tirto.id - Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab tak berhenti membuat kericuhan. Setelah serangkaian kerumunan yang melanggar protokol kesehatan, kali ini muncul masalah lain yang melibatkan pemerintah kota dan sebuah rumah sakit.
Awalnya Rizieq dilarikan ke RS UMMI Bogor pada 26 November 2020. Slamet Maarif, Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, kelompok yang beririsan dengan FPI, mengatakan Rizieq bukan terjangkit COVID-19 tapi hanya kelelahan. Hal serupa dikatakan oleh Direktur Utama RS UMMI Bogor Andi Tatat. Andi lalu meminta Rizieq beristirahat di rumah sakit untuk memulihkan tubuh.
Sehari kemudian, Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Satgas COVID-19 Bogor Bima Arya menegur RS UMMI karena tes swab Rizieq tidak melibatkan Satgas, pemerintah kota, bahkan tim rumah sakit sendiri. Tes swab dilakukan oleh pihak luar yakni, tim dokter MER-C, pada 27 November. Bima juga merasa RS UMMI menghalangi kerja Satgas untuk melakukan tes swab terhadap Rizieq.
Buntutnya, Andi Tatat dilaporkan ke polisi oleh Bima dengan LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA BOGOR KOTA.
Dua hari kemudian Rizieq pulang dari rumah sakit. Beredar kabar ia kabur, tapi asumsi itu dibantah langsung oleh Rizieq. “Pulangnya atas permintaan saya karena memang sudah merasa segar sekali, alhamdulillah,” kata Rizieq dalam video yang diunggah akun Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (@Kabar_FPI), Minggu (29/11/2020). Ia juga berterima kasih atas pelayanan RS UMMI dan MER-C.
Pada hari yang sama, Bima Arya dan Andi Tatat mengadakan konferensi pers di RS UMMI.
Bima mengatakan menghormati kerahasiaan identitas pasien dan memang sesuai dengan kode etik kedokteran. Hal yang tidak ia terima ialah buruknya koordinasi dan komunikasi pihak rumah sakit. “Atensi kami koordinasi dan pelaporan. Bagaimana kami bisa ukur tren dan membentuk strategi penanggulangan COVID-19,” ujarnya.
Ia pun memutuskan untuk tidak mencabut laporan RS UMMI di kepolisian.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyayangkan insiden pelit informasi RS UMMI. Menurutnya tidak ada salahnya membuka data pasien dalam kondisi yang dapat dikategorikan sebagai darurat bencana non-alam seperti sekarang. Tujuannya untuk mempermudah penerapan 3T dan memutus mata rantai virus.
Permenkes 36/2012 tentang Kerahasiaan Kedokteran Pasal 9 ayat 4 menyatakan kerahasiaan kedokteran dapat dibuka untuk kepentingan umum seperti: audit medis, ancaman kejadian luar biasa/wabah penyakit menular, penelitian kesehatan untuk kepentingan negara, dan pendidikan yang berguna untuk masa depan.
“Dalam hal ini sah saja karena konteksnya penanganan Covid. Dikembalikan ke payung hukum saja,” ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa (1/12/2020).
Andi Tatat, dalam kesempatan yang sama, menjelaskan pihaknya tidak berniat untuk menghalangi Pemkot Bogor atau menutupi kondisi Rizieq. Insiden kemarin murni kesalahan internal mereka. “Kami akui ada kelemahan internal dalam berkoordinasi sehinga terkesan menghalangi,” ujar Andi.
Semestinya tes swab terhadap Rizieq dilakukan dengan pendampingan dari Satgas COVID-19 Bogor. Soal hasil tes swab yang dilakukan MER-C, Andi mendaku tidak tahu menahu. “Sebenarnya kami belum mendapat info soal itu. Kami masih usahakan kepada MER-C. Kami belum dapat hasilnya,” ujar Andi.
Meskipun kedua pihak sudah mengklarifikasi dan Bima secara lisan menarik laporannya, namun pihak kepolisian tetap melanjutkan pengusutan perkara. Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Ahmad Dofiri mengatakan jenis laporan Bima bukan delik aduan melainkan pidana murni. Sudah ada beberapa pihak yang diagendakan menjalani pemeriksaan di Polresta Bogor.
“Kalau pidana murni, kewajiban negara melalui aparatnya yakni kepolisian untuk meng-handle langsung dan mengurus perkara ini,” ujar Dofiri.
Faktor Politik?
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, upaya hukum Pemkot Bogor berlebihan. Semestinya semua bisa dilakukan dengan pendekatan kepala dingin. “Bukan pendekatan hukum atau pendekatan kekuasaan. Pendekatannya harus dari hati ke hati,” ujar Ujang kepada reporter Tirto, Selasa.
Pendekatan hukum yang dilakukan pemerintah, meski pada akhirnya dicabut, jadi seperti cara memutar untuk memberikan hukuman kepada Rizieq, mengingat ia dan organisasinya beroposisi terhadap pemerintah. “Mungkin pemerintah sedang cari celah besar HRS, cari kesalahan akumulatif, sehingga menindaknya mudah,” ujarnya.
Bima sendiri mewanti-wanti dia tidak bermaksud demikian. Ia mengatakan ketegangan antara Satgas COVID-19 Bogor dengan RS UMMI Bogor kemarin bukan bentuk intimidasi, apalagi upaya yang erat hubungannya dengan politik. Semua itu hanya upaya Pemkot Bogor untuk melaksanakan kewenangannya untuk melindungi masyarakat. “Saya sebagai Ketua Satgas berpedoman UU 4/1984, UU 6/2018, Permenkes 36/2012. Juga surat keputusan Pemkot Bogor,” ujar Bima.
Ia mengatakan berdasarkan regulasi itu, rumah sakit memang harus melaporkan secara berkala ke dinas kesehatan setempat untuk setiap kasus suspek. Bima menilai “ada yang tidak jelas dengan proses dan prosedur di RS UMMI Bogor.”
Hingga kemarin, Bima Arya mengatakan ia belum mencabut laporan. Dia bilang itu karena belum menerima apa saja yang mereka butuhkan dari rumah sakit terkait perbaikan penanganan COVID-19 di Kota Bogor.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino