Menuju konten utama

PP 39/2020 Wajibkan Aparat di Proses Peradilan Ramah Disabilitas

Apara hukum wajib mengakomodasi keperluan penyandang disabilitas ketika menghadapi proses peradilan. 

PP 39/2020 Wajibkan Aparat di Proses Peradilan Ramah Disabilitas
Seorang guru CPNS, Mohamat Hikmat (26), menaiki sepeda motor miliknya yang dimodifikasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (25/11/2019).ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/foc.

tirto.id - Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Dalam PP yang diteken tanggal 20 Juli 2020, Jokowi memerintahkan kepada lembaga penegak hukum untuk memberikan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.

"Lembaga penegak hukum wajib menyediakan akomodasi yang layak," bunyi Pasal 2 ayat 1 PP 29/2020.

Lembaga penegak hukum yang diwajibkan adalah Polri, Kejaksaan RI, Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak memasukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pasal tersebut.

Para lembaga penegak hukum dan lembaga terkait pun diwajibkan mengajukan penilaian personal berupa dokter atau psikiater dalam menyediakan akomodasi yang layak.

Ragam penyandang disabilitas yang diberikan akomodasi terdiri atas penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik. Para penyandang disabilitas ini diwajibkan mendapatkan akomodasi pelayanan dan sarana prasarana.

Mereka mendapatkan akomodasi yang layak paling sedikit perlakuan non-diskriminatif, pemenuhan rasa aman, komunikasi yang efektif, pemenuhan informasi hak penyandang disabilitas dan perkembangan proses peradilan.

Penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh, penyediaan standar pemeriksaan penyandang disabilitas, penyediaan pendamping penerjemah.

Selain itu, para difabel wajib mendapatkan perlakuan non-diskriminatif dalam proses peradilan. Penyidik, penuntut umum, hakim dan petugas pemasyarakatan wajib menyampaikan hak dalam proses peradilan serta hak informasi perkembangan perkara kepada penyandang disabilitas. Pemerintah juga memberikan ruang bagi para difabel untuk tidak bertemu dengan pelaku.

"Untuk memenuhi rasa aman dan nyaman, penyandang disabilitas yang menjadi korban dan mengalami trauma dapat meminta untuk tidak dipertemukan dengan pelaku selama proses peradilan," bunyi pasal 8 PP tersebut.

Dalam regulasi yang sama, pemerintah juga sudah menentukan syarat minimal sarana-prasarana yang ada dalam mengakomodir hak disabilitas dalam proses peradilan.

Sebagai contoh, lembaga penegak hukum wajib memberikan fasilitas berupa papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan atau visual lain dan/atau alat peraga bagi disabilitas yang kesulitan pendengaran.

Selain itu, masyarakat diwajibkan turut serta memberikan akomodasi layak bagi para difabel dalam proses peradilan. Masyarakat bisa terlibat untuk pendampingan, pemantauan, penelitian dan pendidikan akomodasi layak untuk penyandang disabilitas hingga sosialisasi hak penyandang disabilitas.

PP tersebut juga mengatur bahwa pendanaan bisa diambil dari APBN, APBD dan sumber lain yang sah. Selain itu, PP juga menginstruksikan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan dana bantuan hukum bagi para difabel.

"Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan dana bantuan hukum untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 24 PP tersebut.

Baca juga artikel terkait PENYANDANG DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali