tirto.id - Komnas HAM mengungkap hasil pantauan lapangan dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dari kasus penembakan tiga murid SMK di Semarang, Jawa Tengah. Kasus itu pun dipastikan sebagai pelanggaran HAM.
“Tindakan Saudara RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Koordinator Subkomisi Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, dalam keterangan resminya yang dikutip Jumat (6/12/2024).
Uli menjelaskan, pelanggaran yang terjadi dalam kasus tersebut, yakni hak hidup sesuai Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang HAM Tahun 1999. Kasus itu pun dipastikan termasuk dalam pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing.
“Telah memenuhi kualifikasi unusr-unsur extra judicial killing karena adanya pembunuhan dan penembakan yang dilakukan oleh Saudara RZ yang mengakibatkan hilangnya nyawa Sdr. GRO, serta luka-luka yang dialami Saudara S dan Saudara A pada sekitar pukul 00.19 WIB tanggal 24 November 2024 di depan minimart Candi Penataran Semarang Kota,” ungkap Uli.
Penembakan itu juga, kata Uli, dilakukan Aipda Robig Zainudin yang merupakan anggota Sat Res Narkoba Polrestabes Semarang, padahal dikatakan bahwa itu pembubaran kasus
8itawuran.
Lalu, disimpulkan bahwa penembakan tidak dalam pembelaan diri (self-defense), tidak sedang menjalankan tugas, dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendarai oleh tiga korban tersebut. Dengan begitu, Robig tidak dalam menjalankan perintah undang-undang.
“Komnas HAM merekomendasikan penegakan hukum secara adil, tranparan, dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada oknum RZ,” tutur Uli.
Polri, kata Uli, juga harus evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assesment psikologi secara berkala. Selain itu, memberikan evaluasi pemahaman dan atau pengetahuan anggota polisi di lingkup Polda Jawa Tengah mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, khususnya untuk polisi tingkat Bintara.
Ditegaskan Uli, Polri wajib melakukan penegakan hukum terhadap kasus tawuran secara humanis. Selain itu, harus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga negara lain di tingkat provinsi untuk mengatasi permasalahan tawuran di wilayah hukum Polda Jawa Tengah
“Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban direkomendasikan juga untuk memberikan perlindungan saksi dan korban, termasuk pemulihan bagi keluarga korban atas peristiwa tersebut,” ucap dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang