tirto.id - Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jatisampurna, Bekasi, pada Selasa (25/7/2023).
Penangkapan dilakukan di sebuah restoran soto. Henri menjadi tersangka dugaan suap yang turut melibatkan dua orang dari pihak swasta yang juga dicokok secara OTT.
Tersangka lain tersebut adalah Marilya selaku Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, dan Roni Aidil yang menjabat Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama. Keduanya memberikan suap pada Henri agar dapat diatur sebagai pemenang lelang pengadaan barang di Basarnas.
Ketiga tersangka akan menjalani masa penahanan 20 hari pertama mulai 26 Juli hingga 14 Agustus 2023 untuk penyidikan.
Selain itu, KPK juga menetapkan Mulsunadi Gunawan sebagai tersangka, yang merupakan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati.
Gunawan diduga meminta Marilya untuk memberi suap Rp999,7 juta pada orang kepercayaan Henri, yaitu Letkol Adm Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin). Gunawan belum mendatangi kantor KPK untuk memenuhi panggilan.
Dalam kasus suap Kepala Basarnas terbaru ini, nilai transaksi mencapai Rp14,09 miliar. Suap sebesar Rp9,99 miliar diberikan Marilya dan Gunawan untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan. Sisanya sebanyak Rp4.1 miliar diberikan Roni pada proyek Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha.
Pada semua proyek tersebut, kesepakatan dilakukan secara pribadi antara Henri dan Afri dengan para penyuap. Kesepakatan fee yang harus disetor ke Henri dan Afri kurang lebih 10 persen dari nilai kontrak.
Profil Henri Alfiandi
Marsekal Madya Henri Alfiandi adalah Kepala Basarnas periode 2021-2023. Dirinya memiliki latar belakang sebagai purnawirawan TNI Angkatan Udara (TNI AU). Kiprahnya di TNI AU diawali dengan menjadi alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) pada 1988.
Pria kelahiran 24 Juli 1965 ini memiliki jabatan terakhir Asops Kasau. Tanda pangkat terakhir yang disematkan berupa Marsekal Madya TNI yang diteri pada 4 Februari 2021 lalu.
Setelah lulus AAU, Henri melanjutkan pendidikan militer di Sekkau (1997), Seskoau (2003), Lehrgang, dan Sekolah Penerbangan TNI AU (2005-2010). Henri juga sempat mengenyam pendidikan di LGAI Jerman (2007), The Legion of Merit (2012), Sesko TNI (2023), dan US Air War College/Lemhanas (2015)
Suami dari Santi Pratiwi tersebut mengisi berbagai jabatan selama berkarier di TNI AU. Lima jabatan terakhirnya adalah Kaskoopsau, Pangkoopsau, Danseskoau, Asops Kasau, dan Kepala Basarnas. Sayangnya, jelang berakhirnya masa jabatan sebagai Kepala Basarnas justru Henri diduga terlibat kasus korupsi.
Harta Kekayaan Henri Alfiandi
Harta yang dimiliki Henri menurut data dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari KPK senilai Rp10.973.754.000 (Rp10,97 miliar). Kekayaan tersebut merupakan harta yang dilaporkan pada Maret 2023. Dari angka tersebut berupa harta tidak bergerak senilai Rp4,82 miliar.
Henri diketahui mempunyai 5 bidang tanah dan bangunan di Pekanbaru dan Kampar. Dia juga mempunyai kendaraan Nissan Grand Livina tahun 2012 (Rp60 juta), Fin Komodo IV tahun 2019 (Rp60 juta), hingga Honda CRV tahun 2017 (Rp275 juta). Tidak tanggung, Henri memiliki pesawat terbang Zenit STOL tahun 1019 senilai Rp650 juta.
Jumlah harta dalam bentuk kas atau setara kas yaitu Rp4.056.154.000. Harta bergerak lain yang tidak dirinci berjumlah Rp452.600.000. Total harta terakhir adalah Rp10.973.754.000 tanpa adanya utang kepada pihak lain.
Jika kasus korupsi yang menimpa Henri dan Afri nantinya terbukti benar, kekayaannya dari jalan haram cukup besar. Henri dan Afri diduga sudah menjalankan aksi suap selama dua tahun. KPK menaksir suap yang diterima dalam kurun waktu tersebut berjumlah Rp88,3 miliar yang didapatkan dari berbagai vendor pemenang proyek.
Dalam penanganan kasus suap Henri dan Afri ini, KPK mendalami dengan membentuk tim gabungan penyidik KPK dan Puspom Mabes TNI. Penegakan hukum keduanya diserahkan pada pihak TNI sesuai kewenangan seperti diatur dalam undang-undang.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra