tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah terkait kebijakannya membebaskan 37.000 narapidana melalui program asimilasi dan integrasi. Kebijakan yang dikeluarkan melalui Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dinilai meresahkan masyarakat, khususnya di daerah Solo, Jawa Tengah.
Yasonna digugat ke pengadilan oleh Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Ketidak-adilan Independen (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H).
"Benar, didaftarkan kemarin [Kamis 23 April 2020] di Pengadilan Negeri Surakarta," kata Ketua Yayasan Mega Bintang Boyamin Saiman kepada Tirto, Jumat (24/4/2020).
Pertama, Yasonna digugat lantaran memerintahkan dan mengizinkan Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah untuk mengizinkan Kepala Rutan Solo melepaskan napi dari Rutan Solo. Kemudian mengizinkan dan memerintahkan Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah untuk melepaskan napi di seluruh daerah tersebut tanpa adanya pengawasan sehingga berdampak pada meningkatnya kejahatan di Solo.
"Mengizinkan dan memerintahkan keluar napi seluruh Indonesia dan tidak melakukan pengawasan yang kemudian Napi tersebut datang ke Solo dan melakukan kejahatan di Solo," ucapnya.
Selain Yasonna, Kepala Rutan Solo, Jawa Tengah juga digugat karena telah melepaskan napi yang diduga tidak memenuhi syarat program asimilasi. Serta Karutan Solo juga dianggap tidak melakukan pengawasan kepada seluruh napi sehingga kembali melakukan kejahatan di masyarakat.
Napi yang ikut asimilasi itu, ternyata kembali melakukan tindak pidana, dan menimbulkan keresahan masyarakat di tengah pandemi COVID-19 ini. Rakyat sekarang menghadapi dua masalah, pertama maraknya tindak kejahatan, dan kedua pandemi Covid-19.
Kemudian pihaknya juga menggugat Kakanwil KemenkumHam Jawa Tengah karena mengizinkan Karutan Solo melepaskan napi Rutan Solo.
"Mengizinkan dan melepaskan napi seluruh Jateng namun tidak melakukan pengawasan sehingga kemudian berbuat jahat di Solo," tuturnya.
Boyamin mengatakan petitum dalam gugatan tersebut yaitu membatalkan asimilasi dan menarik kembali semua napi yang dilepaskan, kecuali yang memenuhi persyaratan berkelakuan baik hasil psikotest.
"Setidak-tidaknya para tergugat melakukan pengawasan ketat sehingga para napi tidak berulah lagi," tegasnya.
Untuk sementara, Boyamin mengatakan pihaknya baru mengajukan gugatan ke Pengadilan Surakarta, Jawa Tengah, meski memang peraturan ini untuk diterapkan di seluruh lapas dan rutan di Indonesia. Boyamin meyakini bila gugatannya ini dikabulkan, secara otomatis akan berlaku di seluruh Indonesia.
"Karena gugatan di Solo, maka fokus yang Solo. Toh kalau dikabulkan, otomatis akan berlaku di seluruh Indonesia," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto