Menuju konten utama
Kericuhan di Kanjuruhan

Respons Eks Pejabat WHO soal Dugaan Iklan Rokok di Laga Arema

Eks pejabat WHO menyatakan laga Arema vs Persebaya digelar malam hari diduga terkait kepentingan iklan rokok dinilai benar-benar ironis.

Respons Eks Pejabat WHO soal Dugaan Iklan Rokok di Laga Arema
Pesepak bola Arema FC Arkhan Fikri (kiri) berebut bola dengan pesepak bola Persebaya Surabaya Muhammad Alwi Slamat (kanan) dalam pertandingan lanjutan BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto.

tirto.id - Eks Direktur Penyakit Menular Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama memberikan tanggapan soal dugaan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan terkait pertandingan Arema dilakukan malam hari untuk mengakomodasi iklan rokok.

Menurut Yoga, pertandingan Arema Football Club (FC) versus Persebaya Surabaya diadakan malam hari untuk mengakomodasi iklan rokok maka hal ini benar-benar menyedihkan.

“Kita amat berduka dengan wafatnya lebih dari 130 orang pada tragedi Kanjuruhan, dan perlu jadi salah satu rekomendasi untuk “tata ulang” aturan demi melindungi kesehatan anak bangsa di masa depan,” tutur dia melalui keterangan tertulis yang diperoleh Tirto, Selasa (11/10/2022).

Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit (P2P) dan Mantan Kepala Balitbangkes Kemenkes itu mengatakan bahwa sebagian korban di tragedi Kanjuruhan adalah anak-anak.

Data Kemenkes berdasar beberapa survei nasional yaitu Global Youth Tobacco Survey (GYTS), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkernas) menunjukkan kenaikan perokok anak di Indonesia, dari 7,2 persen pada 2013, naik menjadi 8,8 persen pada 2016, lalu terus naik menjadi 9,1 persen pada 2018, serta naik lagi menjadi 10,7 persen pada 2019.

“Kalau dibiarkan begini terus, maka angka perokok anak akan dapat mencapai 16 persen di tahun 2030,” sambung Tjandra.

Lalu dia menuturkan, peran iklan jelas amat besar dalam hubungan dengan konsumsi rokok yang membahayakan kesehatan ini. Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dipresentasikan Kemenkes menunjukkan peningkatan paparan pada iklan rokok di papan reklame dari 39,6 persen di tahun 2011 menjadi 43,6 persen di tahun 2021, sementara peningkatan paparan iklan di internet jauh lebih tinggi lagi, dari 1,9 persen di tahun 2011 menjadi 21,4 persen di tahun 2021.

“Semua sepakat bahwa merokok membahayakan kesehatan,” kata penerima WHO Tobacco Free World Award for Outstanding Contribution to Public Health Tahun 1999 itu.

Lanjut Tjandra, data WHO Mei 2022 menyebutkan bahwa kebiasaan merokok dan mengonsumsi tembakau ini membunuh lebih dari 8 juta orang setahunnya di dunia, di mana 1,2 juta orang di antaranya terjadi kepada para perokok pasif yaitu mereka yang tidak merokok tetapi terpaksa menjadi jatuh sakit akibat asap rokok orang di sekitarnya. Di dunia, prevalensi perokok menurun dari 22,7 persen di tahun 2007 menjadi 17,5 persen di tahun 2019.

“Tetapi Indonesia sebaliknya, data “Indonesia Global Adult Tobacco Survey” yang dipresentasikan Kementerian Kesehatan kita menunjukkan di negara kita justru ada peningkatan jumlah perokok, dari 61,4 juta di tahun 2011 menjadi 70,2 juta di tahun 2021,” ungkap dia.

Sebelumnya, anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan Rhenald Kasali menduga ada kepentingan iklan rokok di balik laga sepak bola yang digelar malam hari. Dia mengatakan banyak pemain merasa tidak nyaman dengan waktu yang ditentukan oleh penyelenggara.

“Banyak sekali hal-hal seperti ini (pertandingan sepak bola malam hari) dilakukan setelah jam 10 malam. Nah, tadi kami juga mendengar ada yang mengatakan mungkin itu salah satunya adalah mengakomodir, mungkin ya, mengakomodir iklan rokok yang baru mulai diizinkan keluar setengah 10 malam,” kata Rhenald di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022) sore.

Dia menuturkan, TGIPF juga menemukan kesalahan pandangan dalam pengelolaan pertandingan. Contohnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) seharusnya tidak menggunakan mobil lapis baja (barracuda) dalam pengamanan, tetapi membangun jiwa sportivitas dan budaya keselamatan dan menghormati satu sama lain.

“Jadi akhirnya adalah yang dikedepankan yang penting menang dan ini menimbulkan semuanya jadi tumpang tindih semuanya,” ujar Rhenald.

Dia pun tidak memungkiri bahwa ada pihak tertentu yang diduga mengatur pertandingan. Hal itu berkaitan dengan alasan pertandingan kerap digelar malam hari.

Baca juga artikel terkait KERICUHAN DI KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri