tirto.id - Ketua Paguyuban Industri Etanol Desa Bekonang Sabariyono mengaku menunggu keputusan pemerintah ihwal Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol, tapi ia berpendapat aturan itu menyasar minuman keras.
"Kalau memang merugikan, itu kehendak pemerintah. Kami ikuti saja seperti apa. Kami ini memproduksi alkohol medis, bukan minuman beralkohol," ucap dia ketika dihubungi Tirto, Minggu (15/11/2020). Ia malah mempertanyakan apakah alkohol medis dapat dipertautkan dengan minuman keras.
Jenis minuman beralkohol di Indonesia banyak, apalagi ada jasa impor. Bila impor minuman itu terus berlangsung, kata Sabariyono, mengapa minuman asli negeri ini malah ingin diberantas? "Itu lucu," sambung Sabariyono. Para perajin di desanya berlegalitas membuat alkohol medis, jika ada perajin yang menyalahgunakan izin dengan cara menjual ciu, maka harus ditanggung masing-masing.
Sebelum menjadi alkohol 90 persen, maka harus melewati tahapan ciu. Dalam pembuatan, tetes tebu harus melalui proses peragian atau fermentasi, kemudian dipanaskan dan disuling hingga menjadi ciu dengan kandungan alkohol sekira 30 persen. Bagi 'perajin bandel' barang inilah yang dijual untuk dikonsumsi publik.
Sabariyono berujar dia bertanggung jawab untuk memberikan penyuluhan kepada perajin agar hasil produksi sesuai dengan izin, dan memperingatkan agar tak membuang limbah ke saluran irigasi yang dapat merusak sungai Bengawan Solo.
Politikus PPP Illiza Sa'aduddin Djamal merupakan salah satu pengusul RUU tersebut. Dia adalah mantan Wali Kota Banda Aceh yang getol menerapkan Perda Miras. Illiza juga mendukung sekaligus kerap menjadi saksi penerapan hukuman cambuk di Aceh. Ia adalah pejabat lama di Banda Aceh. Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banda Aceh (2004-2006).
Setelah itu, Illiza menjadi Wakil Wali Kota Banda Aceh selama dua periode 2007-2012 dan 2012-2014. Pada pertengahan periode keduanya, ia naik menjadi Wali Kota Banda Aceh hingga 2017. Selama Pemerintahannya di Banda Aceh, Illiza salah satu pejabat yang getol mengkampanyekan dan menerapkan Perda Minuman Keras di sana. Kementerian Dalam Negeri bahkan menyebut bahwa itu “Perda intoleran.”
Di ranah legislatif nasional, Illiza menjadi salah satu pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol yang banyak menuai kritik dari publik. RUU ini sebenarnya sudah diajukan sejak 24 Februari lalu, namun Baleg DPR baru menerimanya pada 17 September lalu. Akhirnya, rapat pembahasan awal baru dijadwalkan pada 10 November.
Anggota Badan Legislasi DPR Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo menyatakan RUU ini berpotensi melanggar keanekaragaman dan kebhinekaan Indonesia. Pasalnya, minuman beralkohol juga dikonsumsi di wilayah-wilayah tertentu oleh penganut keyakinan dan agama tertentu untuk kepentingan ritual.
Contohnya Bali, Sumatera Utara, hingga Papua. “Indonesia mayoritas muslim, iya. Saya juga muslim. Tetapi kedudukannya tidak bisa dipersamakan,” kata dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri