tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pertumbuhan ekonomi RI di kuartal III (Q3) 2020 kontraksi 3,49 persen sudah relatif lebih baik dari Q2 2020. Ia mengatakan hal itu juga membuktikan bahwa kontraksi terparah ekonomi RI senilai 5,32 persen di Q2 2020 sudah berlalu.
Sri Mulyani juga mengklaim perbaikan ini didorong keberhasilan pemerintah dalam menjaga konsumsi dan menggenjot belanja negara.
“Hal ini menunjukkan bahwa proses pemulihan ekonomi dan pembalikan arah turning poin dan dari aktivitas ekonomi nasional menunjukkan ke arah zona positif,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/11/2020).
Sri Mulyani mengatakan berbagai indikator sudah menunjukkan pergeseran posisi. Ia mencontohkan konsumsi rumah tangga dengan porsi 57,31 persen PDB hanya terkontraksi 4,04 persen lebih baik dari 5,52 persen di Q2 2020.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan porsi 31,12 persen PDB hanya terkontraksi 6,48 persen relatif lebih baik dari Q2 2020 8,61 persen.
Konsumsi pemerintah dengan porsi 9,69 persen PDB mampu tumbuh positif 9,76 persen padahal Q2 2020 terkontrkasi 6,9 persen.
“Ini didukung belanja pemerintah dalam perlindungan sosial meningkat sangat tajam. Konsumsi dari rumah tangga kelas menengah atas masih terbatas. ini dikarenakan kondisi COVID-19 memang belum berakhir,” ucap Sri Mulyani.
Ekspor yang menyumbang 17,47 persen PDB pun sudah sedikit membaik meski belum signifikan. Dari kontraksi 11,68 persen menjadi 10,82 persen. Sayangnya impor yang menyumbang 14,8 persen malah mengalami pemburukan menjadi kontraksi 21,86 persen dari Q2 2020 hanya terkontraksi 16,98 persen.
Secara sektoral, 10 dari 17 sektor masih mencatatkan pertumbuhan kontraktif. Namun Sri Mulyani bilang kontraksi mereka sudah relatif mengecil.
Ia mencontohkan sektor industri hanya terkontraksi 4,31 persen dari Q2 2020 yang terkontraksi 6,19 persen. Perdagangan hanya terkontraksi 5,03 persen dari sebelumnya terkontraksi 7,57 persen.
Konstruksi hanya terkontraksi 4,52 persen dari sebelumnya 5,39 persen. Transportasi pergudangan hanya terkontraksi 16,7 persen padahal Q2 2020 sempat menyentuh 30,80 persen.
Tren yang sama juga terekam dalam penerimaan perpajakan. Ia mencatat sektor-sektor ini sudah menyumbang pajak relatif lebih banyak dibandingkan Q2 2020.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz