tirto.id - Polri menyatakan wacana soal masuknya tindak pidana korupsi (tipikor) dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana masih dalam pembahasan.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto pada Kamis (7/6/2018) tak banyak bicara ketika ditanya mengenai perkembangan pembahasan itu.
"Itu masih dibahas. Saya bukan timnya," kata Setyo di kawasan Tendean, Jakarta Selatan.
Sejumlah pihak, salah satunya Muhammadiyah menolak tipikor dimasukkan dalam KUHP yang baru. Menurut Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution, korupsi akan menjadi kewenangan polisi dan jaksa jika dimasukkan dalam KUHP.
Padahal, menurut Maneger, polisi dan jaksa belum bisa diandalkan untuk menangani kasus korupsi.
Menanggapi hal itu, Setyo tak mau menjelaskan dengan detail bagaimana peran polisi dalam pengungkapan kasus korupsi. Yang jelas, ia masih merasa polisi adalah penegak hukum yang resmi.
"Terus dia mau minta ke mana? Ya nanti kami lihat lah. Saya bukan tim pembuat undang-undang. Nanti tim pembuatnya yang kami minta masukan," katanya lagi.
Polemik mengenai pasal tipikor di Rancangan KUHP telah mencuat sejak 2014 silam. Berdasarkan draf RKUHP versi 28 Mei 2018, pasal terkait tipikor masuk dalam Bagian Ketiga. Bagian itu memuat 9 pasal, dari 687-696.
Selama ini, tipikor diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 sementara kewenangan penindakan tipikor oleh KPK diatur UU Nomor 30 Tahun 2002.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif sudah menjelaskan persoalan yang bisa muncul jika pasal-pasal tipikor masuk KUHP. Salah satunya, pasal tipikor memunculkan pertanyaan soal nasib kewenangan KPK.
Dia menyatakan hal itu sebab RKUHP belum memuat penjelasan mengenai kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.
KPK sudah menyampaikan keberatan atas keberadaan pasal-pasal tipikor di RKUHP melalui surat kepada Presiden Joko Widodo.
Jokowi membenarkan sudah menerima surat itu, dan mengaku masih menunggu kajian Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebelum bersikap.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra