Menuju konten utama
Polemik Pasal Tipikor di RKUHP

Muhammadiyah: Polisi & Jaksa Belum Bisa Diandalkan Tangani Korupsi

Muhammadiyah menolak rencana memasukkan pasal soal pidana korupsi ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

Muhammadiyah: Polisi & Jaksa Belum Bisa Diandalkan Tangani Korupsi
Koalisi Masyarakat Sipil mendukung KPK terkait penolakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang meletakan korupsi sebagai kejahatan biasa, Selasa (5/6/2018). tirto.id/Naufal Mamduh

tirto.id - Pengurus Pusat Muhammadiyah menganggap aparat kepolisian dan kejaksaan belum bisa diandalkan untuk mengusut tindak pidana korupsi (tipikor).

Oleh karena itu, Muhammadiyah menolak rencana pemerintah dan DPR memasukkan pasal ihwal pidana korupsi ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

"Kalau masuk KUHP, maka akan kehilangan karakter sebagai tindak pidana khusus dan jadi kewenangan polisi. Sedangkan kami selama ini meyakini lembaga kepolisian dan kejaksaan yang secara organik menangani korupsi belum sepenuhnya bisa diandalkan," kata Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Kamis (7/6/2018).

Polemik mengenai pasal tipikor di Rancangan KUHP telah mencuat sejak 2014 silam. Berdasarkan draf RKUHP versi 28 Mei 2018, pasal terkait tipikor masuk dalam Bagian Ketiga. Bagian itu memuat 9 pasal, dari 687-696.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif sudah menjelaskan persoalan yang bisa muncul jika pasal-pasal tipikor masuk KUHP. Salah satunya, pasal tipikor memunculkan pertanyaan soal nasib kewenangan KPK. Dia menyatakan hal itu sebab RKUHP belum memuat penjelasan mengenai kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Melihat situasi sekarang rasanya kok presiden dan DPR kurang arif dan tidak sensitif. Coba, di bulan Ramadan ini saja KPK masih melakukan OTT," ujar Maneger.

Selama ini, tipikor diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 sementara kewenangan penindakan tipikor oleh KPK diatur UU Nomor 30 Tahun 2002.

KPK sudah menyampaikan keberatan atas keberadaan pasal-pasal tipikor di RKUHP melalui surat kepada Presiden Joko Widodo.

Jokowi membenarkan sudah menerima surat itu, dan mengaku masih menunggu kajian Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebelum bersikap.

"Intinya kita tetap harus memperkuat KPK. Sudah intinya ke sana. Tapi poin-poinnya secara detail saya belum bisa saya sampaikan karena memang baru kemarin saya terima [surat KPK]," kata Jokowi usai acara buka bersama di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Selasa (5/6/2018).

Menko Polhukam Wiranto menyatakan akan menggelar Rapat Koordinasi Terbatas untuk membahas polemik pasal tipikor dalam RKUHP. Menurut Wiranto, rapat itu akan melibatkan KPK, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kepolisian dan sejumlah pakar hukum.

"Saya akan undang, duduk bersama, enggak usah diskursus melalui media sosial, tapi duduk bersama melihat secara jernih, apakah ini merugikan atau mempunyai manfaat," kata dia, Rabu (6/6/2018).

Baca juga artikel terkait POLEMIK RKUHP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dipna Videlia Putsanra