Menuju konten utama

Lompatan Perempuan Indonesia di Pucuk Perusahaan

Indonesia menjadi negara dengan persentase jabatan senior di manajemen perusahaan yang dipegang oleh perempuan terbanyak di Asia Pasifik dan nomor dua di dunia.

Lompatan Perempuan Indonesia di Pucuk Perusahaan
Ilustrasi CEO perempuan. SHUTTERSTOCK

tirto.id - Anna Bissell tercatat sebagai Chief Executive Officer (CEO) perempuan pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS). Ia menjadi CEO dari Bissell Inc pada 1889 setelah suaminya Melville Bissell meninggal dunia.

Setelah era Anna Bissell, deretan CEO perempuan terus bermunculan. Nakhoda perusahaan oleh perempuan merambah ke bidang yang umumnya ditangani kaum Adam. Mary Barra dipercaya memimpin perusahaan otomotif terbesar dari Amerika Serikat, General Motors (GM).

Pada 2016, nama Mary Barra masuk dalam daftar perempuan paling berpengaruh dalam bisnis di dunia versi majalah Forbes. Ia juga berada di posisi kelima dalam daftar 100 perempuan paling berpengaruh di dunia pada tahun yang sama.

Indonesia juga punya para srikandi yang didapuk memimpin perusahaan. Misalnya Wendy Sui Cheng Yap, CEO dari PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk sejak 1998. Ada pula Shinta Widjaja Kamdani, CEO Sintesa Group, Parwati Surjaudaja yang menjadi CEO Bank OCBC NISP. Tiga perempuan ini juga masuk dalam perempuan berpengaruh di Asia versi Forbes.

Wendy, Shinta, Parwati hanya contoh saja bagaimana perempuan bisa berada di puncak karier di Indonesia. Namun, berdasarkan survei Grant Thornton 2015 proporsi kepemimpinan perempuan level manajemen senior di perusahaan Indonesia hanya sebesar 20 persen dan berada di bawah rata-rata global yakni 22 persen. Pada saat itu partisipasi perempuan di Indonesia di level menejemen senior juga berada di bawah negara-negara ASEAN. Thailand misalnya sudah 27 persen, Singapura 23 persen, dan Malaysia capai 22 persen.

Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengungkapkan bahwa budaya Indonensia masih sangat kuat dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang hierarki. Masih juga didominasi oleh sistem patrilineal. Hal ini menjadi penghambat perempuan dalam mencapai jabatan yang tinggi di dalam perusahaan.

“Padahal, negara-negara berkembang di Asia Pasifik, seperti Indonesia, secara historis mendapatkan banyak manfaat dari infrastruktur yang menjadi lokasi tinggal sanak saudara saling berdekatan. Sehingga, hal itu memungkinkan lebih banyak perempuan untuk pergi bekerja, Namun, kenyataannya malah tidak demikian,” katanya kepada Marketeers.

Namun, kini arah perubahan telah terjadi, dalam dua tahun terakhir justru ada tren lompatan jumlah perempuan Indonesia menempati posisi penting di perusahaan mereka.

Infografik Perempuan Dalam Perusahaan

Lompatan Besar

Berdasarkan laporan tahunan terbaru “Women in Business” 2017 yang dirilis oleh Grant Thornton, persentase perempuan Indonesia yang menjadi pemimpin di suatu perusahaan kini telah melonjak drastis.

Dari hasil survei global terhadap 5.500 perusahaan di 36 negara, sekitar 46 persen perempuan di Indonesia menempati jajaran atas di perusahaan pada 2017. Hal ini menempatkan Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara dengan persentase jabatan senior di manajemen perusahaan terbanyak di bawah Rusia yang memiliki 47 persen perempuan.

Posisi yang paling banyak dijabat oleh perempuan Indonesia adalah Chief Financial Officer (CFO) yang mencapai 20 persen. Kemudian posisi Chief Operating Officer (COO) sebanyak 14 persen, Chief Information Officer (CIO) sebanyak 8 persen, dan Chief Executive Officer (CEO) sebanyak 6 persen.

Capaian 2017 yang 46 persen telah meningkat drastis dibandingkan 2016 yang hanya mencapai 36 persen dan berada di posisi keenam dunia, di bawah Rusia dengan 45 persen, Filipina dan Lithuania dengan masing-masing 39 persen, Esthonia dan Thailand dengan masing-masing 37 persen.

Adanya peningkatan persentase ini menjadi penanda adanya kepercayaan kepada perempuan dalam memimpin sebuah perusahaan. Menurut laporan tersebut ini karena ada nilai lebih dari seorang perempuan, mengapa kemudian perempuan mulai dilirik sebagai pemimpin dalam perusahaan. Hasil surveinya, perempuan dan laki-laki memiliki cara pandang yang berbeda soal risiko dan peluang.

Pada umumnya perempuan akan meilihat suatu risiko dari berbagai aspek bisnis dan lebih berhati-hati dibandingkan laki-laki. Selain itu, perempuan juga cenderung melakukan peninjauan atau riset yang lebih dalam serta detil sebelum mengambil keputusan besar untuk perusahaan. Hadirnya perempuan pada suatu perusahaan akan menambah raga seperti pikiran dan pengetahuan.

“Ini cukup sederhana. Keragaman pemikiran, keragaman pengalaman dan keragaman pengetahuan semuanya membantu untuk memperluas pandangan kita terkait risiko dan peluang,” kata CEO Grant Thornton Johannesburg, Paul Badrick.

Peningkatan persentase pemimpin perempuan dalam perusahaan di Indonesia menunjukkan perempuan Indonesia mendapatkan tempat dan berkesempatan yang sama untuk meniti dan berkarya membangun perusahaan mereka.

Baca juga artikel terkait HARI KARTINI atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra