tirto.id -
"Inilah perlunya yang namanya pengamanan alat-alat yang sangat berguna untuk mendeteksi baik gempa maupun tsunami sehingga kita juga memerlukan kesadaran bersama masyarakat," kata Presiden Joko Widodo di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Nasional (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebut pendeteksi tsunami yang disebut buoy itu rusak karena vandalisme dan hilang dicuri sejak 2012.
"Agar alat-alat seperti itu tidak dirusak atau tidak diambil karena alat ini sangat berguna sekali. Saya perintahkan agar alat ini diperbaiki kemudian diawasi dan dijaga karena itu alat yang sangat penting dalam mendeteksi kejadian yang akan sangat terjadi," tegas Presiden.
Alat yang disebut Sutopo tersebut adalah Deep-Ocean Tsunami Detection Buoys. Perangkat ini digunakan untuk mendeteksi perubahan permukaan air laut.
Sutopo mengatakan kondisi tersebut memperlemah mitigasi atau upaya preventif pemerintah mencegah munculnya korban jiwa saat gelombang tsunami menerjang daratan.
Padahal alat deteksi tsunami berteknologi tinggi itu seharusnya dipasang di sepanjang kawasan pesisir Indonesia yang rawan bencana.
Indonesia tadinya memiliki 21 buoy. Sebanyak 10 unit pendeteksi itu diberikan pemerintah Jerman senilai sekitar Rp610 miliar.
Sementara itu, tiga buoy lainnya didapat Indonesia dari Amerika Serikat dalam sistem Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan seluruh alat deteksi tsunami tersebut kini tak lagi berfungsi. Anggaran yang terbatas diklaim sebagai salah satu pemicu persoalan itu.
Buoy yang pernah terpasang di Indonesia tidak dikelola BMKG melainkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Ketiadaan buoy mengharuskan BMKG memprediksi potensi tsunami pasca gempa berdasarkan metode pemodelan. Artinya, perkiraan tsunami itu dihitung dalam perangkat lunak, berdasarkan pusat kedalaman dan magnitudo gempa.
Gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) sore. Gempa tersebut mengakibatkan sedikitnya korban tewas 1.234 jiwa.
Gubernur Sulteng Longki Djanggola sudah menerapkan masa tanggap darurat bencana di provinsi itu selama 14 hari berlaku sejak 28 September hingga 11 Oktober 2018. Daerah yang terdampak meliputi kota Palu, kabupaten Donggala, kabupaten Sigi dan kabupaten Parigi Moutong.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri