tirto.id - Axel Matthew Thomas punya nasib mengenaskan pada Sabtu (15/7) malam. Wajah anak sulung artis Jeremy Thomas ini babak belur dipermak oknum kepolisian. Sumber resmi kepolisian mengatakan Axel berusaha kabur dari penangkapan saat akan diperiksa terkait dugaan pembelian narkoba jenis Happy Five dari Malaysia.
“Karena dia lari, dia kita kejar. Nah, terjadi pergumulan itu,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono seperti dilansir dari Antara, Senin (17/7).
Namun Jeremy punya versi berbeda. Ia menduga anaknya dijebak dan diinterogasi dengan intimidasi agar mengaku memiliki narkoba.
“Anak itu dipaksa mengaku dengan cara kekerasan, dengan ditodong pistol. Tapi dia bilang enggak punya apa-apa. Saya clear. Akhirnya digebuki dan dilepas dengan kondisi luka-luka,” ujar Jeremy di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Tak cuma dipermak, Jeremy juga mengaku sejumlah barang milik Axel seperti sepatu, ikat pinggang, ponsel, dan dompet diambil pelaku. Jeremy pun kemudian melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri.
“Kami melapor karena ini kasus pidana. Ada dua laporan, menyangkut profesi oknum. Kedua, terkait keterlibatan oknum ini dari pidana umumnya,” terang Jeremy.
Terlepas dari versi siapa yang benar, tindakan kekerasan dalam proses interogasi oleh oknum kepolisian sudah sering menjadi perbincangan publik. Padahal, menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti, jangankan menggunakan cara kekerasan, memaksa seseorang mengaku telah melakukan tindak pidana saja kepolisian tidak diperbolehkan.
"Dalam melakukan interogasi tidak boleh ada penyiksaan untuk memaksa orang untuk mengaku. Sebagai terperiksa, yang bersangkutan dapat meminta untuk didampingi pengacara," ujar Poengky saat dihubungi Tirto, Senin (17/7/2017).
Poengky menjelaskan, aturan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, hingga penahanan ada dalam KUHAP. Selain itu, Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mengadopsi aturan KUHAP beserta Konvensi-konvensi Internasional yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia. Dalam aturan tersebut, polisi bisa langsung menangkap seseorang yang tertangkap tangan melakukan kejahatan meski tanpa surat perintah. Akan tetapi, jika tidak tertangkap tangan, harus ada surat perintah penangkapan. Dengan kata lain polisi tidak diperbolehkan sewenang-wenang melakukan penangkapan.
Jika ada dugaan polisi yang menangkap dan memeriksa melakukan penyiksaan, Poengky menyarankan kepada korban untuk segera melapor kepada Kadiv Propam. Propam harus langsung memproses perkara tersebut untuk mencari tahu benar tidaknya kabar penyiksaan. Menurut Poenky jika pemeriksaan Propam mengindikasikan terjadi tindak pidana, maka tidak hanya sidang disiplin maupun kode etik saja, melainkan dapat diserahkan ke Reskrim untuk diproses pidana.
Poenky menyatakan setiap proses interogasi sebaiknya dipantau kamera CCTV. Dari sana ada alat pembuktian apakah pemeriksaan seseorang diikuti unsur kekerasan atau tidak. Selain itu, korban yang mengalami kekerasan saat pemeriksaan sebaiknya segera melakukan visum. Visum bisa dilakukan apabila pihak korban melaporkan kepada kepolisian terkait penganiayaan yang dialami saat pemeriksaan. Tidak lupa, mereka juga sebaiknya melaporkan kepada kompolnas
Poengky menjelaskan, hukuman yang dikenakan kepada oknum polisi yang melakukan kekerasan dalam proses interogasi beragam. Apabila penganiayaan berat, misalnya mengakibatkan kematian, maka pelaku tidak hanya dipenjara, tetapi juga bisa diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH).
“Kita tunggu hasil pemeriksaan Propam dulu, ya,” kata Poengky.
Ketua Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, menilai aksi yang dilakukan oknum satuan narkoba Polres Bandara Soetta sudah keterlaluan. Ia menilai, metode yang digunakan sudah kelewatan. Tindakan tersebut pun dianggap sudah mempermalukan kepolisian.
"Mereka harus segera dipecat sebagai polisi. Sebab jika tetap dibiarkan jadi anggota polisi mereka akan semakin mempermalukan polri dan sekaligus menjadi predator bagi masyarakat," kata Neta kepada Tirto, Senin.
Neta menyarankan, kepolisian segera memecat oknum polisi tersebut. Kemudian, Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus segera merotasi Kapolres Bandara Soetta. Ia beralasan, Kapolres tidak mampu membina anak buah dengan baik sehingga perlu diganti.
"Sebab kasus ini menunjukkan bahwa Kapolres tidak memiliki kemammpuan membina anak buahnya sehingga anak buahnya tidak terkendali dan menjadi biadab," kata Neta.
Wakil Ketua Komisi III Desmon J. Mahesa mempertanyakan situasi yang terjadi pada saat interogasi terhadap Axel. Ia menilai, polisi bisa saja bersikap represif apabila anak Jeremy Thomas tersebut ternyata menggunakan narkoba. Namun, semua harus kembali kepada kondisi di lapangan.
"Kalau memang anak Jeremy Thomas itu benar dalam kondisi sadar, saya pikir tindakan polisi berlebihan. Tapi kalau dia, dengan kondisi sakau karena ketangkap (terus) macam-macam, ngomong macam-macam, mana mungkin polisi jadi lembut. Kita harus lihat juga kondisinya," kata Desmon
Desmon mengingatkan, proses interogasi telah diatur dalam KUHAP. Ia mengatakan, interogasi bisa dilakukan di mana pun selama didampingi pengacara. Selain itu, interogasi tidak boleh disertai kekerasan, salah satunya pemukulan. KUHAP tidak memperbolehkan penyidik melakukan kekerasan dalam situasi apapun.
"Yang jadi soal kalau itu benar (terjadi kekerasan), laporkan ke Propam. Kalau gak benar, polisi (langsung saja) melakukan tindakan terhadap perkara ini," kata Desmon saat dihubungi Tirto, Senin.
Politikus Gerindra ini menilai, kepolisian harus segera menyelesaikan permasalahan pemukulan secepatnya. Ia mengingatkan, oknum polisi yang melakukan pemukulan harus segera diproses. Ia meminta segera bertindak memproses laporan Jeremy. Apabila tidak, Desmond khawatir muncul opini negatif dalam perkara ini.
"Kalau laporan itu tidak ditanggapi, kita boleh curiga," kata Desmon.
Sampai saat ini, Desmon selaku Komisi III melihat, polisi sudah cukup serius dalam menindaklanjuti permasalahan disiplin. Hal ini karena mereka tidak ingin citranya rusak.
"Saya pikir contoh-contoh ini membuat pemimpin Polri hari ini waspada sehingga mengambil tindakan-tindakan (kepada) oknum-oknum di kepolisian yang merugikan institusi," kata Desmon.
Desmond mengatakan apabila perkara penyiksaan terhadap anak Jeremy tidak berjalan baik, Komisi III siap membantu. Ia mempersilahkan kepada Jeremy dan anaknya melapor ke Komisi. Namun Desmond optimistis Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan jajaran bisa langsung tanggap.
“Kalau gak tanggap jadi bermasalah. Merekalah pejabat Polri yang merugikan institusinya,” kata Desmon.