Menuju konten utama

Risiko Terseret Arus di Laut Pelabuhan Ratu Sukabumi

Ada argumentasi ilmiah di samping mitos-mitos terkait Nyai Roro Kidul.

Risiko Terseret Arus di Laut Pelabuhan Ratu Sukabumi
Pantai Pelabuhan Ratu. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Pantai Pelabuhan Ratu adalah salah satu tujuan wisata di Kabupaten Sukabumi. Sejumlah tempat seperti Karanghawu, Loji, Cimaja, dan Cisolok kerap dikunjungi ribuan wisatawan domestik, terutama saat libur lebaran. Namun, tingginya angka kunjungan itu kerap disertai dengan tingginya angka kecelakaan. Kerap terjadi wisatawan terseret arus laut dan hanyut.

Pada libur lebaran 2018 lalu, angka kecelakaan mencapai 34 kasus, 2 di antaranya menelan korban jiwa. Kecelakaan-kecelakaan tersebut biasanya terjadi karena para pengunjung mengabaikan imbauan dan larangan untuk tidak berenang di lokasi rawan tenggelam. Kasus kecelakaan di pantai Pelabuhan Ratu akibat mengabaikan sejumlah imbauan dan larangan itu bahkan pernah menewaskan Duta Besar Bulgaria untuk Indonesia pada tahun 1965.

Masyarakat sekitar biasanya mengaitkan sejumlah musibah itu dengan keberadaan Nyai Roro Kidul sebagai penguasa laut selatan Jawa. Kepercayaan ini sebetulnya bukan hanya di Pelabuhan Ratu, tapi hadir pula di beberapa pesisir selatan Jawa Barat lain seperti Cianjur Selatan dan Ciamis Selatan. Bahkan, kepercayaan tersebut ada juga di pesisir pantai selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Yogyakarta.

Budi Susanto dalam “Belum Tahu Dia!”: Ketoprak dan Nasionalisasi Ratu Kidul (PDF) (Kalam edisi 12, 1998) menerangkan bahwa Sultan Hemengku Buwono IX pun sempat menyatakan pendapatnya tentang ratu pantai selatan tersebut.

“Menurut kepercayaan lama memang demikianlah halnya. Saya menyebutnya Eyang Rara Kidul saja. Dan saya pernah mendapat kesempatan ‘melihatnya’ setelah menjalani ketentuan yang berlaku seperti berpuasa selama beberapa hari dan sebagainya. Pada waktu bulan naik, Eyang Rara Kidul akan tampak sebagai gadis yang amat cantik, sebaliknya apabila bulan menurun, ia tampil sebagai wanita yang makin tua,” ujar sultan saat ditanya apakah dirinya adalah ‘suami’ dan pernah ‘berhubungan’ dengan Nyai Roro Kidul.

Di Pelabuhan Ratu, kepercayaan itu diwariskan secara turun-temurun dan akhirnya terbentuk secara kuat di benak masyarakat. Maka setiap ada kecelakaan di laut dan pantai Pelabuhan Ratu, orang-orang selalu mengaitkannya dengan keberadaan Nyai Roro Kidul.

Karakteristik Oseanografi Pelabuhan Ratu

Musibah yang kerap terjadi di pantai Pelabuhan Ratu tentu sulit dijelaskan oleh akal sehat jika dikaitkan dengan sosok supranatural yang selama ini hidup di alam pikiran masyarakat. Namun, secara ilmiah, kecelakaan-kecelakaan tersebut dapat dijelaskan lewat uraian tentang kondisi dan karakteristik oseanografis pantai Pelabuhan Ratu yang secara umum sama dengan pantai-pantai lain di sepanjang pesisir selatan Jawa.

Yudi Wahyudin dalam “Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat” (Jurnal Bonorowo Wetlands Vol. 1 No. 1, Juli 2011) menjelaskan bahwa karakteristik umum oseanografi pantai selatan Jawa Barat adalah kondisi Samudera Indonesia dengan ciri berombak besar, batimetri laut dalam, dan tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari tiga meter. Keadaan arus pada perairan dipengaruhi oleh pasang-surut, angin, densitas serta pengaruh masukan air dari muara sungai.

Kecepatan arus pantai selatan Jawa pada bulan Februari sampai Juni bergerak ke arah timur, dan bulan Juli hingga Januari bergerak ke arah barat. Pada bulan Februari, arus pantai mencapai 75 cm/detik, kemudian melemah hingga kecepatan 50 cm/detik selama bulan April hingga Juni. Sementara itu, pada bulan Agustus arus pantai berganti arah ke barat dengan kecepatan 75 cm/detik kemudian menurun hingga kecepatan 50 cm/detik sampai bulan Oktober.

Dalam paparan Wahyu Budi Setyawan dan Aditya Pamungkas dalam “Perbandingan Karakteristik Oseanografi Pesisir Utara dan Selatan Pulau Jawa: Pasang-surut, Arus, dan Gelombang” (PDF) yang disampaikan pada Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan III 2017)—meski wilayah yang dijadikan sampel penelitian hanya dua, yaitu Indramayu (pesisir utara Jawa) dan Pelabuhan Ratu (pesisir selatan Jawa), tapi hasilnya setidaknya menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antar dua pesisir tersebut.

Kecepatan arus di pantai Indramayu saat bergerak ke timur berkisar antara 0,001-0,0156 meter/detik. Dan saat arus bergerak ke barat, kecepatannya antara 0,0015-0,045 meter/detik. Hal ini berbeda dengan kondisi di Pelabuhan Ratu yang kecepatan arusnya lebih tinggi. Saat musim barat, arus bergerak dengan kecepatan 0,0015-0,065 meter/detik, dan di musim timur arus bergerak antara 0,002-0,083 meter/detik.

Infografik Pantai Pelabuhan Ratu

Gelombang Tinggi

Begitu pula dengan gelombang. Angka menunjukkan bahwa Pelabuhan Ratu memiliki gelombang yang lebih tinggi daripada Indramayu. Saat musim barat, tinggi gelombang di Pelabuhan Ratu mencapai 0,45-1,55 meter, dan di musim timur mencapai 0,4-1,58 meter. Sementara di Indramayu, tinggi gelombang pada musim barat hanya 0,02-0,75 meter, dan di musim timur lebih kecil lagi yaitu hanya 0,008-063 meter.

Ombak besar, laut yang dalam, gelombang yang tinggi, serta kecepatan arus pantai menjadi penyebab tingginya tingkat kecelakaan wisatawan di Pelabuhan Ratu. Apalagi kerap terjadi wisatawan mengabaikan peringatan dari para penjaga pantai untuk tidak berenang di pantai-pantai yang berbahaya.

Penjelasan Yudi Wahyudin tersebut sejalan dengan hasil penelitian Buddin Al Hakim yang ia publikasikan dalam “Karakteristik Kondisi Oseanografi dan Potensinya di Perairan Selatan Jawa”.

Ia menjelaskan bahwa gelombang tinggi dan ombak besar di pesisir selatan Jawa termasuk Pelabuhan Ratu disebabkan pantai selatan Jawa berbatasan langsung dengan laut lepas (Samudera Hindia). Ada tiga faktor pemicu terjadinya ombak: arus pasang-surut, angin pantai, dan pergeseran massa batuan di dasar samudera.

“Di pantai selatan Pulau Jawa, kombinasi antara gelombang pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang, khususnya saat musim Barat, akan menimbulkan ombak besar. Di tempat-tempat tertentu, penggabungan antara gelombang pasang-surut dengan gelombang angin lokal—misalnya di Cimaja, Pelabuhan Ratu, atau di Karangbolong, Surade, dapat terbentuk ombak setinggi 2-3 meter,” tulisnya.

Ia juga menyebutkan bahwa bentuk morfologi dasar laut di sejumlah lokasi pantai selatan juga sangat memungkinkan terjadinya hempasan gelombang dahsyat ke pantai yang sekaligus memicu terjadinya arus seretan.

Arus balik atau arus seret adalah arus yang dibentuk oleh pergerakan air yang relatif cepat yang mendesak keluar dan kembali ke tengah laut, dan terjadi hanya beberapa menit. Arus inilah yang paling sering mencelakakan para wisatawan yang tengah berenang di pantai dan tak jarang kurang waspada sehingga berenang terlalu menjauhi garis pantai, sehingga akhirnya terseret ke tengah laut dan tenggelam.

Baca juga artikel terkait ORANG HILANG atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh Pribadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Irfan Teguh Pribadi
Editor: Maulida Sri Handayani