tirto.id - Polri menolak membawa paksa Miryam S Haryani apabila mangkir tiga kali dalam rapat pansus angket KPK di DPR RI. Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian memastikan bahwa pemanggilan paksa tidak diatur dalam pasal 204 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas di dalam undang-undangnya," kata Tito di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2017).
Jendral Tito mengaku sikap Polri itu mengacu kepada aturan dalam KUHAP bahwa upaya paksa harus memerlukan surat perintah membawa paksa. Dengan kata lain, polisi sudah melakukan tindak penahanan.
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," tutur Tito. Tito menambahkan, "Bagi kami penangkapan dan penahanan itu pro justicia, dalam rangka untuk peradilan. Sehingga terjadi kerancuan hukum kalau kami melihatnya."
Mantan Kapolda Metro Jaya ini menyarankan DPR untuk meminta pandangan MA. Ia beralasan, langkah DPR tidak bisa dilakukan karena belum masuk hukum acara sementara polisi bergerak sesuai koridor hukum yang berlaku.
"Mungkin juga dari DPR bisa meminta Fatwa, mungkin dari MA agar lebih jelas, Yang jelas dari kepolisian menganggap inilah hukum acaranya tidak jelas. Ini sudah merupakan upaya paksa kepolisian untuk selalu dalam koridor pro justicia," jelas Tito.
Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK kemungkinan akan menggunakan mekanisme panggil paksa Miryam S Haryani apabila KPK bersikukuh menolak permintaan Pansus angket DPR.
"Kalaupun nanti terjadi pemanggilan paksa oleh Kepolisian untuk dihadirkan pada sidang Pansus Hak Angket, itu bukanlah keinginan Pansus DPR ataupun Polri tapi perintah UU," kata anggota Pansus Hak Angket KPK Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan perintah pemanggilan paksa itu, selain diatur dalam konstitusi juga tercantum di Pasal 204 UU no 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Bambang mengatakan dalam pasal tersebut dinyatakan secara tegas bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang dipanggil panitia angket wajib memenuhi panggilan.
"Jika tidak memenuhi panggilan tiga kali berturut-turut, maka Panitia Angket bisa meminta bantuan Polri untuk memanggil paksa," ujar dia.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH