Menuju konten utama

Riuh-Rendah Debat Cagub Jakarta di Twitter

Di malam debat 10 Februari, selain ada debat kandidat di televisi, terjadi juga komentar, percakapan, dan debat antarpendukung calon gubernur Jakarta di Twitter. Banyak robot terlibat di dalamnya!

Riuh-Rendah Debat Cagub Jakarta di Twitter
Hastag debat final pilgub DKI

tirto.id - Panasnya pemilihan kepala daerah tak hanya dialami oleh para kandidat semata. Di dunia yang telah berubah, terutama oleh internet dan media sosial, panasnya pemilihan umum juga dialami masyarakat, terutama mereka yang disebut sebagai “netizen.”

Secara spesifik, Twitter adalah tempat panasnya suasana pemilihan umum terjadi. Twitter, media sosial yang memiliki ciri khas batasan “140 karakter” tersebut pada 2006. Menurut berita Bloomberg, Twitter memiliki kurang dari 140 juta pengguna yang berinteraksi melalui layanan tersebut setiap harinya. Selain itu, Twitter memiliki 310 juta pengguna aktif bulanan.

Secara teknis, Twitter populer digunakan sebagai medium analisis adalah karena media sosial ini memberikan akses Aplication Programming Interface (API) yang sangat dalam. Jika kita mengibaratkan database sebagai sebuah pulau, maka API adalah jembatan yang bisa digunakan untuk masuk ke pulau tersebut. Aplikasi Android, situsweb, atau apapun bisa dianggap sebagai kendaraan yang memanfaatkan jembatan itu untuk sampai ke pulau.

Di Amerika Serikat, pada musim gugur 2008, TV mengkombinasikan penayangan debat kandidat presiden dengan riuhnya Twitter. Riuhnya Twitter dimanfaatkan untuk menganalisis jalannya acara debat. Acara tersebut diberi nama “Hack the Debate.” Kata “Hack” mengacu pada netizen yang menginterupsi jalannya debat dengan komentar/opini yang mereka twitkan.

Menurut Nicholas A. Diakopoulos dalam “Characterizing Debate Performance via Aggregated Twitter Sentiment,” Twitter di Amerika Serikat telah digabungkan dengan media konvensional seperti televisi untuk mendeteksi sentimen, anomali, dan kontroversi seputar jalannya debat oleh masyarakat secara umum.

Alasan yang paling utama mengapa stasiun televisi “berkolaborasi” dengan Twitter adalah karena terjadinya timbal balik lebih tinggi dibandingkan platform lain. Secara umum, Diakopoulos berpendapat ada 4 sentimen yang dihasilkan oleh netizen di Twitter menanggapi jalannya debat: negatif, positif, campuran/netral, dan lainnya. “Lainnya” merujuk pada tidak adanya data spesifik yang bisa dijaring dalam penelitian yang dilakukan Diakopoulos.

Joshua Hawthorne dalam tulisannya di jurnal Social Science Computer Review, “Live-Tweeting a Presidential Primary Debate: Exploring New Political Conversations,” mengungkapkan bahwa komentar-komentar yang dilancarkan netizen di Twitter selama debat memberikan dampak yang besar. Terutama dalam melihat bagaimana pemirsa memahami jalannya debat.

Dalam debat kandidat presiden Amerika Serikat tahun lalu, sebagaimana yang dimuat dalam paper “Bots and Automation over Twitter during the First US Presidential Debate” karya Bence Kollanyi, ada 9 juta twit yang berasosiasi dengan @realDonaldTrump, akun resmi milik Donald Trump dan @HillaryClinton, akun resmi Hillary Clinton. Kollanyi memaparkan ada sekitar 39,1 persen cuitan pro terhadap Trump, unggul melawan Hillary yang hanya menerima 13,6 persen twit yang mendukung dia.

Lalu, bagaimana riuhnya Twitter dalam debat kandidat Pilkada DKI, terutama saat debat pamungkas dilakukan?

Sebelum debat kandidat ke-3 pilkada DKI dimulai, “Saya Pilih Nomor 1” (tanpa tanda #) mencuat menjadi pemuncak Trending Topic di Twitter. Data internal Twitter mengungkapkan ada lebih dari 4 juta twit yang berafiliasi dengan pemuncak Trending Topic tersebut kala itu. Selain itu, #AhokPastiTumbang juga muncul sebelum debat berlangsung. Tagar tersebut berada di peringkat ke-8.

Di akhir segmen pertama debat, “Saya Pilih Nomor 1” masih memimpin Trending Topic di Twitter. Akun Twitter bernama @bumnbersatu adalah akun yang pertama mencuit frasa tersebut. Melalui ctrlg.org, layanan analisis dan multimedia di internet, diketahui frasa tersebut dicuitkan pada tanggal 2 Februari 2017.

Selain itu, #RelawanJokowiPilih3 mencuat dan masuk menjadi peringkat 9 di daftar populer Trending Topic. Akun PoliticaWave (@politicawave), firma analisis percakapan politik di dunia maya, menyebut ada 10,9 persen percakapan yang berkonotasi dengan Agus-Sylvi, 45,8 persen membicarakan dengan Ahok-Djarot, dan 43,4 persen pembicaraan Twitter yang bertautan dengan Anies-Sandi.

Lebih lanjut, akun @politicawave melalui menyebutkan bahwa terdapat 76 persen percakapan di Twitter yang bersentimen positif terhadap pasangan nomor 1, unggul dari pasangan nomor 1 yang memperoleh 53 persen sentimen positif, dan pasangan nomor 3 yang memperoleh 74 persen sentimen positif.

Di akhir segmen kedua, “Sandiaga Uno” mencuat menjadi pemuncak Trending Topic Twitter di Indonesia, disusul dengan frasa “Saya Pilih Nomor 1” yang berada di peringkat ke-3. Selain itu, “Paslon 3” yang menurut analisa ctrl.org pertama kali dicuit oleh akun bernama @argesh_suta pada 30 Januari 2017, masuk dalam radar Trending Topic dan berada di posisi paling buncit. PoliticaWave mencatat bahwa terdapat 16 persen percakapan Twitter yang berkonotasi negatif terhadap pasangan Agus-Sylvi, 35 persen terhadap Ahok-Djarot, dan 44 persen sentimen negatif terhadap Anies-Sandi.

Akhir segmen ketiga, “Sylvi” menjadi pemuncak Trending Topic di Twitter Indonesia. Sebagaimana analisis yang dilakukan PoliticaWave, ada sentimen negatif perihal jawaban Sylviana Murni dalam debat di segmen tersebut oleh para netizen. Selain itu, #AhokPastiTumbang mencuat dan berada di posisi runner-up pada Trending Topic Twitter Indonesia.

Secara umum, dalam segmen ketiga, sentimen negatif terhadap Agus-Sylvi meningkat dari segmen sebelumnya menjadi 26 persen. Sentimen terhadap Ahok-Djarot pun naik menjadi 45 persen dalam percakapan Twitter netizen. Sedangkan sentimen negatif terhadap Anies-Sandi berkurang dari segmen sebelumnya dan menjadi sekitar 28 persen.

Di akhir segmen keempat, “Sylvi” masih memuncaki Trending Topic di Indonesia. “Sandiaga Uno” muncul dalam radar populer Trending Topic, dan bertengger di posisi ke-7. Secara keseluruhan, PoliticaWave mencatat bahwa terjadi sentimen positif yang cukup baik antara pasangan nomor 1 dan pasangan nomor 3. Pasangan nomor 2, Ahok-Djarot memiliki sentimen yang relatif seimbang, antara sentimen positif dan negatif.

Di akhir segmen kelima, “Mas Agus” menjadi pemuncak Trending Topic Twitter, disusul “Sylvi” yang menjadi runner-up dan “Sandiaga Uno” yang menempati posisi ke-4. PoliticaWave mengungkapkan melalui akun Twitter mereka bahwa ada 42 persen percakapan Twitter yang bersentimen negatif terhadap Agus-Sylvi. Ahok-Djarot menerima 39 persen sentimen negatif, sedangkan Anies-Sandi mendapatkan 40 persen sentimen negatif dari netizen.

Di segmen terakhir, “Mas Agus” masih menjadi pemuncak Trending Topic Twitter, disusul #DebatPilkadaDKI yang merepresentasi malam debat tersebut. PoliticaWave mengungkapkan 46 persen percakapan bersentimen negatif terhadap Agus-Sylvi, 39 persen terhadap Ahok-Djarot, dan 44 persen terhadap Anies-Sandi.

Infografik Hastag Debat

Secara keseluruhan, dunia Twitter Indonesia juga diramaikan dengan frasa-frasa seperti “DP 0%” yang menanggapi keinginan pasangan Anies-Sandi untuk memberikan akses rumah terhadap rakyat, serta “Cecep” dan “Ibu Awi” yang menanggapi contoh kasus yang dihadirkan oleh Anies Baswedan.

Namun, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah riuhnya dunia Twitter menanggapi debat pilkada DKI atau pemilihan umum memiliki dampak yang baik?

Larson dan Moe dalam jurnal berjudul “Studying Political Microblogging” yang melakukan penelitian pada pemilihan federal Swedia di tahun 2010, mengungkapkan banyak cuitan yang bertebaran sesungguhnya digerakkan oleh kelompok kecil, bukan oleh masyarakat umum secara luas.

Bence Kollanyi dalam jurnalnya mengatakan hal itu dilakukan oleh aktor-aktor palsu atau bot. Bot atau Botnet merupakan kepanjangan dari robot dan network. Bot digunakan untuk mengerucutkan percakapan menjadi suatu topik yang dikehendaki si pengendali bot.

Dalam dunia cyber, bot yang demikian dikenal dengan nama “astroturfing.” Diwartakan The Guardian, astroturfing digunakan untuk membuat kesan bahwa cuitan berasal dari akar rumput yang luas. Ismail Fahmi, pendiri Media Kernel Indonesia mengungkapkan bahwa, “bot itu bagian dari strategi mereka (menggerakkan masa di Twitter).” Fahmi memberi contoh penggunaan “astroturfing” saat Denny JA, “followernya bot semua.” Fahmi juga mengajukan kasus lain, ketika bot digunakan juga untuk menggerakkan opini tentang aksi 112. Banyak akun-akun berlabel NU (Nahdatul Ulama) di Twitter yang seolah-olah memang bagian dari NU.

Lebih lanjut, Bence Kollanyi menyimpulkan bahwa dalam debat pertama calon presiden di Amerika Serikat, sepertiga trafik Twitter yang mendukung Donald Trump dilakukan adalah bot. Pada kelas pendukung Hillary, bot mencapai seperlima trafik Twitter.

Bot merupakan "algoritma politis" yang sangat kuat dalam ranah komunikasi politik, terutama di media sosial. Apakah ramainya dunia Twitter berdampak pada pemilihan secara umum? Hanya waktu pencoblosan yang akan menentukannya.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAGUB DKI 2017 atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Politik
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani