Menuju konten utama

Di Balik Pernyataan Prabowo Samakan Investasi Saham dengan Judi

Pernyataan Prabowo yang samakan investasi saham dengan judi disayangkan sejumlah pihak. Apakah Prabowo antipati terhadap pasar saham?

Di Balik Pernyataan Prabowo Samakan Investasi Saham dengan Judi
Presiden RI Prabowo Subianto menyapa sejumlah warga saat akan tiba di Kampus Universitas Muhammadiyah Kupang, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (4/12/2024). ANTARA FOTO/HO/BPMI-Kris/app/YU

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto sembari bercanda menyebut investasi saham bagi masyarakat kelas menengah ke bawah sama halnya dengan berjudi. Menurutnya, hanya orang kaya atau para bandar lah yang dapat memperoleh untung besar dari saham.

“Saya kasih tahu, main-main saham itu kalau orang kecil pasti kalah. Untuk orang kecil, [saham] sama kayak judi, yang menang yang bandar, yang besar, yang kuat," ucap Prabowo saat memberikan sambutan di acara Tanwir dan Milad Muhammadiyah di Kupang, NTT, Rabu (4/12/2024).

“Ini Pak Trenggono itu mantuk-mantuk. Jangan-jangan Pak Trenggono ini punya algoritma. Ada ahli matematika yang saking pintarnya dia berani ke kasino, berhitung main roulette pakai algoritma itu," kelakar Prabowo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, yang juga hadir dalam acara tersebut.

Tidak hanya itu, ia kembali menyebut harus memahami “algoritma khusus” agar tidak stres dan bisa hidup tenang saat bermain saham. “Harga sahamnya turun sekian, wah panik. Hitung lagi. Aduh, hidup stres, aku nggak mau lah,” tutur Prabowo berkelakar.

Candaan tersebut bukan sekadar untuk mencairkan suasana. Tapi seolah menjadi alasan dirinya tidak mau berinvestasi pada instrumen saham. “Saya jawab ke mereka, itu kasih tahu, ya, saya tidak punya saham, dan rakyat di desa-desa tidak punya saham,” ucapnya kemudian.

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffry Hendrik menyatakan sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo. Menurutnya, investasi saham yang dilakukan tanpa pemahaman dan pertimbangan fundamental yang baik memang terkesan seperti judi. Apalagi, jika investasi saham hanya dilakukan berdasar rekomendasi dari para pemengaruh di media sosial (influencer).

“Kami sangat sepakat dengan pesan yang disampaikan oleh Pak Prabowo. Hal yang sama juga selalu kami sampaikan bahwa investor harus selalu mengambil keputusan secara rasional dengan memperhatikan fundamental perusahaan," ujar dia kepada awak media, Rabu (4/12/2204).

Beruntung, kinerja IHSG tak tersengat pernyataan orang nomor 1 di Indonesia itu. Berdasar data BEI, pada penutupan perdagangan Rabu (4/12/2024) indeks komposit melonjak 1,82 persen atau 130,75 poin ke level 7.326,76. Secara rinci, sebanyak 379 saham bertengger di zona hijau, 210 saham turun ke zona merah dan 205 saham lainnya stagnan. Sementara itu, kapitalisasi pasar tercatat senilai Rp12.421,22 triliun, dengan volume saham yang diperdagangkan sebesar 22,45 miliar lembar dan nilai transaksi mencapai Rp11,15 triliun.

Namun, pada pembukaan perdagangan Kamis (5/12/2024) pagi, IHSG melemah ke level 7.303,45 pada pukul 09.12 WIB. Mengutip RTI, 197 saham tercatat berada di zona hijau, sedangkan 187 saham bertahan di zona merah dan 203 saham stagnan. Adapun perdagangan saham yang tercatat mencapai 1,47 miliar unit dengan nilai transaksi mencapai Rp1,03 triliun.

Pada sesi I siang di hari Kamis (5/12/2024), IHSG masih melanjutkan relinya di zona merah, dengan ditutup turun 32,80 poin atau 0,45 persen ke level 7.293,96. Masih dari RTI, 268 saham tercatat naik, 274 saham turun dan 235 saham stagnan. Adapun frekuensi saham yang diperdagangkan tercatat sebanyak 731.048 kali, dengan volume 8,48 miliar saham dan nilai transaksi mencapai Rp5,06 triliun.

Ilustrasi IHSG

Pekerja melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

Anjloknya harga saham pada pembukaan perdagangan Kamis dan penutupan sesi I siang tadi, kata Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada, merupakan imbas dari profit taking atau aksi ambil untung pasca hijaunya pasar saham nasional dalam dua hari belakangan.

“Serta imbas pergerakan bursa saham Asia yang berbalik melemah setelah merespons kondisi politik di Korea Selatan (status darurat militer dan pembatalan status tersebut tidak lama setelahnya),” tulisnya menjawab pertanyaan tirto.id melalui aplikasi pesan, Kamis (5/12/2024).

Terlepas dari itu, Reza menyayangkan pernyataan Prabowo selaku Presiden Republik Indonesia yang terkesan antipati terhadap pasar modal dan menganggap investasi saham seperti judi. Jika masalahnya adalah adanya bandar di pasar modal yang membuat investor kecil tak bisa mendulang untung, Prabowo sebagai presiden seharusnya menginstruksikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun BEI sebagai SRO (Self Regulatory Organization) untuk mewujudkan pasar modal nasional sebagai tempat berinvestasi yang aman dan nyaman.

“Kan slogannya, ‘Pasar yang Teratur, Wajar, dan Efisien’. Itu dulu lah diwujudkan, sehingga pasar modal bisa terbebas dari stigma judi,” ujarnya.

Untuk mewujudkan pasar modal sesuai slogan tersebut, Prabowo dapat mewajibkan OJK dan BEI untuk menindak masalah hukum yang terjadi di pasar saham. Sebagai contoh, saat ada oknum yang memanfaatkan fasilitas transaksi anggota bursa yang mengakibatkan kerugian pada anggota bursa lainnya, regulator dan SRO seharusnya bisa gerak cepat menindak dan memberi sanksi berat pada oknum tersebut.

Sayang, yang terjadi justru sebaliknya. Saat kejahatan macam ini terjadi, OJK dan BEI butuh waktu lama mengungkap oknum-oknum yang terlibat dengan alasan butuh waktu dalam melakukan pemeriksaan ini dan itu. Rentang waktu pemeriksaan ini dinilai cukup bagi oknum pelaku kejahatan untuk mencari celah agar terbebas dari tuduhan.

“Harusnya kan dilacak oknum tersebut, bukan malah anggota bursanya yang diudak-udak dengan pemeriksaan ini-itu. Yang ada malah oknum tersebut cari celah untuk bobol di anggota bursa lainnya, sehingga penyelesaian kasus ini menjadi sangat lama,” papar Reza.

Selain itu, alih-alih berpihak kepada konsumen di pasar modal–masyarakat umum, perusahaan, lembaga atau pemerintah yang membeli saham dari perusahaan terbuka–baik OJK maupun BEI masih sangat berpihak pada investor. Ini jelas menyalahi prinsip dalam Undang-Undang P2SK atau Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang mengamanatkan OJK untuk memperkuat perlindungan konsumen, literasi, dan inklusi di pasar modal.

“Kan kita punya OJK dan SRO yang harusnya memiliki peran besar dalam memajukan pasar modal, melindungi tidak hanya pemodal yang memang mau bertransaksi dengan benar sesuai regulasi yang ada. Namun juga sebagai pelindung bagi para anggota bursa dalam mewadahi/memfasilitasi transaksi dari para nasabahnya,” ucap Reza.

Praktisi pasar modal Komunitas Trader Saham RencanaTrading, Satrio Utomo, menjadikan Benny Tjokro (Bentjok) yang merupakan tersangka dari kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) sebagai contoh. Meski telah terbukti merupakan bandar manipulasi yang membuat transaksi seolah-olah bergerak wajar layaknya transaksi saham pada umumnya, baik OJK maupun BEI tak menjatuhi hukuman berat atas kesalahan pemilik PT Hanson Internasional itu.

Pada praktiknya, pidana penjara seumur hidup yang menjerat Bentjok bukan karena Undang-Undang (UU) Pasar Modal, melainkan didasarkan pada UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pencucian Uang. Kemudian, ada pula kasus perdagangan semu atau manipulasi pasar di saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) milik Prajogo Pangestu di mana ada perbedaan pandangan antara OJK dengan FTSE Russell yang memutuskan mengeluarkan saham BREN dari FTSE Global Equity Index karena empat pemegang sahamnya menguasai 95 persen saham bisa menjadi tanda bahwa OJK masih enggan beroperasi sesuai dengan pemahaman yang umum secara internasional.

“OJK masih pro penggorengan saham. Ya, jangan kecewa kalau presidennya lalu bilang: saham itu judi bagi investor retail,” ujar Satrio kepada Tirto, Kamis (5/12/2024).

Hal ini jelas sangat disayangkan, karena sejak 2015 jumlah investor ritel di pasar modal meningkat tajam. Dari data OJK, pada tahun 2015 baru ada 400 ribu investor ritel domestik yang tercatat di pasar saham. Saat ini, berdasar catatan BEI, jumlah investor pasar modal mencapai 14,5 juta investor, dengan 6,2 juta di antaranya adalah investor saham. Sepanjang tahun, jumlah investor di pasar modal tercatat bertambah hingga 2,4 juta investor dan 1 juta investor di pasar saham.

Diakui Satrio, dibanding memihak konsumen, memang akan lebih menguntungkan bagi regulator dan SRO untuk berada di sisi bandar.

“Ritel kan gak ada kickback-nya. Bandar jelas komisi besar, ada peluang jadi komisaris, atau dibayarin karier politik,” ucapnya.

Sementara itu, pernyataan Prabowo kemarin juga membuktikan bahwa mantan Menteri Pertahanan tersebut punya trauma besar atas kasus pasar modal yang pernah terjadi di negeri ini, salah satunya adalah kasus PT Kiani Kertas atau yang juga dikenali dengan nama PT Kertas Nusantara pada medio 2005 silam. Mengutip laman The Gecko Project, Prabowo dikabarkan mulai mengakuisisi kepemilikan Kiani yang sebelumnya merupakan pabrik bubur kertas milik taipan Mohammad ‘Bob’ Hasan yang didakwa korupsi usai menggelapkan triliunan uang negara. Mantan jenderal itu pun membeli Kiani dengan dana pinjaman dari Bank Mandiri senilai Rp1,8 triliun.

Namun, hanya dalam waktu satu tahun, direksi Kiani mengajukan restrukturisasi utang perusahaan. Untuk menghindari kerugian negara, Bank Mandiri lantas mengajukan lelang kepada Sampoerna dengan harga hanya sebesar pokok utang tanpa bunga. Setelah melalui proses panjang, Kredit macet Kiani berhasil diselesaikan pada 26 Desember 2007 dan dihapus dari catatan Bank Mandiri.

“Sedangkan Kiani adalah penguasa pasar modal saat ini,” tambah Satrio.

Pernyataan Prabowo soal saham juga dinilai dapat menjadi indikasi bahwa untuk 5 atau bahkan 10 tahun ke depan, Indonesia bakal punya presiden yang ‘kurang berminat’ terhadap pasar modal. Padahal, sebagai presiden, Prabowo tak bisa menafikan pentingnya pasar modal bagi pembangunan Indonesia.

“Prabowo nggak boleh lupa, dia butuh pasar modal. Gimana mau jual surat utang kalau nggak ada pasar modal?” ucap Satrio mempertanyakan sikap Prabowo terhadap pasar modal.

Padahal, selama ini banyak pembangunan proyek infrastruktur yang didanai oleh penerbitan surat utang atau obligasi, maupun Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, tidak sedikit pula perusahaan yang mencari modal tambahan dari penerbitan obligasi korporasi.

Selain pernyataannya yang terkesan antipati terhadap pasar saham, Prabowo juga cenderung merilis kebijakan ‘anti-market’ seperti Program MBG maupun aksesi Indonesia menjadi bagian dari BRICS–organisasi antarpemerintah yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Soal MBG, sudah jelas bukan merupakan program yang disukai market lantaran butuh modal besar. Sedangkan BRICS, ditentang pasar karena risiko di balik rencana penerbitan mata uang BRICS yang berpotensi membuat Amerika Serikat (AS) dan negara-negara yang menjadi investor terbesar saham domestik murka.

“Apakah ini berarti 'Prabowo sedang berperang dengan market'? Aku tanya deh, itu pembeli terbesar surat utang Indonesia masih Singapura kan? Atau sudah China?” ujar Satrio.

Tak dipungkiri, untuk masuk pasar modal, investor butuh ilmu mendalam yang bisa diberikan dari pelatihan-pelatihan resmi, baik yang bisa didapat dari kelas berbayar maupun pelatihan gratis seperti yang selama ini diselenggarakan OJK dan BEI. Namun, untuk meningkatkan edukasi, presiden dapat meminta OJK dan BEI agar meningkatkan komitmen mereka dalam mendorong pertumbuhan investor ritel di Tanah Air.

Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Prabowo berpotensi membuat upaya OJK dan BEI untuk memasyarakatkan pasar saham terancam.

“Kok sepertinya... Prabowo masih berpikir kita itu 1998, 1990-an. Padahal 30 tahun terakhir kan sudah banyak kemajuan, sudah 10-20 kali lipat dari jumlah awal, bahkan mungkin sudah 30 kali lipat sekarang. Pasar modal itu kan selalu butuh 'kayu bakar' yang baru, selalu butuh fresh money (dari investor baru),” tandas Satrio.

Sementara itu, saat dihubungi kembali, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffry Hendrik, ogah berkomentar lebih lanjut soal pernyataan Prabowo itu. Namun, dia memastikan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk menumbuhkan minat masyarakat dalam berinvestasi saham. Selain itu, edukasi dan sosialisasi pasar modal kepada anak muda dan masyarakat agar masyarakat bisa ikut menikmati potensi pertumbuhan pasar modal Indonesia yang terus tumbuh.

“BEI bekerja sama dengan lebih dari 900 Perguruan Tinggi di Indonesia melalui Galeri Investasi. Kampanye ‘Aku Investor Saham’ memberikan kebanggan kepada anak muda dan menyampaikan pesan inklusif kalau setiap orang bisa jadi investor,” tukas Jeffry.

Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, Tirto belum berhasil mendapatkan pernyataan apapun dari OJK terkait pernyataan Prabowo.

Baca juga artikel terkait PRABOWO SUBIANTO atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Rina Nurjanah