tirto.id - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipatok di kisaran 5,4 persen sepanjang tahun 2018, diperkirakan turut mendongkrak pertumbuhan bisnis properti. Ini tercermin dari hasil Survei Perbankan yang dilakukan Bank Indonesia (BI), yang mengindikasikan menguatnya optimisme terhadap penyaluran kredit di tahun ini. Untuk keseluruhan tahun 2018, pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai 11,8 persen secara tahunan.
Dalam surveinya bank sentral juga menyebut, pertumbuhan kredit di kuartal I-2018 diperkirakan masih meningkat dan prioritas utama perbankan dalam menyalurkan kredit di antaranya adalah kredit pemilikan rumah (KPR) maupun kredit pemilikan apartemen (KPA).
Selain pasar properti yang terus tumbuh, harga properti di Indonesia juga terus mengalami kenaikan. Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial yang dikeluarkan oleh BI, diperkirakan kenaikan harga residensial pada triwulan I-2018 akan meningkat sebesar 0,72 persen secara kuartalan menjadi 202,81 poin dibanding indeks harga properti residensial kuartal IV-2017 pada level 201,36 poin.
Pasar properti yang dinilai legit ini menggoda perusahaan-perusahaan besar yang pada awalnya memiliki core business atau bisnis inti di luar bisnis properti, untuk ikut mencicipi. Salah satunya PT Rimo International Lestari Tbk yang mencatatkan saham di kode bursa dengan kode RIMO. Rimo yang memiliki bisnis inti di bidang ritel kemudian mengakuisisi PT Hokindo Investama beserta sembilan anak usahanya pada Maret 2017. Dari pengembangan bisnis anorganik tersebut, Rimo mulai menggarap berbagai proyek properti seperti apartemen di berbagai daerah di Indonesia mulai dari Jakarta, Pontianak dan juga Banjarmasin.
Merujuk laporan keuangan perusahaan (PDF) yang dipublikasi, sampai dengan kuartal III-2017, Rimo berhasil membukukan penjualan dan pendapatan usaha sebesar Rp192,5 miliar. Angka tersebut melonjak 20 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di angka Rp9,16 miliar. Dari total tersebut, kontribusi terbesar disumbang dari penjualan apartemen yang mencapai Rp184,47 miliar atau 95 persen dari total penjualan.
Analis Market PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, David Sumual mengungkapkan, diversifikasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan ritel ke sektor properti merupakan langkah antisipatif. Sebab, konsep berbelanja saat ini sudah berubah dan cenderung ke arah e-commerce. Tak hanya itu, banyaknya pemain sektor bisnis ritel baik dalam maupun luar negeri, turut memperketat faktor persaingan bisnis ini. Perluasan bisnis ke sektor properti juga diyakini lantaran harga properti yang terus melaju.
“Persaingan baik bisnis ritel dengan lokal maupun asing yang marak dari Jepang dan juga Korea Selatan, membuat terjadinya oversupply. Sehingga, diversifikasi usaha ke sektor properti menjadi langkah antisipatif yang aman,” jelas David kepada Tirto.
PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk dan juga PT Graha Multi Bintang alias Olympic Group, juga turut berkecimpung di bisnis sektor properti. Intikeramik Alamasari yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham IKAI, telah lebih dari dua dekade berkecimpung di bidang manufaktur produksi keramik dengan merek dagang terkenal "Essenza". Bisnis properti digeluti perseroan dengan melakukan akuisisi aset dan lahan dari beberapa perusahaan properti.
Direktur Utama Intikeramik Alamasri Industri, Teuku Johas Raffli mengungkapkan dalam dua tahun belakangan terjadi gangguan terhadap kinerja bisnis perseroan yang bahkan mengakibatkan restrukturisasi utang bank dan juga vendor. Untuk membantu menopang bisnis perseroan, IKAI memutuskan untuk melakukan diversifikasi usaha dengan terlibat langsung dalam beberapa pengembangan aset properti melalui PT Mahkota Artha Mas (MAM), PT Realindo Sapta Optima (RSO) dan juga PT Mahkota Properti Indo Medan (MPIM).
RSO saat ini sedang membangun JW Marriot International hotel di Ubud, Bali, di atas lahan seluas 6,9 hektare. MAM pun tengah membangun hotel di lahan 2,3 hektar di Ubud, Bali. Sedangkan MPIM sedang membangun hotel butik di Medan. Pembangunan beberapa hotel tersebut menurut Johas Raffli berlangsung tahun ini sampai dengan tahun depan. Nantinya, hotel tersebut akan dilengkapi keramik Essenza yang merupakan merek dagang dan hasil produksi IKAI. Dengan demikian, kata Johas, akan ada penjualan keramik 100 persen produksi IKAI terhadap bisnis properti.
“Ini akan menjadi supporting unit dan integrated unit dari segi pembangunan hotel didukung oleh Essenza. Secara bisnis akan terkonsolidasi,” tutur Johas melalui keterbukaan di laman BEI.
Masih melansir laman keterbukaan (PDF) BEI, bisnis properti yang dilakukan IKAI akan mampu menyumbang komposisi yang cukup besar terhadap kinerja perseroan selepas tahun 2019 setelah sejumlah proyek properti selesai dibangun. Johas memperkirakan, nilai proyek JW Marriot Ubud setelah pembangunan selesai akan mencapai Rp535 miliar. “Pembiayaan bisnis properti dilakukan perseroan melalui rights issue, pinjaman bank dan alternatif pembiayaan lainnya,” jelas Johas.
Mengutip laporan keuangan perseroan (PDF), sepanjang 2017 lalu pendapatan perusahaan terjun sampai dengan 84 persen menjadi hanya sebesar Rp 13,3 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 83,8 miliar di 2016. IKAI juga masih mencetak rugi senilai Rp 43,6 miliar di 2017.
PT Graha Multi Bintang atau Olympic Group juga berminat menancapkan kuku di bisnis properti. Melalui Olympic Development, perusahaan furnitur berskala besar ini berkolaborasi dengan PT Hutama Karya Realtindo mengembangkan Olympic Resindences yang merupakan proyek apartemen dua menara di kawasan Sentul, Bogor. Selain membangun Olympic Residences, Olympic Development juga akan mengembangkan fasilitas akomodasi dengan menggandeng operator hotel asal Inggris yaitu Premier Inn. Melansir Kompas, bisnis properti dirambah oleh Olympic Group lantaran memiliki cadangan lahan alias land bank ratusan hektare yang tersebar di Kota Bogor dan Sukabumi, masing-masing seluas 20 hektare dan 300 hektare yang belum termanfaatkan. Di atas lahan-lahan tersebut, rencananya akan dibangun properti komersial dan kawasan industri.
Perusahaan yang memiliki inti bisnis awal di bidang media dan penerbitan yaitu Kompas Gramedia, CT Corpora dan Grup MNC juga tak ingin ketinggalan mencicipi lezatnya pertumbuhan bisnis properti. Kompas Gramedia lebih menyasar bisnis perhotelan. Melansir situs resmi perusahaan, Hotel Santika, Santika Premiere, Amaris Hotel, The Anvaya, The Samaya dan juga The Kayana, merupakan bagian dari jaringan lini bisnis hotel dan resort Kompas Gramedia.
Selain mengembangkan bisnis perhotelan, CT Corpora melalui unit usaha properti Trans Corporation juga meluncurkan proyek terintegrasi atau kawasan mixed used yang merupakan perpaduan antara apartemen, pusat perbelanjaan serta wahana bermain keluarga. Akhir tahun kemarin, konglomerat pemilik CT Corp, Chairul Tanjung, semakin agresif memperluas bisnis properti dengan menggarap pengembanganmixed used bertajuk Trans Park dan diharapkan sampai dengan akhir tahun ini mencapai 30 proyek. Total nilai investasi yang dibenamkan CT Corp untuk mewujudkan proyek dengan luas area rata-rata 5 hektar tersebut mencapai Rp 30 triliun.
Grup MNC melalui PT MNC Land Tbk berambisi membesarkan bisnis properti di sejumlah wilayah. Selain mengembangkan proyek secara organik, perseroan juga turut menggandeng mitra bisnis perusahaan lain. Daftar panjang rencana proyek Grup MNC mencakup Lido Integrated Resort & Theme Park di kawasan Sukabumi Jawa Barat, Bali Nirwana Resort di Bali, MNC Smart City Tangerang di Banten dan proyek di Surabaya, Jawa Timur. Rencana proyek lain di Lido adalah Trump Luxury Resort Hotel bintang 6, Trump Luxury Residence, lapangan golf dan country club. Proyek ini merupakan kerja sama antara MNC Land dengan The Trump Organization milik Presiden AS Donald Trump.
Perusahaan yang juga mendiversifikasi usaha ke bisnis properti adalah PT Astra International Tbk. Tahun 2016, perusahaan ini resmi mengumumkan hadirnya lini bisnis ke tujuh di bidang properti yang disebut Astra Properti, guna melengkapi bisnis sektor lain sebelumnya yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat dan pertambangan, agribisnis, infrastruktur dan logistik, serta teknologi informasi. Melansir situs resmi perusahaan, sektor bisnis properti besutan Astra International dipayungi oleh anak usaha PT Menara Astra.
Sayap bisnis lainnya, adalah PT Brahmayasa Bahtera, PT Astra Land Indonesia, dan juga PT Astra Modern Land yang merupakan kolaborasi antara Astra International dengan Hongkong Land, Ltd., PT Modernland Realty serta PT Mitra Sindo Makmur. Proyek bisnis perusahaan tersebut berupa proyek multifungsi yang terdiri atas apartemen, perkantoran, hotel, dan juga residensial dengan target pasar kalangan ekonomi menengah atas. Astra International juga memiliki bisnis pengelolaan gedung perkantoran di bawah manajemen PT Samadista Karya.
Tak ketinggalan, Grup Djarum yang besar melalui usaha rokok turut mencicipi renyahnya bisnis properti melalui sejumlah pusat perbelanjaan yang dimiliki. Antara lain WTC Mangga Dua dan Margo City Depok. Sayap bisnis properti sebagai bagian pengembangan usaha Grup Djarum setelah sebelumnya berkutat di industri rokok, jasa keuangan dan juga industri elektronika.
Anton Sitorus, Direktur sekaligus Kepala Riset dan Konsultasi Savills Indonesia menuturkan, diversifikasi bisnis ke sektor properti bisa diibaratkan seperti menabung aset yang bisa menjadi investasi perusahaan untuk jangka panjang. Selain itu, prestige atau rasa kebanggaan bisa menjadi salah satu faktor sebuah perusahaan melakukan diversifikasi bisnis ke sektor properti. Menurut Anton, memiliki bisnis sektor properti merupakan cara untuk "membuktikan kemapanan" bagi perusahaan yang sudah mapan dan memiliki likuiditas berlebih.
Bagi perusahaan yang bisnis utamanya tidak bergerak di sektor properti, diversifikasi ke sektor tersebut menjadi salah satu simbol puncak kesuksesan. Selain itu, Anton menyebut bahwa faktor utama diversifikasi bisnis ke sektor properti adalah karena pada dasarnya bisnis properti selalu menguntungkan. “Aset properti itu berwujud, sehingga dapat dilihat orang. Memiliki gedung yang ikonik maupun sebuah landmark terlebih di lokasi terbaik dan mahal, juga bisa menjadi kebanggaan bagi perusahaan tersebut,” jelas Anton.
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti