tirto.id - Riset terbaru Setara Institute yang bekerja sama dengan Forum on Indonesian Development (INFID) soal pandangan toleransi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia menunjukkan sebanyak 70,2 persen siswa SMA masuk ke kategori remaja toleran.
Tak hanya kategori toleran, riset tersebut juga memiliki kategori intoleran pasif, intoleran aktif, dan potensi terpapar. Dalam riset tersebut, 24,2 persen remaja masuk kategori intoleran pasif, 5 persen masuk kategori intoleran aktif, dan 0,6 persen sisanya masuk kategori potensi terpapar.
“Derajat toleransi siswa atau remaja SMA tahun 2023 menunjukkan kecenderungan yang positif dengan 70,2 persen memiliki sikap toleran,” kata Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan, saat konferensi pers, Rabu (17/5/2023).
“Temuan ini sejalan dengan tren kondisi toleransi berdasarkan Indeks Kota Toleran (IKT) dan juga Indeks Kerukunan Umat Beragama yang secara garis besar menunjukkan bahwa toleransi publik Indonesia masih cukup tinggi,” tambahnya.
Bila menggunakan basis data Setara Institute pada 2016-2017, tren toleransi menunjukkan peningkatan dari 61,6 persen menjadi 70,2 persen. Halili mengatakan angka tersebut membesar akibat menyusutnya kelompok intoleran pasif dari sebelumnya berada pada angka 35,7 persen menjadi 22,4 persen pada 2023.
Di sisi lain, Halili menyebut sebagian remaja pada kategori intoleran pasif juga bertransformasi menjadi intoleran aktif, sebagaimana digambarkan dari angka 2,4 persen pada 2016 menjadi 5 persen pada 2023.
“Demikian juga pada kategori terpapar, mengalami peningkatan dari 0,3 persen menjadi 0,6 persen,” katanya.
Oleh karena itu, Setara Institute dan INFID mendesak Kemdikbudristek dan Kemenag untuk merespons masih tingginya kategori siswa yang intoleran aktif dan terpapar radikalisme.
“Dengan membentuk instrumen pengawasan, pembinaan, dan desain respons yang demokratik atas fakta intoleransi yang melekat pada guru, tenaga kependidikan, dan siswa,” katanya.
Halili menyebut bahwa riset yang dilakukan Setara Institute dan INFID ingin memperoleh gambaran terkini situasi dan kondisi toleransi siswa SMA. Metode pengumpulan data dilakukan oleh surveyor lewat wawancara tatap muka di Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta dan Padang.
Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan sekolah-sekolah yang dituju. Selanjutnya surveyor mengambil sampling dengan metode simple random sampling untuk menetapkan siswa SMA sebagai responden. Jumlah sampel yang sebanyak 947 dengan margin of error 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Penelitian diselenggarakan pada Januari-Maret 2023.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan