tirto.id - Mario Dandy dan Shane Lukas, terdakwa penganiayaan terhadap David Ozora, kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023), dengan agenda mendengar keterangan dari dosen hukum bisnis di Binus University, Ahmad Sofian selaku saksi ahli.
Kali ini jaksa bertanya perihal restitusi. Sofian pun menjelaskannya bahwa dalam doktrin hukum pidana Indonesia, pihak yang berbuat maka dia harus bertanggung jawab.
Sofian mengatakan restitusi tidak bisa dijatuhkan kepada pengampu, ahli atau semacamnya, kecuali pelaku merupakan anak-anak.
"Kalau [pelaku merupakan] orang dewasa dia bertanggung jawab. Asetnya, aset yang bersangkutan, tidak bisa dibebankan kepada orang tua," ucap Sofian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2023).
Opsi lain, kata Sofian, jika pelaku tidak mampu membayar restitusi yakni bisa diganti dengan mekanisme tambahan kurungan penjara atau perampasan aset.
Mekanisme penggantian itu jika harta pelaku tidak cukup, maka dilakukan perampasan aset untuk dijual atau dilelang sesuai putusan pengadilan.
"Tapi dalam banyak putusan diganti dengan kurungan untuk memudahkan eksekusi saja," jelas Sofian.
Dalam perkara ini, harta yang dipamerkan Mario adalah harta milik sang ayah, Rafael Alun Trisambodo. Banyak harta Rafael disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Sementara, status Mario adalah mahasiswa dan belum memiliki penghasilan sendiri.
Lantas cara lain yang bisa dilakukan korban agar mendapat ganti rugi yakni menggugat secara hukum perdata.
"Kalau mekanisme pidana yang bersangkutan memang tidak ada. Perampasan aset juga belum punya," ujar Sofian.
Sofian tidak bisa merinci apa saja dasar hukum restitusi ini, tapi filosofi restitusi adalah membayar kerugian terhadap korban.
Ia mencontohkan, restitusi Mario bisa saja dibayarkan sukarela oleh orang tua atau pihak lain jika mampu. Sebaliknya, bila tak mampu membayar maka bakal ada subsider hukuman berupa penjara tambahan.
Sebenarnya, jika kerugian berupa uang, maka harus diganti dengan uang dan bukan dengan pidana kurungan. Namun dalam praktiknya saat terdakwa tak bisa membayar restitusi, biasanya jaksa menambah waktu kurungan ketimbang menyita aset guna restitusi alias jaksa ogah repot untuk merampas, melelang lalu menjual aset lantaran proses hukum panjang.
"[Bila] terdakwa tidak memiliki aset yang bisa dirampas, secara objektif tidak ada. Jadi kalau mau dipaksakan tak bisa juga ganti kerugian, akhirnya diganti dengan kurungan," tutur Sofian.
Dalam perkara ini, orang tua David Ozora mengajukan restitusi Rp52 miliar atau lebih sedikit ketimbang perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang mencapai Rp120.388.911.300.
Angka Rp120 miliar itu merujuk kepada biaya berobat, ongkos keluarga David selama perawatan, biaya makan, biaya berobat setelah korban keluar dari rumah sakit, hingga usia senja.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto