tirto.id - Rencana pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk melakukan penyesuaian kebijakan cukai rokok, sesuai dengan Undang-Undang Cukai dan juga APBN 2017 dinilai pengamat ekonomi perlu dikaji lebih dalam. Kebijakan kenaikan cukai tersebut diharapkan tidak menimbulkan kontradiktif, melainkan harus mempertimbangkan prinsip cukai dan pengendalian rokok dengan lebih berimbang.
Berbicara kepada Antara, Selasa (27/9/2016), pengamat ekonomi Sri Hartarti menyampaikan pengendalian rokok melalui mekanisme cukai harus dikaji sesuai prinsip kecukaian.
"Persoalannya bukan suka atau tidak suka untuk merokok, tetapi harus ada kebijakan yang efektif dan sesuai pengendalian rokok serta prinsip cukai," ujar Enny.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu menyampaikan kenaikan terlalu tinggi pada harga rokok akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Sebab fakta selama ini frekuensi permintaan masyarakat untuk mengonsumsi rokok masih sangat tinggi. Ke depan dengan harga rokok terlalu tinggi masyarakat justru akan memilih produk lebih murah dan bahkan memicu peningkatan produksi rokok ilegal.
"Idealnya, kenaikan tarif cukai adalah sesuai tingkat inflasi yaitu di kisaran 5 persen atau paling tinggi sesuai dengan persentase kenaikan target penerimaan negara dari cukai untuk tahun 2017, yaitu sebesar 6 persen. Hal ini demi menghindari munculnya masalah-masalah baru," katanya menambahkan.
Menurut Enny, selama ini industri tembakau merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia. Alasannya, industri ini masih menjadi salah satu penyumbang terbesar penerimaan cukai negara. Karena itu, Enny berharap pemerintah mengkaji secara berimbang dampak kenaikan harga rokok. Tidak hanya daya beli masyarakat, pemerintah juga harus mengkaji aspek penerimaan negara.
Enny menjelaskan dengan tingkat cukai yang cukup tinggi, peredaran rokok ilegal pun ikut melambung signifikan di pasaran. Persoalan ini, menurut dia, bukan sebuah proyeksi. Namun sudah terjadi ketika pemerintah menaikkan cukai secara masif dalam beberapa tahun terakhir ini.
"Daya belinya masih terbatas, membuat orang untuk membeli rokok ilegal itu juga semakin tinggi. Pertumbuhan rokok ilegalnya juga meningkat secara signifikan, dari 6-8 persen, sekarang sudah sampai belasan persen," ujar Enny.
Sebelumnya ada penelitian yang menyebutkan responden akan berhenti merokok ketika harga rokok mencapai Rp50.000.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam beberapa kesempatan menyampaikan kenaikan harga rokok hingga Rp50.000 cukup tinggi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyatakan pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan cukai, sesuai dengan Undang-Undang Cukai dan juga APBN 2017 yang hingga saat ini masih dikonsultasikan dengan berbagai pihak.