Menuju konten utama

Kemelut Izin Ekspor yang Membelit Freeport

Freeport mengurangi produksi dan karyawan karena tak punya lagi izin ekspor. Pemerintah menuding Freeport tak juga memenuhi kewajibannya. Solusi sementara dengan peralihan KK menjadi IUPK diharapkan mampu menjembatani permasalahan ini.

Kemelut Izin Ekspor yang Membelit Freeport
Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia berdemonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat (17/2). Mereka meminta pemerintah Indonesia segera menerbitkan izin ekspor Freeport. ANTARA FOTO/Vembri Waluyas/pras/aww/17.

tirto.id - PT Freeport Indonesia mengurangi produksinya karena tidak lagi memiliki izin ekspor. Dampaknya, Freeport harus melakukan pengurangan karyawan. Ribuan karyawan pun berdemo meminta agar pemerintah segera mengeluarkan izin ekspor. Sementara pemerintah menilai, masalah izin ekspor ini tidak akan berlarut-larut seandainya Freeport mau menaati kewajibannya sedari dulu

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Freeport memiliki dua kewajiban yakni melakukan divestasi saham sejak 2009 dan pembangunan smelter. Namun, dua kewajiban itu sampai kini ternyata tak juga dilakukan

"Jadi sebenarnya apa yang kita minta sekarang itu adalah apa yang seharusnya terjadi 2009. Tidak ada yang baru. Jadi kalau enggak mau (lakukan) menurut saya aneh," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (18/2/2017).

Karena tidak segera membangun smelter, Freeport hingga kini tak juga mengantongi izin ekspor. Akibatnya, perusahaan harus mengurangi produksi dan karyawannya. Menanggapi hal itu, Luhut menegaskan bahwa seharusnya Freeport menghormati kesepakatan yang ada.

"Masa perusahaan multinasional hentikan pekerja, enggak sesederhana itu. Kita juga harus menghormati apa-apa yang ada. Kalau dilihat lagi mereka 2009 seharusnya sudah divestasi 51 persen, tapi tidak dilakukan. Harusnya bangun smelter juga dia tidak lakukan," ujar Luhut, seperti dilansir dari Antara.

Pada Jumat (17/2), ribuan karyawan PT Freeport Indonesia bersama keluarga mereka melakukan aksi demo di Kantor Bupati Mimika, Jalan Poros Timika-Kuala Kencana, Timika. Informasi yang diperoleh Antara di Timika, aksi demonstrasi damai tersebut diprakarsai oleh Komunitas Peduli PT Freeport Indonesia.

Mereka menuntut pemerintah segera menerbitkan izin ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak ke PT Freeport Indonesia. Sebab sejak tanggal 12 Januari 2017, PT Freeport tidak lagi mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak.

Dampak dari terhentinya ekspor konsentrat Freeport tersebut, operasional pertambangan pada tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah (underground) di kawasan Tembagapura, Mimika untuk sementara waktu berhenti sejak 10 Februari 2017.

Tidak itu saja, perusahaan juga telah memulai program merumahkan sebagian karyawan, terutama karyawan asing (expatriat) dan karyawan senior yang akan memasuki usia pensiun.

Sesuai data dari Polres Mimika, hingga Kamis (16/2) sudah lebih dari 300 karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasinya sudah dirumahkan atau dipulangkan ke daerah asalnya.

Dari jumlah itu, sekitar 20-an orang di antaranya yang merupakan karyawan permanen PT Freeport Indonesia telah diberhentikan tetap (Pemutusan Hubungan Kerja/PHK).

Saat in,i jumlah karyawan PT Freeport dan perusahaan-perusahaan privatisasi serta kontraktornya yang bekerja di area pertambangan di Kabupaten Mimika sekitar lebih dari 32 ribu orang.

Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw melakukan pengamanan ekstra untuk menjaga situasi keamanan di sekitar area pertambangan PT Freeport Indonesia. Paulus mengakui saat ini pengamanan di area pertambangan PT Freeport di Kabupaten Mimika mulai dari Mil 74 Distrik Tembagapura hingga Pelabuhan Portsite Amamapare ditingkatkan. Untuk mengamankan fasilitas-fasilitas penting di PT Freeport, Polri dibantu TNI mengerahkan sekitar 1.000 personel.

Mantan Kapolres Mimika periode 2003-2005 itu menegaskan peningkatan pengamanan di area pertambangan PT Freeport mengacu dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, ketika jika terjadi penghentian produksi maka akan berdampak luas kepada ribuan karyawan dan keluarga mereka, tetapi juga masyarakat di Mimika.

"Dampak yang ditimbulkan akibat penghentian produksi PT Freeport sangat besar tidak saja bagi karyawan, tapi juga mereka-mereka yang selama ini memanfaatkan pembuangan tailing di sepanjang aliran Kali Kabur (Sungai Aijkwa). Belum lagi kelompok-kelompok lain yang selama ini bergantung pada suplai dana PT Freeport," jelas Paulus.

Freeport sendiri sebenarnya berpeluang untuk mendapatkan izin ekspor lagi, setelah status Kontrak Karya berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Infografik Perubahan Status Freeport

Dalam regulasi baru yang diterbitkan pemerintah, perusahaan tambang yang diperbolehkan ekspor hanya mereka yang memenuhi sejumlah persyaratan, salah satunya berkomitmen untuk membangun smelter, divestasi 51 persen saham bagi perusahaan asing, serta mengubah status KK menjadi IUPK. Hal tersebut diatur dalam PP No. 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba).

Selain itu, pemerintah juga menerbitkan dua peraturan menteri ESDM sebagai pelaksanaan dari PP tersebut, yaitu: Permen ESDM No. 5 tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri, dan Permen ESDM No. 6 Tahun 2017 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.

Dalam konteks ini, perusahaan tambang seperti Freeport yang belum memiliki smelter, berpeluang mendapatkan izin relaksasi ekspor apabila bersedia mengubah status KK menjadi IUPK. Untuk transisi proses itu, pemerintah akan menerbitkan IUPK sementara. Izin sementara itu berlaku bagi perusahaan yang telah mengajukan permohanan dan melengkapi persyaratan perubahan status tersebut.

Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan pihaknya masih menanti kesediaan pemerintah untuk mengeluarkan IUPK sementara agar bisa mendapatkan kesempatan ekspor. Yang pasti, Freeport sudah setuju untuk mengubah KK dengan IUPK.

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan memberikan IUPK sementara agar Freeport bisa kembali melakukan ekspor, karena proses perubahan KK menjadi IUPK membutuhkan waktu tiga hingga enam bulan.

Baca juga artikel terkait FREEPORT atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti