tirto.id - Eko Susanto (25) melintasi Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, dari rumahnya menggunakan truk bernopol BE 8457 KT pada 30 November 2020. Belum ada komoditas apa pun yang dimuat truk tersebut. Ketika itu dia diberhentikan oleh sebuah mobil berisikan tiga orang, YA, HND, dan SUM alias GT.
Ketiganya berdalih truk menunggak angsuran tujuh bulan kepada leasing, yang kelak diketahui hanya akal-akalan saja. Truk akhirnya direbut paksa. SUM mengemudikan truk sementara Eko dinaikkan ke mobil lain. Setelah berjalan beberapa lama, Eko diturunkan begitu saja di pinggir jalan.
Para pelaku lantas meluncur ke rumah SUM di Dusun Sidorejo, Desa Karang Anyar, Kecamatan Jati Agung. Truk diparkir di sebelah rumah. Selain YA, HND, dan SUM alias GT, ada pula dua orang lain yaitu HEN dan FA yang telah tiba lebih dulu. Mereka berdiskusi bagaimana menjual truk hasil curian ke Lampung Utara. Karena belum bersepakat, mereka memutuskan pulang dulu ke rumah masing-masing dan bertemu lagi pada 1 Desember.
FA, SUM, dan HEN berkumpul kembali di rumah SUM. Kemudian EWN datang dan menawarkan bantuan penjualan truk rampasan. Empat orang itu menuju Pasar Karang Anyar untuk menemui YA dan HND. Kesepakatan terjadi, truk dibawa ke rumah makan di Kecamatan Tegineneng oleh SUM dan FA. Sementara YA, HND, EWN dan HEN naik mobil masing-masing.
Tiba di rumah makan, para pelaku bertemu dengan SAL dan AR. Lantas mereka melanjutkan perjalanan ke lapak jual-beli singkong dan sawit di Desa Pekurun, Kecamatan Abung Pekurun, Kabupaten Lampung Utara.
Truk itu akhirnya dibeli oleh HTM dengan harga Rp42,5 juta. Pembayaran awal Rp5 juta yang diberikan secara tunai dan sisanya akan ditransfer ke rekening EWN.
Pada 2 Desember 2020 atau dua hari usai perampasan truk dan sehari setelah truk berpindah tangan untuk kali kedua, Eko Susanto akhirnya melapor Polres Lampung Selatan. Setelah penyelidikan, polisi menduga sembilan orang terlibat dan ternyata beberapa di antaranya bukan orang biasa.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Asryad mengatakan HTM, penadah truk, tak lain anggota DPRP Lampung Utara. Lalu YA dan HND yang tidak bukan anggota Polresta Bandar Lampung. Ketiganya plus FA telah ditangkap.
“Terhadap anggota Polri ini, setelah berkekuatan hukum tetap, maka akan dilanjutkan dengan sidang kode etik profesi,” terang Pandra kepada reporter Tirto, Kamis (18/3/2021).
Pada 17 Februari dilakukan pelimpahan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Lampung Selatan. Keempat orang itu kini menjadi tanggung jawab kejaksaan.
Sebulan kemudian, tepatnya 13 Maret, polisi berhasil menangkap SUM. Ketika penyelidikan, polisi menemukan keterlibatan dia dengan empat tersangka sebelumnya. Kelima pelaku dijerat Pasal 365 KUHP dengan ancaman di atas lima tahun penjara.
Sementara empat pelaku lain masih dalam perburuan.
Memalukan
Tindakan dua polisi yang diduga menjadi anggota komplotan begal truk sangat memalukan Polri, kata Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti kepada reporter Tirto. “Oleh karena itu sangat patut jika mereka dijerat pidana. Selain bertindak kriminal, mereka juga telah menyalahgunakan kewenangan untuk melancarkan terjadinya tindak pidana,” ucap Poengky, Kamis.
Poengky juga berharap empat buronan, yang salah satunya adalah eks anggota polisi yang dipecat, segera dibekuk dan diproses hukum.
Kriminolog dari Universitas Indonesia Leopold Sudaryono berpendapat kejadian ini karena pengawasan internal dari Inspektorat Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri sekaligus eksternal masih kurang efektif. “Pengawasan eksternal akan mendorong institusi untuk lebih memastikan kepatuhan personelnya, juga membuat pengawasan internal lebih ketat dalam mendeteksi dan menindak pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan personel. Ini yang belum terbangun,” tutur dia kepada reporter Tirto, Kamis.
Sebagai pengawas, Kompolnas, meskipun secara gagasan sangat maju, namun dalam praktiknya memiliki banyak keterbatasan seperti ketergantungan pada anggaran dan dukungan teknis dari lembaga yang harusnya diawasi.
Lembaga lain yang dapat turut mengawasi ialah Ombudsman. Meski sangat aktif dalam melaporkan pengaduan yang diterima dari masyarakat, tapi karena ranahnya adalah malaadministrasi, tidak semua pelanggaran terpantau.
Sedangkan pengawasan dari masyarakat pun belum tentu ditindaklanjuti.
“Dalam kondisi lemahnya pengawasan eksternal inilah kecenderungan impunitas atau permisif tumbuh dan oknum merasa aman dalam melakukan pelanggaran,” katanya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Chandra Muliawan mendesak Polri memproses hukum secara transparan baik terhadap anggota sendiri, anggota DPRD, atau siapa pun yang terlibat.
“Akan kami ikuti kasusnya apakah nanti ada disparitas perlakuan penegakan hukum,” kata Chandra kepada reporter Tirto, Kamis.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino