Menuju konten utama

Praktik Bisnis Percaloan Buruh Magang di Bekasi

Peraturan pemagangan menjadi celah bisnis bagi pabrik untuk menerapkan upah buruh murah. Pabrik-pabrik memanfaatkan aturan ini dengan menggandeng agen tenaga kerja.

Praktik Bisnis Percaloan Buruh Magang di Bekasi
Kawasan industri M2100 di Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat. Tirto/Andrey Gromico

tirto.id - Rumah itu bertingkat dua dan terletak di samping Kantor Desa Wangun Harja, Cikarang Utara, Bekasi. Di depannya, jejeran mobil sport, minibus, dan truk terparkir rapi. Sekilas rumah itu bukanlah sebuah kantor perusahaan.

Namun, bagi para buruh dan warga desa, rumah itu dikenal sebagai kantor penyalur tenaga kerja berbayar bernama PT Cikarang Nusantara.

“Iya, itu yayasan pencari kerja,” kata Oyon, ketua RT setempat, Jumat pekan lalu.

Kami mendatangi rumah itu setelah melakukan serangkaian wawancara dengan para pekerja magang di kawasan industri MM2100, Cikarang Barat. Mereka merasa diperas dan diiming-imingi oleh PT Cikarang Nusantara. Baik buruh dan korban yang kami temui menyebut nama perusahaan itu sebagai pemain besar praktik percaloan tenaga kerja di kawasan industri di Bekasi tersebut.

PT Cikarang Nusantara mengklaim diri bergerak dalam bidang perdagangan, limbah, jasa transportasi, dan jasa kebersihan. Namun, perusahaan itu lebih dikenal sebagai agen penyalur tenaga kerja dan pemain limbah pabrik.

Pemiliknya bernama Haji Enjum. Ia tersohor seantero Cikarang dan pebisnis limbah sekaligus penyedia jemputan pegawai pabrik di kawasan industri. Haji Enjum memiliki tiga gudang yang digunakan sebagai penampungan limbah pabrik. Limbah itu berupa besi-besi bekas dari perusahaan manufaktur yang lantas dijual kembali kepada pabrik peleburan baja.

Dul, 22 tahun, korban PT Cikarang Nusantara, bercerita bahwa ia harus membayar Rp800 ribu agar bisa bekerja di sebuah pabrik di kawasan industri MM 2100. Uang pelicin itu ia serahkan kepada karyawan PT Cikarang Nusantara bernama Dede saat melamar pekerjaan.

Tak butuh waktu lama buat Dul mendapatkan pekerjaan. Hanya sehari setelah ia mendatangi kantor milik Haji Enjum. Ia lantas dipanggil bagian personalia PT Setia Guna Sejati, vendor dari Yamaha Motor.

Sayang, alih-alih mendapatkan pekerjaan, Dul malah terjebak dengan perjanjian kerja sebagai pekerja magang di PT Setia Guna Sejati.

Upahnya tak seperti buruh kebanyakan. Dul hanya menerima Rp110 ribu per hari.

“Saya sama sekali tak memegang kontrak kerja, surat kontrak ditandatangani di CN (Cikarang Nusantara),” ujar Dul saat berbincang dengan kami, Jumat pekan lalu.

Nama Dul kami pakai sebagai nama samaran demi menjaga keselamatan dan menghindari pemecatan mengingat statusnya sangat rentan di tempat kerja sebagai pegawai magang. Seraya menyesal, Dul berkali-kali menyebut upahnya tak layak sebagai buruh.

Apalagi ia baru mengetahui jika PT Cikarang Nusantara melakukan pemotongan dari upah yang ia terima. Seharusnya, kata Dul, upahnya setiap bulan mencapai Rp3,9 juta sesuai upah minimum Kabupaten/Kota Bekasi yang disetujui Maret lalu.

“Kalau kontrak perusahaan gajinya Rp3,9 juta,” ujar Dul, memelas.

Selain Dul, korban lain menjadi pekerja magang melalui PT Cikarang Nusantara adalah Hen, 20 tahun, juga nama samaran. Pemuda asal Jawa Tengah itu tertipu PT Cikarang Nusantara karena tergiur mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai pabrik di kawasan MM2100.

Hen juga bekerja di PT Setia Guna Sejati. Ia pekerja magang yang dibayar harian. Gajinya sama seperti Dul, hanya Rp110 ribu/ hari. Hen tak meneken perjanjian kerja, hanya menerima satu baju berlogo perusahaan ketika diterima bekerja di perusahaan manufaktur tersebut.

“Waktu dipanggil di-briefing di PT CN dan dikasih satu baju,” kata Hen.

Selain Dul dan Hen, ada juga Mei yang jadi korban penipuan perusahaan pencari kerja di Cikarang.

Alih-alih bisa bekerja di pabrik kawasan industri Bekasi dengan upah layak, Mei tersandera lewat Lembaga Pelatihan Kerja bernama PT Mardizu Sejahtera yang praktiknya berperan sebagai agen penyalur tenaga kerja. Mei memberikan uang pelicin Rp1,3 juta kepada calo yang mengaku akan membawanya bekerja melalui LPK Mardizu Sejahtera.

Namun, saat sampai di Bekasi, Mei harus menunggu selama dua minggu, kemudian diantar oleh perwakilan LPK Mardizu Sejahtera ke PT Nanbu Plastics Indonesia. Dalam kontrak kerja yang ia tunjukkan kepada kami, tercatat Mei hanya dipekerjakan sebagai pegawai magang selama tiga bulan. Selama itu ia harus bekerja dengan upah Rp2,6 juta/ bulan dan dipaksa bekerja lembur oleh perusahaan.

Mei sempat mengadukan nasibnya ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi untuk menuntut haknya sebagai pegawai kontrak di PT Nanbu Plastics Indonesia.

(Baca: Melanggengkan Pemerasan dan Upah Murah lewat Buruh Magang)

Pemagangan Menjadi Celah Perbudakan

Pola-pola perekrutan pekerja magang ini diatur secara legal lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan 36/2016 tentang Penyelenggaraan Magang di Dalam Negeri. Aturan itu memuat secara eksplisit bahwa para pencari kerja bisa ikut program magang perusahaan di kawasan industri.

Aturan pekerja magang ini kian meneruskan situasi perburuhan di Indonesia dalam rezim pasar tenaga kerja fleksibel, yang membayar upah murah, mematahkan kekuatan serikat buruh, sembari menggenjot produksi perusahaan. Padahal, dalam aturan ketenagakerjaan, status buruh yang rentan diperas tenaganya hanya boleh disalurkan ke bagian penunjang produksi.

Bagian penunjang produksi ini seperti tenaga kebersihan, tenaga keamanan, penyedia jasa makanan, penyedia jasa angkutan, dan penunjang di pertambangan dan perminyakan.

Namun, praktiknya berlawanan. Aturan "peserta magang" juga dipakai oleh perusahaan buat bekerja di bagian produksi.

Temuan kami di lapangan, setidaknya ada tiga perusahaan, yakni PT LG Indonesia, PT Nanbu Plastics Indonesia, dan PT Setia Guna Sejati yang mempekerjakan buruh di bagian produksi lewat sistem kontrak magang. Perusahaan-perusahaan manufaktur ini menjalin kerjasama pada agen tenaga kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja alias LPK.

Para pekerja magang umumnya menjalani masa kontrak antara 3 bulan hingga 1 tahun. Setelahnya, kontrak diputus dan diperpanjang lagi lewat perjanjian baru pemagangan. Pola ini terus-menerus dipakai sebagai lingkaran setan yang menjerat para buruh sehingga menghindari pengusaha membayar hak-hak buruh seperti tunjangan kesehatan atau pesangon.

“Kalau merujuk pada undang-undang ketenagakerjaan, ini banyak pelanggaran,” kata Sherin, aktivis perburuhan saat berbincang dengan redaksi Tirto, 23 April lalu. Ia menegaskan, peraturan menteri 36/2016 menjadi celah bagi pengusaha mempekerjakan buruh dengan upah murah.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, ketika kami menemuinya di Bekasi sesudah acara bertajuk 'Nusantara Mengaji', mengatakan bahwa peraturan pemagangan diterapkan buat menangani masalah kebutuhan lapangan kerja.

Ia membantah jika aturan pekerja magang jadi akal-akal para pengusaha buat membayar upah buruh murah.

“Pemerintah melakukan pemagangan justru ingin mempercepat (angkatan kerja), wong faktanya (tenaga magang) lulusan sekolah dasar dan SMP, kok,” klaim Hanif.

Saat kami menyuarakan kritik atas praktik pemerasan terhadap buruh dengan status magang, suara Hanif meninggi, "Kalau ada serikat buruh yang berpikir soal pemagangan begini-begitu, itu katrok! Itu katrok banget. Jadi bukalah kepala, bagaimana melihat realitas kita, bagaimana melihat dinamika pasar kerja.”

INFOGRAFIK HL Buruh

Rekrutmen Buruh Magang lewat Agen Tenaga Kerja

Selain PT Cikarang Nusantara dan LPK Mardizu Sejahtera, perusahaan lain yang terlibat menyediakan pasar tenaga kerja magang di kawasan industri Bekasi adalah PT Adhi Karya Prima. Kantornya di Jalan Ruko Mall Bekasi Fajar, Blok A, No 20, Cikarang Barat. Perusahaan ini menjadi agen tenaga kerja harian dengan mendistribusikan para calon tenaga kerja ke pelbagai pabrik di kawasan industri Bekasi.

Pola yang dilakukan PT Adhi Karya Prima sama seperti dua perusahaan itu. Mereka menggunakan calo pencari kerja untuk menggaet tenaga kerja.

Syaratnya, para pencari kerja memberi uang pelicin saat rekrutmen dan lamaran mereka didistribusikan ke pabrik-pabrik yang jadi rekanan sebagai "peserta magang". Para pekerja dibayar harian dan melakukan kontrak dengan PT Adhi Karya Prima, bukan dengan perusahaan.

Dew, 24 tahun, juga nama samaran, mengisahkan bagaimana ia mendapatkan pekerjaan di PT Nanbu Plastics Indonesia sebagai buruh harian melalui PT Adhi Karya Prima. Dew memberi uang pelicin kepada calo sebesar Rp3 juta. Setelah meneken kontrak, Dew hanya menerima upah Rp145 ribu dengan masa kontrak setahun.

“Dibayar Rp155 ribu, ternyata enggak, cuma Rp145 ribu,” ujar Dew kepada kami, Senin pekan lalu.

Namun, saat kami bertanya kepada ketiga perusahaan yang terlibat praktik percaloan tenaga kerja ini, mereka membantah telah melakukan pelanggaran ketenagakerjaan.

Dadang, pemilik PT Adhi Karya Prima, berkata sejak 2012 tak lagi menyalurkan tenaga kerja ke pabrik-pabrik di kawasan industri Bekasi. Ia berdalih bahwa penyaluran tenaga kerja dengan kontrak buruh harian itu dilakukan terakhir pada 2012.

“Sudah tidak lagi,” kata Dadang melalui pesan singkat, Sabtu pekan lalu.

PT Cikarang Nusantara juga membantah temuan kami di lapangan.

Saat kami mendatangi kantornya, seorang staf umum bernama Tulet, yang bertugas mendata setiap pelamar, membantah perusahaannya memungut biaya bagi calon pegawai pabrik. Ia juga menolak menjawa pertanyaan kami mengenai perusahaan mana saja yang bekerjasama dengan PT Cikarang Nusantara.

“Saya enggak tahu, yang tahu Pak Haji (Enjum),” kata Tulet.

Eli, staf LPK Mardizu Sejahtera, membantah jika lembaganya menjadi agen tenaga kerja magang ke pabrik-pabrik di kawasan industri dan melakukan pemotongan upah. Pemagangan, kata Eli, hanya diperuntukan bagi sekolah yang bekerjasama dengan lembaganya untuk melakukan praktik kerja lapangan.

Terkait praktik pemerasan lewat sistem tenaga kerja magang, meski pernah ada laporan dari para buruh, dibantah oleh

Efendi, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi. Pihaknya, kata Efendi, belum mendapatkan pelaporan mengenai pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan di kawasan industri yang melibatkan agen tenaga kerja.

“Kalau itu saya belum cek, itu sekarang ranahnya pengawas. Nah, sekarang pengawas sudah tidak ada di kita (kabupaten), adanya di provinsi,” ujar Efendi saat ditemui usai mengisi acara 'Nusantara Mengaji' dengan para buruh di Kawasan Industri MM2100, Jumat pekan lalu.

Efendi menyambut positif jika ada temuan pelanggaran yang dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan. “Saya senang," ujarnya, "kalau ada masukan begini. Begitu, kan?”

Baca juga artikel terkait HARI BURUH atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Politik
Reporter: Arbi Sumandoyo, Mawa Kresna & Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam