tirto.id - Polri menyatakan seluruh korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mahasiswa magang di Jerman sudah kembali ke Indonesia. Berdasarkan catatan Polri, jumlah korban mencapai 1.047 orang dari 33 kampus berbeda.
“Saat ini, seluruh korban telah berada di Indonesia karena kontrak program magang telah habis pada Desember 2023 kemarin,” ungkap Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat (22/3/2024).
Trunoyudo menjelaskan bahwa penyidik Polri saat ini terus berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk menuntaskan kasus ini. Selain itu, Polri juga masih akan memeriksa lima tersangka yang telah ditetapkan.
“Tentunya juga akan memeriksa pihak-pihak dari universitas,” ucap Trunoyudo.
Dalam kasus ini, kata Trunoyudo, penyidik telah menetapkan lima tersangka, yakni ER alias EW, A alias AE, SS, AJ, dan MJ. Dua dari lima tersangka tersebut masih berada di Jerman.
Menurut Trunoyudo, para tersangka melakukan kejahatannya dengan menggunakan modus mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman melalui program Ferien Job. Para mahasiswa kemudian dipekerjakan secara nonprosedural sehingga mengakibatkan mereka tereksploitasi.
Trunoyudo juga mengatakan bahwa kasus ini terungkap usai adanya informasi dari KBRI Jerman terkait empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI dan mengaku sedang mengikuti program Ferien Job. Setelah dilakukan pendalaman, KBRI mendapati program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan tiga agen tenaga kerja Jerman.
Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim Polri kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga didapat fakta awal bahwa para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB. Dalam penyelidikan kemudian, Polri mengetahui bahwa korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama Cv-gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
“Pembayaran itu karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujar Trunoyudo.
Setelah LOA tersebut terbit, korban kemudian diharuskan membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan working permit dari otoritas jerman. Penerbitan surat tersebut memakan waktu satu sampai dua bulan. Working permit merupakan persyaratan dalam pembuatan visa.
Trunoyudo menjelaskan bahwa para mahasiswa setelah itu kembali dibebankan dana talangan sebesar Rp30.000.000 sampai Rp50.000.000 yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya. Setelah tiba di Jerman, para mahasiswa langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman. Keduanya dibuat dalam bahasa Jerman sehingga para mahasiswa sulit memahaminya.
“Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," ucap Trunoyudo.
Dalam kontrak kerja itu, terdapat klausul bahwa biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman menjadi beban para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji. Ferien Job sendiri berlangsung dalam kurun waktu tiga bulan, sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Setelah ditelusuri, kata Trunoyudo, program Ferien Job ternyata bukan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dibesut Kemendikbudristek. Sementara itu, Kemenaker menyatakan program Ferien Job juga tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.
Program tersebut, kata Trunoyudo, memang pernah diajukan ke kementerian terkait. Namun, ia ditolak lantaran kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik yang ada di Jerman.
“Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan dari KBRI atau Kedubes negara terkait. Selanjutnya, jika dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbudristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut," ujarnya.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fadrik Aziz Firdausi