tirto.id - Pemerintah Indonesia secara resmi menyatakan 25 Desember 2017 sebagai hari libur nasional, sementara 26 Desember 2017 dinyatakan sebagai hari libur cuti bersama. Sejumlah kegiatan pun dilakukan masyarakat untuk mengisi waktu libur Natal tersebut.
Berdasarkan survey Tirto pada 22-25 Desember 2017 terhadap 714 responden yang beragama Kristen dan Katolik di seluruh Indonesia, 86,13 persen responden menyatakan Natal merupakan hari raya keagamaan.
Sementara itu, 12,46 persen di antaranya menyatakan Natal merupakan "tradisi" yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya. Hasil survey yang menyasar responden dengan rentang usia 15-45 tahun itu juga menyebutkan hanya 1,40 persen responden saja yang menyatakan tidak merayakan Natal.
Selain itu, 61,34 persen responden menyatakan, selain ibadah di Gereja, Natal adalah ritual kumpul keluarga. Sedangkan 16,95 persen lainnya menyatakan bahwa bagi mereka perayaan Natal sebatas ibadah di gereja saja.
Pemerintah Indonesia juga memiliki tradisi Perayaan Natal Nasional yang biasanya dilaksanakan dua hingga tiga hari setelah 25 Desember 2017. Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono jilid pertama (2004-2009) dan kedua (2009-2014), Perayaan Natal Nasional semuanya diselenggarakan di Jawa.
Perayaan Natal Nasional 2004 yang semestinya digelar pada Senin (27/12/2004) batal dilaksanakan sebagai wujud belasungkawa terhadap korban bencana gempa dan tsunami yang menimpa pantai barat Sumatera. Tabloid Reformata (Edisi 23, Februari 2005) melaporkan, dana kegiatan yang sudah terkumpul—jumlahnya Rp1 miliar—diputuskan untuk disumbangkan bagi korban gempa di Aceh dan Sumatera Utara. Kedua wilayah masing-masing mendapat Rp500 juta.
Rezim berganti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah tradisi tersebut. Seluruh Perayaan Natal Nasional selalu diselenggarakan di luar Jawa.
Perayaan Natal Nasional 2014 diselenggarakan di Jayapura, Papua. Sementara itu, pada 2015 dan 2016, Perayaan Natal Nasional digelar berturut-turut di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Tradisi itu pun berlanjut, situs web Sekretariat Kabinet melansir Perayaan Natal Nasional 2017 bertempat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada 28 Desember 2017.
Di Balik Pemilihan Lokasi
"Lu pung kabar dong karmana? Baik-baik sa ko?" (Bagaimana kabarnya Anda semua? Baik-baik saja, kan?) ungkap Jokowi pada Perayaan Natal Nasional 2015 di Kupang, “Kita harus saling tolong-menolong, saling gotong royong. Kita bersyukur merayakan Natal dalam satu keluarga Indonesia yang ber-Bineka Tunggal Ika.”
Sementara itu, pada Perayaan Natal Nasional 2016 yang digelar di Gedung Wale Ne Tou Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, Jokowi mengatakan bahwa para hadirin dipanggil untuk membuka hati pada pesan keselamatan agar mencintai perdamaian, memeluk yang kecil, lemah, dan miskin.
“Kita bersyukur bahwa merayakan Natal dalam keluarga besar bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam agama, suku, tradisi, latar belakang politik. Namun, kita disatukan oleh semangat Bineka Tunggal Ika," ujar Jokowi, seperti dilansir dari Antara.
Pemilihan dua lokasi tersebut bukan tanpa alasan. Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk beragama Katolik terbesar di Indonesia. Data Sensus Penduduk Indonesia (2010) menyatakan, 2.535.937 jiwa penduduk NTT beragama Katolik. Jumlah itu mencakup 54 persen dari total penduduk NTT. Angka itu juga membuat NTT sebagai provinsi dengan persentase penduduk beragama Katolik terbesar di Indonesia.
Sedangkan Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan provinsi dengan jumlah penduduk beragama Katolik terbesar kedua di Indonesia. Ada 1.008.368 jiwa (23 persen) penduduk Kalbar yang beragama Katolik.
Pemilihan Papua sebagai lokasi Perayaan Natal Nasional pertama di era Presiden Jokowi juga strategis. Penduduk Papua yang beragama Kristen berjumlah 1.855.245 jiwa.
Angka tersebut memang jauh di bawah Sumatera Utara yang memiliki 3.509.700 jiwa penduduk beragama Kristen. Namun, jika dilihat dari komposisi penduduknya, Papua adalah provinsi dengan persentase penduduk beragama Kristen terbesar di Indonesia, yakni 65 persen—melampaui Sumatera Utara yang hanya mencakup 27 persen dari total penduduk.
Selain itu, jumlah penduduk Papua yang beragama Katolik juga cukup besar, yakni 500.545 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu, Papua menjadi provinsi dengan jumlah penduduk beragama Katolik terbesar keempat, beda tipis dengan dengan jumlah penduduk Sumatera Utara yang beragama Katolik (516.037 jiwa).
Setelah Papua, jumlah penduduk beragama Kristen terbesar lainnya berada di NTT (1.627.157 jiwa) dan Sulawesi Utara (1.444.141 jiwa). Secara keseluruhan penduduk beragama Kristen di Indonesia berjumlah 16.528.513 jiwa, sementara yang Katolik berjumlah 6.907.873 jiwa. Total keduanya mencakup 9,86 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
Baca juga:
Di Balik Angka
Selama masa pemerintahannya, Jokowi memang kerap menonjolkan unsur kedaerahan. Misalnya, pada Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2017, Jokowi mengenakan busana adat Bugis. Sementara itu, wakil presiden Jusuf Kalla memakai busana adat Jawa. Dalam pidato kenegaraannya, Jokowi juga menyapa para hadirin dengan ungkapan bahasa daerah.
Di satu sisi, penonjolan unsur kedaerahan itu merupakan politik pengakuan ala Jokowi bahwa Indonesia tidak melulu berpusat pada Jawa. Di sisi lain, ini juga salah satu cara yang bisa ditempuh untuk menjaga dan mendulang dukungan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Data Komisi Pemilihan Umum menyebutkan, pada Pilpres 2014 Jokowi menang di keempat provinsi yang dijadikan lokasi Perayaan Natal Nasional. Di Papua, Jokowi mendapatkan 72,49 persen (2.026.735) suara, sementara di NTT dia mendapat 65,92 persen (1.488.076). Jokowi juga menang di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara dengan perolehan suara masing-masing 60,38 dan 53,88 persen.
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan