Menuju konten utama

Saham Boeing Turun Usai Lion Air Jatuh, Bagaimana Nasib 737 MAX 8?

Tragedi penerbangan yang melibatkan produk pesawat teranyar Boeing 737 MAX 8, memunculkan pertanyaan bagaimana nasib kelanjutan penjualannya?

Saham Boeing Turun Usai Lion Air Jatuh, Bagaimana Nasib 737 MAX 8?
Logo perusahaan manufaktur penerbangan Boeing di New York Stock Exchange (24/10/18). AP Photo/Richard Drew

tirto.id - “Kami menyatakan belasungkawa dan turut berduka atas hilangnya Lion Air JT 610. Kami menyampaikan simpati sepenuh hati kepada keluarga korban dan orang-orang yang dicintai,” tulis manajemen perusahaan Boeing di laman resmi perusahaan.

Manajemen Boeing juga merespons tragedi Lion Air JT 610 dengan berkomitmen memberikan bantuan teknis atas permintaan untuk menyelidiki penyebab kecelakaan yang memakan korban 189 jiwa. Bantuan tersebut akan diberikan di bawah arahan otoritas Indonesia.

“Sesuai dengan protokol internasional, semua pertanyaan tentang investigasi kecelakaan harus diarahkan kepada otoritas investigasi yang bertanggung jawab yaitu Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia,” jelas Boeing.

Peristiwa kecelakaan jatuhnya pesawat terjadi pada Senin (29/10) pagi pukul 06.33 WIB tak hanya mendapat respons Boeing sebagai pembuat Boeing 737 MAX 8, pesawat yang jatuh di Perairan Karawang, Jawa Barat. Pelaku pasar saham juga ikut merespons.

Di pasar saham New York Stock Exchange (NYSE) pada Senin, waktu setempat saham Boeing pun anjlok 6,59 persen. Saham Boeing dengan kode BA yang dicatatkan ditutup pada posisi $335,59. Melemah dibandingkan posisi penutupan akhir pekan sebelumnya, Jumat (26/10) yang sebesar $359,27. Penurunan saham sempat berlanjut pada pembukaan perdagangan sehari setelahnya, tapi setelah itu saham Boeing kembali naik.

Penurunan saham Boeing di NYSE itu dinilai sebagai reaksi tajam investor. Sebabnya, seri 737 MAX 8 yang jatuh termasuk varian baru dan andalan Boeing. Selain itu pula, pesawat ini baru 2,4 bulan dikirim dari pabrikan Boeing di Chicago, AS dan digunakan di Indonesia oleh maskapai Lion Air sejak Agustus 2018. Sentimen negatif terhadap catatan kelam pada Lion Air selaku pengguna Boeing 737 MAX 8 seolah jadi "penyelamat" Boeing.

“Jatuhnya pesawat dan juga beberapa catatan buruk maskapai seperti penggunaan metamfetamin oleh dua orang pilot Lion Air pada 2012 dan tergelincirnya Lion Air di landasan pacu setelah mencoba untuk lepas landas dalam hujan lebat yang menewaskan 31, menciptakan ketidakpercayaan pada konsumen atau publik terhadap Lion Air atau pasar penerbangan Indonesia. Ini masalah serius dan kami perlu mencari tahu penyebabnya. Karena pesawat baru biasanya tidak mengalami kecelakaan sehingga jatuh dari langit,” tutur Henry Harteveldt, salah satu pendiri konsultan penerbangan Atmosphere Research Group melansir Washington Post.

Jatuhnya saham Boeing memang hanya respons sementara dari para investor. Secara fundamental, kinerja Boeing cukup mengkilap. Pada laporan keuangan kuartal III-2018 (PDF). Perseroan mampu membukukan pendapatan sebesar 25,1 miliar dolar AS, naik 3,71 persen dibanding periode yang sama 2017.

Sembilan bulan pertama 2018, perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Dennis A. Muilenburg ini mencatatkan pendapatan 72,8 miliar dolar AS, naik 5,2 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih Boeing bahkan melonjak 37 persen mencapai 7,036 miliar dolar AS periode Januari-September 2018.

Sebanyak 568 unit pesawat komersial telah dikirim Boeing kepada para klien di seluruh dunia pada periode yang sama. Dari jumlah itu, sebanyak 407 unit merupakan jenis Boeing 737. Periode Juli-September 2018, Boeing mengirimkan 190 unit pesawat ke berbagai klien, di antaranya 57 unit pesawat merupakan varian 737 MAX. Bila melihat periode pengiriman Boeing 737 MAX 8 kepada Lion Air pada medio Agustus 2018, maka salah satu pesawat yang dikirim itu Boeing adalah yang jatuh di Karawang.

Varian 737 MAX menjadi produk primadona Boeing sebagai pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah perseroan. Secara akumulasi, produk ini dipesan hampir 4.700 unit oleh lebih dari 100 maskapai di seluruh dunia. Laporan di situs perusahaan menyebutkan, ada 4.654 backlog atau jaminan pemesanan untuk tipe 737.

Catatan Boeing menyebutkan Lion Air memesan 201 unit armada jenis 737 MAX sejak order pertama yang dilakukan pada 22 Februari 2012. Hingga saat ini, yang telah dikirimkan Boeing kepada Lion Air sebanyak 13 unit pesawat yang dikirim sejak 16 Mei 2017. Seri MAX merupakan jenis yang paling banyak dipesan oleh PT Lion Mentari Airlines, pengelola bisnis Lion Air kepada Boeing.

Selain Lion Air, di kawasan Asia ada beberapa lusin perusahaan penerbangan berbiaya murah menjadi pelanggan Boeing untuk seri 737 MAX ini. Sebut saja SpiceJet Ltd asal India dan juga China Southern Airlines Co. Varian Boeing 737 MAX menjadi kompetitor dari jenis Airbus SE A320neo jet.

Infografik Saham Boeing Pasca Tragedi

Bermasalah Saat Uji Coba dan Nasib Boeing MAX

Kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 merupakan insiden pertama yang melibatkan varian MAX. Namun, mesin pesawat varian ini memiliki masalah sejak saat uji coba. Pada 2017 sesaat sebelum dipasarkan, Boeing Company mengumumkan penundaan sementara uji coba penerbangan seri 737 MAX karena masalah pada bagian mesin. Akibatnya, produksi dan distribusi pesawat terlambat.

“Kami sangat berhati-hati. Kami memutuskan untuk menunda sementara penerbangan MAX,” kata Doug Alder, juru bicara Boeing.

Permasalahan 737 MAX adalah adanya anomali dalam proses menempa cakram turbin tekanan rendah (LPT) selama pembuatan. “Itu bisa menyebabkan retak,” kata Jamie Jewell, juru bicara CFM International, perusahaan teknologi mesin LEAP.

Akibatnya, kala itu saham Boeing di NYSE sempat jatuh 1,3 persen menjadi 183,15 dolar AS seperti dilaporkan Reuters. Respons investor bisa sangat dipahami, karena industri pembuat pesawat rentan dengan isu keselamatan. Masalah keamanan, kerusakan pesawat dan kecelakaan mematikan, merupakan hal penting yang harus diperhatikan ekstra industri penerbangan. Seperti yang pernah menimpa maskapai pabrikan Rusia, Sukhoi, yang gagal saat joyflight karena seri Sukhoi Superjet 100 calon menabrak Gunung Salak, Jawa Barat pada Mei 2012. Padahal pesawat ini diklaim canggih.

“Generasi ketiga dan sistem peringatan keempat dipasang di semua pesawat modern, termasuk Superjet,” kata Rafail Aptukov, Presiden Flight Security Partnership melansir Russia Beyond the Headlines (RBTH).

Buntut dari kecelakaan saat joyflight Sukhoidi Indonesiaadalah banyaknya penangguhan pemesanan armada Superjet 100. Russia Beyond menulis Kartika Airlines Indonesia menunda pesanan 30 pesawat Superjet 100 tanpa batas waktu yang ditentukan.

Boris Byckhov, Direktur Umum konsultan penyesuaian kerugian Airclaims CIS, yakin bahwa dalam jangka panjang, kecelakaan tidak akan terlalu berpengaruh pada penjualan. “Kecelakaan tidak akan menjadi faktor penentu bagi pembeli untuk mengakhiri kontrak...Tetapi saya tidak dapat mengesampingkan bahwa pelanggan mungkin menginginkan diskon tambahan,” jelas Boris menanggapi kasus yang pernah menimpa Superjet 100.

Namun, prediksi Boris pada akhirnya meleset. Pada tahun ini, Rusia memangkas target penjualan Superjet 100 dari 38 unit jadi hanya 30 unit saja, itu pun separuhnya dipakai oleh maskapai Rusia. Di luar Rusia, maskapai penerbangan Interjet Meksiko adalah pembeli terbanyak, tapi sial belum lama ini Interjet akan meninggalkan armada Superjet 100 dan menggantinya dengan Airbus A320 Neo.

Apakah Boeing 737 MAX 8 akan memiliki nasib yang sama dengan Sukhoi Superjet 100?

Maskapai Virgin Australia yang juga menjadi salah satu pembeli 30 unit pesawat 737 MAX 8 merespons kejadian yang menimpa Lion Air. Virgin Australia dijadwalkan akan menerima pesanan 737 MAX 8 pada November 2019. Mereka bisa memahami bila saat Boeing 737 MAX 8 tiba nanti, penumpang Australia enggan untuk menginjakkan kaki di pesawat ini sampai penyebab kecelakaan Lion Air JT 610 dapat diketahui dari hasil investigasi.

Virgin Australia mengatakan akan memantau perkembangan menjelang jadwal kedatangan 737 MAX 8 pertama pada November tahun depan. “Kami akan terus memantau hasil insiden Lion Air dan jika ada rekomendasi yang keluar dari penyelidikan itu, Virgin Australia akan sepenuhnya patuh dengan menerapkan rekomendasi ini,” kata manajemen Virgin Australia dalam sebuah pernyataan melansir News.com.au.

Baca juga artikel terkait LION AIR JATUH atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra