tirto.id - PT Yarindo Farmatama (PT YF) mengklaim sebagai korban penipuan dari pemasok bahan bakunya yaitu CV Samudra Chemical (CV SC) dan CV Budiarta (CV BDT). Kedua perusahaan pemasok ini diduga memasok bahan baku pelarut propilen glikol (PG) yang ternyata mengandung etilen glikol (EG).
“Sejak awal kasus ini muncul, kami sudah menyampaikan bahwa PT Yarindo Farmatama adalah korban penipuan dari pemasok bahan baku kami,” kata Manager Bidang Hukum Vitalis Jebarus PT Yarindo Farmatama lewat keterangan tertulis, dikutip Jumat (11/11/2022).
Berdasar penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), 10 sampel bahan baku pelarut propilen glikol (PG) dari CV SC itu mengandung etilen glikol (EG) 4,69-99,09 persen. Sedangkan dua sampel bahan baku pelarut tersebut tidak terdeteksi EG.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menuturkan bahwa jalur distribusi bahan pelarut dari CV SC berhasil diidentifikasi oleh BPOM. CV SC ini merupakan pemasok (supplier) dari distributor kimia dari CV Anugrah Perdana Gemilang (CV APG).
Sedangkan CV APG, lanjut dia, merupakan pemasok utama untuk CV BDT. Dan CV BDT merupakan pemasok PG ke PT YF yang terbukti tidak memenuhi syarat. PT YF sebelumnya sudah mendapatkan sanksi pencabutan izin edar, pencabutan cara pembuatan obat yang baik (CPOB), dan sedang dalam proses untuk pemidanaannya.
“Hari ini pernyataan kami tersebut terbukti benar adanya. BPOM sudah mengumumkan adanya propilen glikol yang isinya [hingga] 99 persen etilen glikol di bahan baku CV Samudra Chemical, yang kemudian dijual ke CV Budiarta, lalu sampai ke pabrik kami,” tegas Vitalis.
Oleh karena itu, lanjut dia, PT YF kecewa dengan perilaku CV SC dan CV BDT karena telah menjual barang bahan baku propilen glikol yang tidak sesuai standar.
“Padahal kami memesan propilen glikol merek Dow Chemical dengan harga standar pharmaceutical grade (standar farmasi) yang jauh lebih mahal daripada yang industrial grade (standar industri). Tapi yang dikirimkan ternyata tidak sesuai dengan pesanan kami. Padahal segelnya utuh,” jelas Vitalis.
Dia menyebut bahwa selama ini PT YF memesan dan membeli PG dari CV BDT dengan harga mahal dan kualitas tertinggi. Sebab, menurut Vitalis, PT YF dalam memproduksi obat-obatan, tetap menjaga kualitas dan sama sekali tidak mau berkompromi dengan hal-hal yang akan merugikannya.
“Silakan dilihat bukti purchase order (PO/pesanan pembelian) kami, termasuk dengan harga yang kami bayarkan kepada CV Budiarta. Itu adalah harga untuk bahan baku propilen glikol dengan kualitas tertinggi. Kami tidak pernah berkompromi untuk menjaga kualitas obat yang kami produksi,” ujar dia.
Sebelumnya, BPOM telah menemukan dua perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirup mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas. Zat kimia berbahaya EG dan DEG tersebut diduga memicu kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak.
Kedua industri tersebut yakni PT YF dan PT Universal Pharmaceutical Industries. “Industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut propilen glikol mengandung EG dan DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama di Cikande Serang, dan PT Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara,” kata Penny dalam konferensi pers secara daring, Senin (31/10/2022).
Dia menjelaskan bahwa kedua industri tersebut telah mengubah bahan baku EG dan sumber pemasoknya tanpa melalui proses kualifikasi pemasok, serta pengujian bahan baku yang harusnya dilakukan oleh para produsen sesuai dengan ketentuan BPOM. Penny pun mengatakan patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar kesehatan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu.
“Sebagaimana dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 dan 98 ayat 2 dan ayat 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 miliar,” tutur dia.
Kemudian, lebih lanjut Penny, kedua perusahaan tersebut memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar peraturan perundangan sebagaimana pasal 62 ayat (1) dan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen. “Yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar,” pungkas dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri