tirto.id - Kesenjangan hubungan antara Presiden Joko Widodo dan Partai Nasdem kian tampak. Nasdem berani bersikap berbeda dari partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin lainnya soal pengambilan keputusan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Nasdem memilih abstain atas revisi UU IKN yang merupakan ide dan perintah langsung dari Presiden Jokowi. Hal itu dilakukan saat rapat Badan Legislasi (Baleg) bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Rabu (23/11/2022).
Sikap Nasdem yang berbeda dari Jokowi dan pemerintahannya telah dimulai sejak deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres parpol besutan Surya Paloh tersebut. Akibatnya, hubungan Jokowi-Nasdem kian merenggang, meskipun belum retak.
Meski demikian, Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh selalu meyakinkan bahwa partainya masih bagian dari pendukung setia Jokowi hingga akhir masa jabatan. Namun, di sisi lain, pihaknya selalu berani tampil beda dan merapat pada dua partai oposisi pemerintahan, yaitu Demokrat dan PKS.
Dorongan agar Nasdem lebih baik keluar dari koalisi pemerintah telah disampaikan berulang kali oleh PDIP, selaku partai utama pengusung Jokowi. Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto sering memberikan kritik kepada Nasdem hingga puncaknya mendukung Jokowi agar melakukan reshuffle terhadap tiga menteri dari Nasdem yang ada di Kabinet Indonesia Maju.
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid. Ia juga menantang Nasdem bahwa tanpa keberadaannya, konstelasi politik dan kinerja menteri dalam kabinet akan tetap berlangsung baik.
“Tanpa Nasdem pun sudah dapat dukungan mayoritas di DPR. Bahkan kalau Nasdem mau keluar dari koalisi juga tidak ada masalah,” ungkap Jazilul.
Jazilul bahkan mendukung bila Nasdem ingin mengambil jarak dengan pemerintah layaknya oposisi. Menurut dia, sikap tersebut tidak menyalahi aturan dalam proses berdemokrasi.
“Biarlah Nasdem berbeda sikap atau mengambil jarak yang penting dalam batas konstruktif atau produkti," tegasnya.
Nasdem Klaim Masih Bersama Jokowi hingga 2024
Sejumlah upaya kemudian dilakukan Nasdem agar friksi dengan Jokowi tak kian melebar. Anggota Baleg dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari angkat bicara dan menegaskan bahwa sikap abstain dalam revisi UU IKN tidak berarti pisah hubungan dengan Jokowi.
“Nasdem tetap mendukung pemerintahan ini hingga berakhir tahun 2024," kata Taufik Basari.
Menurut Taufik, sebagai partai yang ada di DPR pihaknya harus menjalankan fungsi koreksi yaitu mempelajari setiap usulan dari pemerintah sebelum ikut memutuskan.
“Fraksi Nasdem harus menjalankan tanggung jawab yakni menempatkan kepentingan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan," ujarnya.
Sikap Nasdem yang kian menjauh dari pemerintah, membuatnya mendapat sambutan hangat dari Demokrat dan PKS. Deputi Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyebut, Nasdem sudah ada di jalan yang benar. Berani berpihak pada rakyat dan matang dalam mengambil keputusan.
“Tentu Partai Nasdem punya pertimbangan yang matang terhadap sikap politiknya tersebut," terangnya.
Peluang Nasdem Jadi Oposisi di Akhir Jabatan Jokowi
Semua orang tahu bila Jokowi menjadi orang paling keras memperjuangkan keberadaan IKN Nusantara. Dari melakukan promosi kepada investor hingga memerintahkan menterinya untuk merevisi undang-undangnya walau usianya belum mencapai setahun sejak disahkan.
Oleh karenanya, bila ada pihak yang berusaha mengadang rencana 'mulia' Jokowi tersebut, sama saja seperti menantangnya. Dalam konteks ini, Nasdem yang merupakan partai pendukung pemerintah menjadi penantang Jokowi. Walau tidak disampaikan secara verbal, tapi sikap politik partai tampak jelas bahwa sikap berbeda dengan Jokowi telah diambil.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menyebut, Nasdem telah memiliki rencana matang dalam menjalankan politik dua kaki. Berada dalam kabinet Jokowi, namun juga dekat dengan oposisi.
“Saya kalau melihat Nasdem sudah menghitung setiap keputusan politik, dari saat akan mengusung Anies hingga saat abstain dalam usulan revisi UU IKN," ujarnya.
Nasdem yang sudah matang dalam berpolitik dan memiliki infrastruktur yang cukup kuat, menurut Firman, tidak akan takut kehilangan bila harus meninggalkan Jokowi dan sekutunya di Kabinet Indonesia Maju.
“Artinya Nasdem sudah siap untuk berhenti dari kabinet, mereka sudah pasrah dengan setiap keputusan Jokowi. Maka sepertinya nothing to lose saja," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Populi Center, Usep S Akhyar menyebut, hubungan Nasdem dan Jokowi penuh dengan plot twist. Banyak pihak menduga bahwa Nasdem dan Jokowi akan berakhir tragis, dengan menduga bahwa para menteri dari Nasdem akan di-reshuffle.
Namun, menurut Usep, hal tersebut sulit terjadi. Ia berdalih, ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan.
“Surya Paloh sebagai politisi tentu sudah punya banyak pertimbangan dengan menunggu. Dia lebih baik menjadi korban dari politik seperti terkena reshuffle dan itu lebih menguntungkan baginya. Hal itu pula yang dihindari Jokowi karena bisa menjadi bumerang baginya," ungkapnya.
Di sisi lain, Akademisi Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Ubedilah Badrun mengungkapkan, Nasdem masih terikat kontrak dengan Jokowi hingga akhir masa jabatan di 2024. Menurutnya perbedaan sikap politik bukan menjadi akhir suatu hubungan. Sebab, Nasdem dalam setiap pernyataan resminya masih tetap mendukung Jokowi.
“Nasdem tidak perlu keluar dari politik, karena di internal kabinet capresnya juga berbeda-beda. Seperti ada Prabowo, Erick Thohir hingga Sandiaga Uno. Oleh karenanya bila menggunakan dalil Nasdem memecah hubungan, maka sejatinya dalam tubuh kabinet sudah terpecah-pecah soal dukungan capres-cawapres 2024,” kata dia.
"Jokowi bisa lebih siap dalam bersikap, dan bila melihat karir politiknya dia sudah berakhir sebagai presiden pada 2024 mendatang," terangnya.
Bahkan dalam pengamatan Adi, Nasdem saat ini berusaha membangun rekonsiliasi agar stigma Anies sebagai antitesa Jokowi yang melekat bisa lepas.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz