tirto.id - Prospek bisnis real estate pada 2019 diprediksi lebih baik, meski pada tahun ini ada Pemilu 2019 yang memilih presiden-wakil presiden, anggota legislatif hingga anggota DPD.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, prospek bisnis properti pada tahun politik ini akan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ia menjelaskan, bisnis properti mengalami kemunduran sejak 2014 hingga 2017. Saat itu, penjualan tergolong turun tajam hingga 30 persen. Pada awal 2018, para pengembang menata ulang strategi.
"2018 kelihatannya ada peningkatan investasi hampir 16 persen di sana. Berarti 2019 ini beberapa pengembang mencoba untuk melangkah ke arah yang positif. Kita tentu dengan kerja keras kita harus optimistis di 2019 ini bisa mencapai pertumbuhan yang positif," kata dia dalam acara 'Rembuk Nasional, Mengukur Perlunya Kementerian Perumahan Rakyat Kabinet 2019-2024' di Ballroom, Hotel Grand Said, Jendral Sudirman Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).
Mengenai target 2018, REI, berhasil membangun sekitar 180 ribu unit rumah non-MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Sedangkan, pada 2019, kata Soelaeman, REI menargetkan akan ada sebanyak 200 ribu rumah non-MBR yang dibangun.
Terkait dengan kondisi politik saat ini, menurut Soelaeman, para pengembang tidak menyinggung masalah pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dalam konteks penjualan tersebut.
"Dari 15 pengembang yang saya temui tidak ada satupun yang bicara ini menjadi sebuah hambatan dari strategi mereka. Kalau itu sudah menjadi hambatan pasti di awal tahun ini mereka tidak akan mempersiapkan apa-apa kan tapi mereka sudah persiapkan," kata dia.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara punya pandangan lain.
Menurut dia, sejak 2018 hingga kini para pengusaha dan investor memilih sikap pasif alias menunggu sekaligus mengamati untuk bisa menanamkan modal dan usahanya di Indonesia. Hal ini terkait kondisi politik di Indonesia menjelang Pilpres 2019.
Hal itu, kata dia, menjadikan Indonesia punya kultur unik, yaitu beda kepala negara, beda kebijakan.
Tak hanya itu, kata dia, beda kepala daerah, juga beda peraturan. Kondisi ini, kata dia, sudah lama terjadi di Indonesia, sehingga mendorong investor untum menunda berinvestasi daripada direpotkan dengan birokrasi akibat pergantian kebijakan.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali