Menuju konten utama

Prabowo Gagal Menang Telak di DKI karena Anies Malu-Malu Dukung 02?

Ujang Komarudin menilai sebagai kepala daerah yang diusung Gerindra dan PKS, semestinya Anies bergerak untuk memenangkan Prabowo-Sandi di DKI Jakarta.

Prabowo Gagal Menang Telak di DKI karena Anies Malu-Malu Dukung 02?
Capres 02 Prabowo Subianto melakukan konferensi pers membahas perkembangan perhitungan suara yang banyak hal terjadi dinilai merugikan 02. tirto.id/Haris Prabowo

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan hingga hari “H” pencoblosan Pilpres 2019 tak terang-terangan menunjukkan ke publik, siapa capres-cawapres pilihannya. Usai mencoblos di TPS 60, Lebak Bulus Dalam II, Jakarta Selatan, ia justru mengacungkan tiga jari, bukan “simbol” jari yang melambangkan salah satu dari dua paslon.

“Dari dulu saya nomor tiga!” kata Anies usai mencoblos di TPS 60 Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu, 17 April 2019.

Nomor tiga yang diperlihatkan Anies memang identik dengan nomor urut pasangan Anies-Sandiaga saat Pilkada DKI 2017. Anies juga mengatakan kemeja putih yang ia pakai bukan bermaksud menyatakan dukungan ke salah satu calon, melainkan hanya ingin mengulang momen saat mencoblos pada Pilkada DKI.

Soal siapa yang Anies pilih di bilik suara, hanya ia sendiri yang tahu. Namun, berdasarkan perolehan suara di TPS itu, pasangan Prabowo-Sandiaga hanya menang tipis di TPS 60. Paslon nomor urut 02 ini meraih 120 suara, sedangkan Jokowi-Ma'ruf mendapat 117 suara.

Sementara suara paslon 02 di dua TPS yang terletak di depan rumah dinas Anies Baswedan, yaitu TPS 39 dan TPS 40 Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat, justru kalah telak. Di TPS 39, misalnya, Jokowi-Ma'ruf mendapat 166 suara dan Prabowo-Sandi hanya 24 suara. Begitu juga di TPS 40, Jokowi-Ma'ruf (175 suara) dan Prabowo-Sandi (52 suara).

Hasil yang kurang memuaskan di tiga TPS itu diikuti hasil hitung cepat Pilpres 2019 yang dirilis sejumlah lembaga survei. Berdasarkan quick count SMRC, misalnya, pasangan Jokowi-Ma'ruf menang di DKI Jakarta dengan angka 51,05 persen. Perolehan ini memang lebih rendah dari perolehan Jokowi-JK pada Pilpres 2014 yang meraih 53 persen di DKI Jakarta.

Artinya, keberadaan Anies yang pada Pilkada DKI diusung Gerindra dan PKS dan berhasil menumbangkan dominasi partai pendukung Jokowi-Ma'ruf di DKI Jakarta ternyata hanya berpengaruh sebesar dua persen.

“Tidak bergeraknya Anies untuk paslon 02 adalah kerugian bagi 02 dan dibuktikan dari hasil quick count," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin kepada reporter Tirto, Selasa (23/4/2019).

Padahal, kata Ujang, anggapan umum, wilayah Jakarta sebenarnya akan dimenangkan oleh Prabowo-Sandiaga. Hal ini, kata Ujang, karena efek gubernur Jakarta biasanya memengaruhi pemilih di ibu kota, seperti Pilpres 2014 ketika Jokowi unggul dari Prabowo.

Ujang mengatakan, hal itu tidak terlepas dari rekam jejak Jokowi sebagai Gubernur Jakarta sebelum maju pada Pilpres 2014. “Ini sangat di luar dugaan,” kata Ujang menambahkan.

Menurut Ujang, sebagian kepala daerah pendukung Jokowi-Ma'ruf saja sudah berusaha mengkonsolidasikan dukungan meski tidak berhasil. Namun, kata Ujang, Anies justru tidak mencoba melakukan itu untuk mendukung Prabowo-Sandiaga.

Ujang mengatakan, sebagai kepala daerah yang diusung Gerindra dan PKS, semestinya Anies bergerak. “Harusnya Prabowo-Sandiaga bisa meminta pertanggungjawaban kepada Anies sebagai kepala daerah yang didukung partai itu,” kata Ujang.

Jubir BPN: Anies Tidak Diberi Tugas Khusus

Terkait ini, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade mengatakan, Anies memang tidak diberi tugas khusus memenangkan paslon nomor urut 02.

Menurut Andre, Prabowo justu mengistruksikan Anies untuk fokus bekerja sebagai kepala daerah. Meski kubu 01 memakai kepala daerah, kata Andre, Prabowo merasa Anies tak perlu melakukan itu.

“Fokus Anies bukan di pilpres. Dia fokus melayani rakyat,” kata Andre kepada reporter Tirto. "Dia bukan fokus memenangkan Pak Prabowo sebagai presiden.”

Namun, politikus Gerindra ini tak mau berkomentar lebih jauh soal perolehan suara di Jakarta karena kubu BPN sendiri merasa hasil hitung cepat tidak bisa terlalu dipercaya. Apabila memang mereka kalah di Jakarta, Andre justru menuding kubu Jokowi-Ma'ruf memanfaatkan segala cara untuk merebut suara, termasuk kecurangan.

“Kami indikasikan ada kekuatan lain di luar koalisi [...] yang kami temukan itu kecurangan masif di mana-mana,” kata Andre menambahkan.

Salah Strategi?

Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar menyatakan preferensi pemilih kepala daerah dan pilpres memang bisa berbeda. Oleh sebab itu, partai yang memenangkan pilkada seharusnya tidak santai di daerah yang ia menangkan.

Menurut dia, absennya Anies Baswedan bisa jadi salah satu blunder BPN. Usep memaklumi bila Anies memang ingin menempatkan dirinya di tengah dan menghindari bentrokan. Namun jika demikian, kata dia, maka tentu Prabowo-Sandiaga yang terkena imbasnya.

"Ya akhirnya memang mengorbankan elektoral. Itu pilihan," kata Usep kepada reporter Tirto.

Sedangkan Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong menyatakan absennya Anies bukan menjadi faktor penting memenangkan perebutan suara di Jakarta.

Usman mencontohkan Jawa Barat. Menurut dia, di wilayah ini, Ridwan Kamil selaku kepala daerah justru sudah turun tangan menggalang suara untuk Jokowi-Ma'ruf. Namun, kata dia, nyatanya paslon 01 di daerah yang merupakan basis Prabowo-Sandiaga itu tetap kalah.

“Setahu saya Anies memang cenderung diam, [...] tapi dia bukan faktor lah. [Suara 01 di DKI besar] justru lebih karena kerja relawan dan partai pendukung,” kata Usman.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz