tirto.id - “Selamat datang @ralineshah selaku direktur independen (komisaris) AirAsia Indonesia. Keragaman selalu menjadi mantra kita.”
Itulah ucapan yang disampaikan CEO AirAsia Tony Fernandes kepada Raline Shah melalui akun Instagram pribadinya. Artis kelahiran Jakarta ini resmi menjadi komisaris independen AirAsia Indonesia --maskapai berbiaya rendah asal Malaysia-- setelah mendapat persetujuan dari para pemegang saham PT Indonesia AirAsia.
Raline diharapkan dapat mendorong AirAsia agar semakin dekat dengan kaum muda atau generasi milenial yang menjadi salah satu target pasar AirAsia. Bagi Tony Fernandez, sosok Raline memenuhi permintaan perusahaan karena merupakan sosok perempuan yang muda, cerdas, berbakat dan independen.
“Saya yakin ia (Raline) akan dapat menawarkan perspektif segar terhadap situasi pasar menjelang rencana AirAsia Indonesia untuk melantai di bursa,” kata Tony.
- Baca juga: Sentuhan Tangan Perempuan di Jagat Teknologi
Sebagai komisaris independen, Raline akan bertugas mengawasi operasional serta kinerja perusahaan. AirAsia menjadi salah satu maskapai penerbangan yang memperhatikan keragaman dalam lingkungan kerjanya. Baik mereka yang berbeda latar belakang dan asal-usul hingga memberi kesempatan besar kepada perempuan untuk menduduki posisi penting dalam perusahaan yang didominasi kaum adam.
Dalam laporan CAPA Centre for Aviation yang berjudul Why Don't Women Run Airlines?, terungkap bahwa 94 persen perusahaan maskapai penerbangan dipimpin laki-laki. Sehingga, dengan menambah perempuan dalam perusahaan penerbangan, dianggap sebagai cara untuk mengecilkan gender gap dalam perusahaan.
Sebelum Raline, AirAsia juga sudah memiliki perempuan cerdas bernama Aireen Omar. Perempuan Malaysia berusia 40 tahun itu menduduki posisi penting sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Executive Director AirAsia Berhad.
Dari ratusan perusahaan maskapai penerbangan yang ada di dunia, hanya ada beberapa perusahaan yang dipimpin oleh perempuan. Persentasenya hanya sebesar 6 persen. Jumlah terbanyak terdapat di kawasan Asia Pasifik.
Selain sebagai CEO, peempuan juga menguasai hampir 25 persen posisi SDM. Ada juga yang menduduki posisi CFO, bagian pemasaran, komunikasi dan posisi dewan direksi yang jumlahnya mencapai sepertiga -- sisanya dikendalikan oleh lelaki.
Kawasan Asia Pasifik menjadi wilayah yang paling banyak memberi kesempatan kepada perempuan untuk menduduki posisi pemimpin di perusahaan penerbangan. Meski demikian, pada beberapa maskapai penerbangan, keterwakilan perempuan di jajaran eksekutif masih belum ada.
Di Eropa, hanya ada empat perusahaan penerbangan yang dipimpin perempuan. Salah satunya yakni pemimpin EasyJet, Carolyn McCall, yang berasal dari Inggris. Di Amerika Selatan jumlahnya malah lebih kecil yakni hanya tiga perusahaan. Jumlah itu sama seperti di kawasan Timur Tengah. Pemimpin TAM Airlines, Claudia Sender, adalah salah satu perempuan Brazil yang dipercaya memimpin perusahaan penerbangan.
Sedangkan di benua Afrika, hanya ada dua perusahaan yang dipimpin perempuan. Salah satunya adalah pemimpin ECAir, Fatima Beyina-Moussa, yang berasal dari Kongo. Meski masih jauh tertinggal jika dibandingkan jumlah pemimpin laki-laki, laporan McKinsey&Co menyebutkan bahwa representasi perempuan dalam peran eksekutif di perusahaan penerbangan mengalami peningkatan sebesar 30 persen pada 2011 dan 2013.
Selain kurang terwakilkan dalam jajaran eksekutif, kaum hawa juga minim yang mendapatkan posisi sebagai pilot atau pun sebagai teknisi pesawat. Sebagai pilot, jumlah perempuan hanya 5,44 persen, yang artinya 94,56 persen lainnya dikuasai laki-laki. Sedangkan perempuan yang menjadi teknisi pesawat hanya mengisi 2,2 persen.
Kecilnya keterwakilan perempuan sebenarnya bukan karena minimnya kesempatan bagi para perempuan. Sebenarnya banyak beasiswa yang ditawarkan bagi perempuan yang ingin menjadi pilot. Kesempatan berkarier di perusahaan penerbangan juga terbuka lebar bagi kaum hawa.
Masalahnya, menurut Sarina Houston, ahli di bidang penerbangan, masih ada anggapan jika penerbangan itu adalah bidangnya laki-laki. Hal ini, menurut Sarina, membuat sebagian perempuan enggan terjun ke bidang penerbangan karena dianggap bukan “lingkungan yang bersahabat” bagi perempuan.
- Baca juga: Menimbang Nakhoda Perempuan di Perusahaan
Selain itu, dalam dunia penerbangan yang dikuasai laki-laki, kinerja perempuan dianggap tak sebagus laki-laki. Misalnya, seorang pilot perempuan sangat jarang disandingkan dengan pilot perempuan lainnya saat menerbangkan pesawat, namun harus disandingkan dengan laki-laki.
Kepada RBTH, Ekaterina Telepun, pilot berusia 25 tahun asal Rusia, menceritakan jika pilot perempuan di Rusia dianggap sebagai suatu keanehan. Para pramugari juga menceritakan kepadanya bahwa para penumpang akan langsung terdiam jika mengetahui yang menjadi pilot adalah perempuan. Kendati demikian, belum ada penumpang yang memutuskan untuk keluar dari pesawat saat mengetahui sang pilot adalah perempuan.
Namun, para pemimpin perusahaan penerbangan yang sudah disebutkan di atas dapat menjadi bukti jika kaum hawa mampu bersaing dalam perusahaan penerbangan. Sehingga banyak maskapai kini mulai mempertimbangkan kehadiran perempuan di pos-pos penting perusahaan. Tak jarang ada yang mengungkapkan: “Kami membutuhkan lebih banyak perempuan dalam perusahaan penerbangan. Ini demi kemajuan perusahaan.”
Akan tetapi, Sarina mengingatkan bahwa kebutuhan akan keterwakilan perempuan dalam perusahaan juga harus tetap mempertimbangkan segi keterampilan serta kinerja.
“Kita tak mungkin membutuhkan lebih banyak perempuan dalam penerbangan hanya demi memenuhi kebutuhan akan perempuan (dalam perusahaan),” kata Sarina.
Untuk dapat memperkecil gender gap dalam perusahaan penerbangan, sudah tentu yang perlu ditunjukkan perempuan adalah kemampuan dalam memimpin, kinerja yang bagus dan keterampilan yang juga teruji.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Zen RS