tirto.id - Pengadilan Tinggi DKI menolak memori banding Komisi Pemberantasan Korupsi terkait perkara korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik yang dilakukan terdakwa Irman dan Sugiharto. Majelis juga menolak memori banding Jaksa Penuntut Umum KPK mengenai keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara tersebut.
"Majelis hakim tingkat banding berpendapat keberatan-keberatan JPU pada KPK yang termuat dalam memorinya poin a sampai c tidak beralasan untuk dipertimbangkan, sedangkan keberatan di poin d dan e majelis tingkat banding sudah mempertimgbankan di atas yang mana para terdakwa dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti," demikian keputusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (8/11/2017).
Putusan ini bernomor 33/Pid.Sus-TPK/2017/PT DKI dan diketok majelis hakim yang diketuai Ester Siregar pada Kamis (2/11).
Baca juga: Berbagai Skandal yang Membelit Setya Novanto
Adapun butir a-c memori banding JPU adalah:
a. Menyatakan Setya Novanto dan Drajat Wisnu Setyawan sebagai kawan peserta
b. Menetapkan nama-nama sebagaimana tersebut dalam uraian di atas sebagai pihak yang diuntungkan karena perbuatan terdakwa
c. Menyatakan tidak mempertimbangkan pencabutan BAP Miryam S Haryani dan tetap menggunakan keterangan Miryam S Hariyani yang diberikan di depan penyidik sebagai alat bukti yang sah Majelis hakim diketuai oleh Ester Siregar dengan anggota Elnawisah, I Nyoman Sutama, Hening Tyastanto dan Rusydi menilai bahwa Irman dan Sugiharto adalah pelaku utama.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta persidangan dapat disimpulkan bahwa kedua terdakwa merupakan pelaku utama dimana sangat berperan dalam tahapan perencanaan anggaran, tahap pelelangan pekerjaan dan tahapan pelaksanaan proyek E-KTP," kata majelis hakim.
Dalam putusan itu juga disebutkan karena kedua terdakwa bertindak sebagai pelaku utama dalam perkara a quo para terdakwa tidak berhak mendapat perlakuan khusus berupa keringanan masa hukuman.
Namun, majelis hakim memperberat hukuman terhadap Irman dan Sugiharto terkait uang pengganti. Irman dihukum membayar uang pengganti 500 ribu dolar AS dan Rp 1 miliar, dikurangi 300 dolar AS, yang telah dikembalikan ke KPK.
Sedangkan untuk Sugiharto, dihukum uang pengganti sebesar 450 ribu dolar AS dan Rp 460 juta dikurangi 430 ribu dolar AS dan sebuah mobil senilai Rp 150 juta yang telah dikembalikan ke KPK.
Ada pun hukum penjara tak berbeda dengan vonis di tingkat pertama. Irman divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Sugiharto divonis 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
20 Juli 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman untuk Irman dan Sugiharto. Hakim menilai, kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Vonis hakim kepada kedua terdakwa sama dengan tuntutan JPU KPK, yang meminta Irman dihukum tujuh tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dolar Singapura subsider dua tahun penjara.
Kepada Sugiharto, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider satu tahun penjara.
====
Artikel ini merupakan ralat artikel sebelumnya yang berjudul "PT DKI Sebut Novanto dalam Putusan Banding EKTP". Redaksi meminta maaf karena kurang cermat dalam membaca keputusan dari PT DKI.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih