Menuju konten utama

RUU Cilaka Buka Ruang Eksploitasi Besar-Besaran di Sektor ESDM

RUU Cipta Lapangan Kerja bakal mengubah PK2B jadi PBPK dan mengesampingkan IUPK. Hal ini dinilai bakal membuka ruang eksploitasi besar-besaran di sektor Minerba.

RUU Cilaka Buka Ruang Eksploitasi Besar-Besaran di Sektor ESDM
Foto udara tempat penumpukan sementara batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari, Muarojambi, Jambi, Rabu (20/11/2019). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/pras.

tirto.id - Pengamat BUMN dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha Junifta menilai RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bakal membuka ruang eksploitasi besar-besaran di sektor mineral dan batubara (Minerba).

Pasalnya, dalam beleid terebut, kepastian perpanjangan operasi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) diberikan melalui penerbitan Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK).

Padahal, harusnya PKP2B diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang mengubah rezim kontrak menjadi perizinan.

PBPK, menurut Dhenny, bakal bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 di mana kekayaan alam dikuasai sebesar-besaranya oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Sebab, dalam PBPK, insentif wilayah yang tidak lagi dibatasi. Luas pertambangan akan disesuaikan dengan rencana kerja yang disetujui oleh Pemerintah.

Berbeda dengan Peraturan Pemerintah 77 tahun 2014 di mana luas wilayah IUPK Operasi Produksi Perpanjangan yaitu 25 ribu hektare untuk mineral, dan 15 ribu hektare untuk batu bara.

Di samping itu, dalam PBKP, perpanjangan tak perlu melalui lelang atau ditawarkan kepada BUMN.

Padahal, lahan IUPK hasil perpanjangan wajib menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan izinnya harus dilelang terlebih dahulu kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelum diperebutkan swasta.

Bahkan tak hanya itu, ada pula isu tentang penghapusan pungutan royalti pada eksplorasi batubara.

"Indonesia memang menjadi salah satu eksportir terbesar untuk batu bara dunia, namun ingat cadangan batubara indonesia hanya sekitar 2 persen cadangan batu bara dunia. Eksploitas besar-besaran melalui insentif regulasi tidaklah elok. Selain isu lingkungan, batu bara bukanlah energi yang terbarukan," ujar Yuartha dalam diskusi online yang digelar Indef, Jumat (31/1/2020).

Di luar sektor minerba, Peneliti Indef Abra Talattov menyampaikan bahwa pemerintah harus bisa mengantisipasi potensi terjadinya benturan BUMN Khusus dengan tugas Pertamina sebagai Induk Holding Migas.

Sebab, pada Klaster ke-5 RUU Cilaka mengenai Kemudahan Berusaha, terdapat klausul yang menyebut kegiatan usaha hulu Migas akan disentralisasi oleh BUMN khusus.

"Bisa Pertamina dan bisa juga BUMN Khusus baru diluar Pertamina. Meskipun BUMN Khusus tersebut dapat melakukan Kerja Sama dengan Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap lainnya, termasuk Pertamina," tandasnya.

Baca juga artikel terkait BATU BARA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana