tirto.id - Posisi utang pemerintah pusat telah menyentuh Rp5.910,64 triliun per akhir November 2020. Angka ini naik hampir Rp100 triliun dari Oktober 2020 yang mencapai Rp5.811,71 triliun. Posisi ini membuat utang pemerintah mencapai 38,13 persen dari total PDB.
Sebagian besar utang ini utamanya disumbang oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak 86 persen atau senilai Rp5.085,04 triliun. SBN didominasi oleh jenis penerbitan domestik senilai Rp3.891,92 triliun yang terdiri dari Rp3.181,64 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan Rp710,28 triliun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk.
Sisa SBN diterbitkan dalam denominasi valas senilai Rp1.193,12 triliun. SBN Valas terdiri dari Rp943,06 triliun diterbitkan dalam bentuk SUN dan Rp260,06 triliun dalam bentuk SBSN.
Selain SBN, sekitar 16,1 persen sumber utang pemerintah juga berasal dari pinjaman senilai Rp825,59 triliun per November 2020. Mayoritas pinjaman ditarik pemerintah dari luar negeri dengan nilai Rp814,05 triliun yang terdiri dari bilateral Rp311,31 triliun, multilateral Rp460,32 triliun dan bank komersil Rp42,42 triliun.
Sisanya pinjaman pemerintah juga berasal dari dalam negeri. Porsinya jauh lebih kecil dari luar negeri yaitu hanya Rp11,55 triliun.
Besarnya porsi SBN ini, menurut Kemenkeu, merupakan salah satu upaya mencapai pendalaman pasar dan kemandirian pembiayaan. Utamanya pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri dan berdenominasi mata uang domestik.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan pembiayaan utang per November ini didukung oleh pasar keuangan yang semakin kondusif. Pemerintah sendiri sudah hampir selesai merealisasikan keseluruhan target penerbitan SBN dan penarikan pinjaman untuk pembiayaan 2020.
“Pembiayaan utang berjalan on track dan likuiditas cukup. Didukung kondisi pasar keuangan cukup kondusif,” ucap Suahasil dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (21/12/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri