambang lainnya. Bukan Freeport saja yang mendapat sentimen positif, saham United State Steel Corp juga melonjak pascakemenangan Trump.

Tetapi, volatilitas harga saham tak bisa dihindari. Saham Freeport yang tampak terbang tinggi itu tak berlama-lama berada di atas. Tercatat sejak 1 Februari tahun ini, sahamnya jatuh lagi. Pada perdagangan 21 Februari, saham Freeport ditutup di angka $14,13. Ini berarti turun 16,98 persen sejak 24 Januari.

Infografik Saham Freeport

Rich Smith, analis The Motley Fool—sebuah perusahaan konsultan keuangan—menyebutkan bahwa apa yang terjadi pada Freeport saat ini adalah kabar buruk bagi para investornya. Analis Deutsche Bank bahkan menghapus Freeport dari daftar saham yang direkomendasikan untuk ditahan. Kini Freeport malah masuk dalam daftar saham yang disarankan analis untuk dijual.

Apa sebab? Smith menuliskan bahwa persoalan dengan pemerintah Indonesia menjadi salah satu penyebab anjloknya saham Freeport.

Per 12 Januari 2017, Freeport baru saja kehilangan izin ekspornya. Ini dikarenakan Freeport tak kunjung merealisasikan pembangunan smelter. Akibat terhentinya ekspor, Freeport harus mengurangi produksi dan mengurangi karyawannya.

Pemerintah Indonesia memberikan angin segar untuk memberikan izin ekspor. Namun, Freeport harus menaati sejumlah syarat, salah satunya adalah beralihnya kontrak karya. Pemerintah Indonesia menerbitkan regulasi baru melalui PP No. 1/2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba). Dalam beleid baru itu, perusahaan tambang yang boleh mengekspor hanya mereka yang memenuhi sejumlah persyaratan, salah satunya berkomitmen membangun smelter, serta mengubah status kontak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Freeport tak lantas menuruti aturan Pemerintah Indonesia. Mereka enggan mengubah kontrak karya menjadi IUPK. Presiden Direktur PT Freeport-McMoran Richard C. Adkerson menolak pencabutan kontrak karya yang dipegang sejak tahun 1991, saat Soeharto masih berkuasa. Freeport sudah mengirimkan surat ke Kementerian ESDM untuk menanggapi permintaan pemerintah tentang perubahan izin kontrak karya PT Freeport Indonesia ke IUPK, Jumat (17/2/2017) lalu.

Lewat surat itu, Freeport memaparkan keberatan untuk melepas kontrak karya. Richard mengancam akan melaporkan Indonesia ke Arbitrase Internasional jika tetap memaksakan perubahan status izin Freeport. Pemerintah Indonesia tak gentar dan siap maju ke Arbitrase Internasional.

Mengapa persoalan ini berdampak pada saham Freeport yang melantai di bursa saham Amerika?

Smith menjelaskan, tambang Freeport di Papua adalah tambang tembaga terbesar ke dua di dunia. Ia tak bisa diremehkan. Kontribusi cadangan tembaga Freeport Indonesia dari Grasberg terhadap induknya tercatat 28 persen. Sementara kontribusi cadangan emas dari Papua untuk Freeport McMoran Inc mencapai 99 persen.

Para Analis Deutsche Bank meyakini bahwa kegagalan Freeport mencapai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia akan memaksa Freeport memangkas produksi di Grasberg, Papua.

Hal itu secara otomatis akan menghambat pengembangan tambang perusahaan. Kalaupun persoalan ini sampai ke Arbitrase Internasional, saham Freeport diprediksi akan terkena imbas karena dihantam ketidakpastian.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti