tirto.id - Yahya Sinwar resmi menggantikan Ismail Haniyeh sebagai pemimpin Hamas. Pengumuman Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas yang baru disampaikan oleh Hamas melalui pernyataan singkat, Selasa (6/8/2024).
“Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan terpilihnya Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan tersebut, menggantikan Komandan Ismail Haniyeh yang telah wafat, semoga [Tuhan] mengasihaninya,” kata kelompok itu, seperti yang dikutip dari Al Jazeera.
Yahya Sinwar selama ini masuk target buruan Israel dan dituding sebagai dalang di balik aksi serangan 7 Oktober 2023.
Daniel Hagari, juru bicara Israel Defense Forces (IDF) alias Pasukan Pertahanan Israel pernah menyebut akan terus memburu Yahya Sinwar dalam keadaan hidup atau mati.
Menurut laporan The Times of Israel pada 13 Februari 2024, militer Israel sempat merilis rekaman video yang menunjukkan Yahya Sinwar dan anggota keluarganya sedang berjalan melewati terowongan bawah kota Khan Younis, Gaza.
Anggota keluarga yang ikut serta terdiri dari istri dan tiga anak, termasuk saudara laki-laki bernama Ibrahim. Ynetnews Channels menyebutkan rekaman video yang dirilis IDF itu menampilkan Yahya Sinwar bersama istri yang bernama Samar Abu Zamar dan ketiga anak, pasca serangan 7 Oktober 2023.
"Satu video atau video lain tidak penting. Yang utama adalah informasi intelijen yang memungkinkan untuk menjangkau para pejabat senior Hamas dan sandera. Perburuan Sinwar tidak akan berhenti sampai kami menangkapnya, hidup atau mati," tutur Daniel Hagari.
Pasca terbunuhnya pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024), nama Yahya Sinwar kini muncul sebagai salah satu calon pengganti Haniyeh.
Profil Yahya Sinwar: Target Israel Berikutnya?
Yahya Sinwar lahir di sebuah kamp pengungsi Khan Younis, Jalur Gaza, pada 29 Oktober 1962. Keluarga Sinwar merupakan pengungsi asal Ashkelon yang terpaksa menyingkir selama Perang Arab-Israel tahun 1948.
Menurut keterangan Britannica, Yahya Sinwar pernah kuliah di Universitas Islam Gaza jurusan bahasa Arab dan aktif ikut organisasi pergerakan Palestina hingga berujung penahanan.
Pada 1985, ia terlibat pembentukan Munaẓẓamat al-Jihād wa al-Da'wah (al-Majd). Ini adalah organisasi pemuda Islam yang bertugas mencari tahu informan Palestina yang telah direkrut Israel.
Setelah pembentukan Hamas, al-Majd lalu menjadi salah satu pasukan keamanan yang dilengkapi senjata. Sinwar sempat ditahan Israel dan dijatuhi hukuman seumur hidup dengan tuduhan aksi pembunuhan terhadap warga Palestina yang menjadi informan Israel.
European Council on Foreign Relations dalam Mapping Palestinian Politics menuliskan Yahya Sinwar menjadi pemimpin Hamas di Gaza dan termasuk anggota Politbiro sejak 2017.
Sinwar adalah salah satu tokoh utama yang menghubungkan politbiro Hamas dengan sayap bersenjata Brigade Izz al-Din al-Qassam (IQB). Laporan yang sama menyebutkan Sinwar bakal menghukum pihak yang menghalangi proses rekonsiliasi dengan Fatah.
Salah satu usahanya ialah mengirim utusan untuk menemui pemimpin Fatah, Mahmoud Abbas. Ia berharap dapat menjadikan Brigade Izz al-Din al-Qassam sebagai pasukan keamanan nasional Palestina di bawah kendali Otoritas Palestina.
Selama ini, Yahya Sinwar katanya sudah dipenjara Israel sepanjang 24 tahun. Sinwar juga termasuk bagian tukar tahanan atas pembebasan tentara Israel Gilad Shalit oleh Hamas pada 2011. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengklaim Sinwar masuk daftar Specially Designated Global Terrorist (SDGT).
Le Monde pada 29 Mei 2024 mewartakan pria 62 tahun itu dituding sebagai dalang di balik aksi serangan 7 Oktober 2023 di Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pasukan militernya terus memburu keberadaan Sinwar hingga menilainya sebagai orang yang sudah mati.
Apakah ada kaitan antara Yahya Sinwar dengan Iran dan Syiah? Berdasarkan Jerusalem Center for Public Affairs, selama ini sikap Sinwar dengan Iran tidak jauh beda dengan pendahulunya, seperti Syekh Ahmed Yassin.
Kendati mereka termasuk menentang aliran Syiah Iran, Sinwar bersama Syekh Ahmed Yassin maupun Hamas yang berhaluan Sunni tetap menjalin hubungan baik dan berkolaborasi dengan Iran lewat tujuan sama: anti-Israel.
Berdasarkan pemberitaan Wall Street Journal sebagaimana mengutip Tehran Times, Yahya Sinwar pernah menyinggung peristiwa pembantaian Karbala di Irak 680 Masehi.
"Kami memiliki orang-orang Israel tepat di tempat yang kami inginkan. Kami memiliki kemampuan untuk terus bertempur selama berbulan-bulan," ucap Sinwar menyikapi aksi genosida yang terus-terusan dilakukan Israel di Gaza.
Lantas, Sinwar mulai membandingkan pembantaian Israel di Gaza dengan pertempuan Karbala yang menewaskan Imam Hossein, Imam Syiah ketiga, bersama 72 pasukannya.
"Kita harus bergerak maju di jalan yang sama dengan yang kita mulai atau membiarkannya menjadi Karbala yang baru," tegas Sinwar.