Menuju konten utama

Profil Ismail Haniyeh Pemimpin Hamas: Dibunuh Israel di Iran?

Profil Ismail Haniyeh Pemimpin Tinggi Hamas yang diduga dibunuh oleh Israel di kediamannya, Teheran, Iran, Rabu (31/7/2024).

Profil Ismail Haniyeh Pemimpin Hamas: Dibunuh Israel di Iran?
Ismail Haniyeh, kepala kantor resmi Hamas yang baru terpilih, memperhatikan aksi duduk mendukung tahanan Palestina yang menjalani mogok makan di penjara Israel, di Kota Gaza, Senin (8/5). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem

tirto.id - Kabar meninggalnya Pemimpin Tinggi Hamas Ismail Haniyeh menuai sorotan publik. Ismail Haniyeh tewas terbunuh di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7/2024), waktu setempat.

Peristiwa meninggalnya Haniyeh telah dikonfirmasi oleh Hamas. Mengutip Reuters, kelompok Hamas mengklaim bahwa Israel bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.

Lebih lanjut, Hamas menyebut bahwa pembunuhan terhadap Haniyeh digambarkan sebagai "eskalasi parah". Mereka menegaskan bahwa pembunuhan Haniyeh tidak akan mencapai tujuan apa pun.

Kabar kematian Haniyeh juga telah dibenarkan oleh militer Iran Korps Garda Revolusi Islam. Pihaknya mengatakan akan melakukan penyelidikan terkait pembunuhan Haniyeh.

"Pagi ini, kediaman Ismail Haniyeh di Teheran diserang, yang mengakibatkan dia dan salah satu pengawalnya tewas. Penyebabnya masih diselidiki dan akan segera diumumkan," kata Garda Revolusi Islam.

Pembunuhan Pemimpin Hamas hanya berselang beberapa jam setelah upacara pelantikan Presiden Masoud Pazeshkian yang menang Pilpres Iran 2024. Peristiwa ini menyita perhatian Pemerintah Iran yang cenderung mendukung Hamas sejak perang dengan Israel 9 bulan lalu.

Profil Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

Ismail Haniyeh adalah pria kelahiran Jalur Gaza, 29 Januari 1962. Haniyeh menikah dengan Amal Haniyeh dan dikaruniai 13 orang anak.

Mengutip Britannica, ia lahir di barak pengungsian Al-Shati, salah satu lokasi pengungsian tertua di Gaza, yang berdiri saat Perang Arab-Israel 1948.

Tumbuh di kamp pengungsian, membuat Haniyeh mengalami kesulitan dan penderitaan warga Palestina dalam mendapatkan negara. Hal itu membuatnya bertekad merebut kemerdekaan untuk Palestina.

Haniyeh kecil menempuh pendidikan di sekolah yang dikelola oleh organisasi yang khusus memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat Palestina, UNRWA.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Haniyeh melanjutkan pendidikan ke Universitas Islam Gaza untuk mempelajari sastra Arab. Haniyeh mulai terlibat politik dan kelompok pergerakan nasional sejak kuliah.

Ia bergabung dengan kelompok perkumpulan mahasiswa Islam yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Haniyeh bahkan terpilih menjadi pemimpin kelompok tersebut.

Ikhwanul Muslimin sendiri adalah organisasi politik dan keagamaan dari Mesir. Organisasi ini dipercaya punya andil dalam memberikan dukungan bangsa Mesir untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Maret 1946.

Jelang akhir 1980-an, Israel mengeluarkan peraturan yang membatasi mobilitas masyarakat Palestina di Jalur Gaza. The Middle East Research and Information Project (MERIP) mencatat bahwa masyarakat Palestina dilarang keluar pengungsian.

Kondisi ini menyebabkan banyak orang kesulitan mengakses makanan dan air, sehingga terjadi kelaparan. Tekanan dari Israel, menyebabkan munculnya kelompok pergerakan untuk melawan Israel, salah satunya Hamas.

Hamas berdiri pada 1988 dan Haniyeh menjadi salah satu anggota yang berperan dalam pendirian tersebut. Ia dikenal sebagai tangan kanan pemimpin spiritual Hamas, Syekh Ahmed Yassin.

Haniyeh memiliki hubungan yang dekat dengan Ahmed Yassin dan menjadi orang kepercayaannya. Haniyeh kemudian dipilih menjadi sekretaris pribadi Yassin pada 1977 dan punya peran penting dalam keberlangsungan organisasi.

Haniyeh dan Yassin sama-sama menjadi target pembunuhan Israel pada 2003. Yassin terbunuh pada 2004, sementara Haniyeh selamat. Dua tahun kemudian Haniyeh maju dalam pemilihan legislatif Palestina.

Ia memenangkan mayoritas suara publik dan diangkat menjadi Perdana Menteri Otoritas Palestina 2006. Sayangnya, kemenangan Haniyeh menimbulkan respons keras dari barat.

Kondisi ini mengakibatkan banyak negara menghentikan bantuan mereka untuk Palestina dan memicu masalah finansial di pemerintahan Haniyeh.

Beberapa bulan kemudian, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memecat Haniyeh dan membubarkan pemerintahannya. Ia kemudian mengambil alih sebagai pemimpin tertinggi Hamas di Jalur Gaza.

Selama Haniyeh memimpin Hamas di Gaza, ia menerapkan blokade dan sanksi terhadap Israel. Blokade tersebut semakin membuat Israel memberikan respons agresif terhadap Hamas yang berlangsung hingga saat ini.

Haniyeh sempat mundur dari jabatan pemimpin Hamas pada 2014. Hal ini ia lakukan agar Hamas bisa bergabung dengan Fatah. Hal ini terwujud pada 2017, di mana Yahya Sinwar menjabat sebagai Perdana Menteri Hamas-Fatah, sedangkan Haniyeh menjadi kepala biro politik Hamas.

Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza pada 2019. Ia pindah ke beberapa negara, termasuk Turki, Qatar, dan Iran untuk memulai diplomasi Hamas di luar negeri. Haniyeh terbunuh pada 31 Juli 2024, di kediamannya di Teheran, Iran.

Haniyeh menyusul tiga putranya yang juga terbunuh dalam perang melawan Israel. Ketiga putranya juga aktif di kegiatan militer Hamas dan telah terbunuh sebelum dirinya adalah Hazem, Amir, dan Mohammad.

Baca juga artikel terkait PROFIL atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya