Menuju konten utama

PSI: Mending WFH Bergantian Daripada Aturan Jam Kerja di Jakarta

Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta menilai kebijakan kerja dari rumah atau WFH secara bergantian masih jadi solusi yang jitu untuk mengurai kemacetan.

PSI: Mending WFH Bergantian Daripada Aturan Jam Kerja di Jakarta
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Daan Mogot, Jakarta, Senin (13/2/2023). ANTARA FOTO/Fauzan/nym.

tirto.id - Sekretaris Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana menilai lebih baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuat kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara bergantian. Hal itu dinilai lebih baik daripada aturan jam masuk kerja di Ibu Kota.

Menurut William, usulan mengatur jam masuk kerja untuk mengurai kemacetan di Jakarta merupakan usulan yang bagus, tetapi kompleks untuk direalisasikan.

Hal itu disampaikan menanggapi rencana Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang akan menerapkan aturan jam masuk kerja pukul 08.00 dan 10.00 WIB.

"Idenya bagus, tapi eksekusi dan pengawasannya akan sulit, ada ratusan kantor di Jakarta, kebijakannya akan terlalu kompleks untuk diawasi dan dilaksanakan," kata William melalui keterangan tertulis, Senin (8/5/2023).

Belum lagi, kata William, pengaturan jam kerja hanya dilakukan saat masuk saja dan para pekerja akan pulang di waktu yang hampir sama.

"Bisa dipastikan macet tetap terjadi karena mereka pulang di waktu yang sama," ucapnya,

Anggota Komisi A DPRD DKI ini menilai kebijakan kerja dari rumah atau WFH secara bergantian masih jadi solusi yang jitu untuk mengurai kemacetan.

William meminta Pemprov DKI Jakarta mulai mempertimbangkan usulan WFH secara bergantian di kantor-kantor kawasan Ibu Kota agar tercipta pengurangan macet yang signifikan.

"Lebih baik kantor-kantor dihimbau untuk kerja secara hybrid WFH dan WFO secara bergantian. Ketika ada yang WFH jalanan akan lebih lengang karena sebagian warga kerja di rumah," ujarnya.

Baca juga artikel terkait JAM KERJA DKI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan