tirto.id - Mabes Polri menyatakan pelaku penembakan Dedi (25), mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Jember berinisial BM (24) belum dipecat dari kesatuan Brimob Polda Jatim. Sampai saat ini kepolisian masih memeriksa yang bersangkutan secara intensif. Kepolisian pun masih mengevaluasi penggunaan senjata di seluruh satuan kepolisian.
Terkait dengan itu, peneliti ISESS Bidang Kepolisian Bambang Rukminto menilai tindakan yang dilakukan anggota Brimob Jawa Timur sebagai bentuk arogansi kepolisian semata. Bambang mempertanyakan alasan polisi membawa senjata di luar jam dinas. Menurutnya, tindakan membawa senjata di luar jam dinas merupakan bentuk kelemahan polisi dalam penanganan senjata.
“Tentang penggunaan senjata, memang ada aturannya. Dalam kapasitas dan tugas apa anggota tersebut membawa senjata?" kata Bambang saat dihubungi Tirto, Selasa (14/3/2017).
"Tidak ketatnya disiplin penggunaan senjata tersebut dimanfaatkan juga untuk pengawalan dan pengamanan private. Ini yang juga mengakibatkan arogansi anggota yang diberi izin membawa senjata," lanjut Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, penggunaan senjata polisi telah diatur dalam Perkapolri nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan senjata. Kepolisian baru bisa menggunakan senjata api apabila sesuai kapasitas dan tugas yang bersangkutan.
Sementara penelusuran Tirto, penggunaan senjata api oleh polisi hanya boleh dilakukan sesuai dengan Pasal 8 ayat Perkapolri 1/2009 yakni tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat; anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut; atau anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat. Selain itu, penggunaan senjata harus mendapat persetujuan dari atasan.
"Kalau izin bawa senjata api itu perlu dikonfirmasi kepada komandannya. Kenapa diizinkan seorang anggota Brimob membawa senjata," kata Bambang.
"Apakah memang dia melaksanakan tugas? Tugas apa? Kalaupun melaksanakan tugas, berarti kesalahannya ada pada SOP penggunaan senjata api," lanjut Bambang.
Menurut Bambang, polisi harus segera menghapus sikap arogansi aparat. Perwira Polri harus selalu ingat tribrata dan catur prasetya, sebagai pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat. Bahkan di zaman mantan Kapolri Sutarman, dulu pernah digulirkan polisi sebagai penolong masyarakat.
Ia berharap kejadian ini bisa membuat kepolisian mengevaluasi masalah penggunaan senjata. Pria berkacamata ini pun ingin polisi di bawah kepemimpinan Kapolri Tito Karnavian bisa menerapkan kembali jargon PromoTer (profesional, modern, dan terpercaya). Jargon yang dielu-elukan saat mantan Kapolda Papua itu masih perlu diimplementasikan secara menyeluruh ke seluruh perwira polri.
Menanggapi hal tersebut, Kadiv Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar mengatakan kepolisian berkomitmen untuk menindaktegas oknum polisi berinisial BM itu. Mereka mengaku telah memroses penyidikan kasus yang menewaskan mahasiswa bernama Dedi itu. Ia tidak memungkiri oknum BM juga akan mendapat sanksi berat di sidang komite etik.
"Dapat dipastikan yang bersangkutan itu akan melalui sidang komite etik. Sepertinya akan menerima pemberhentian tidak hormat. Diliat perkaranya sangat dimungkinkan. Karena terkait pidana yang cukup berat," kata Boy di Hotel Borobudur, Pejambon, Jakarta, Selasa (14/3).
Boy pun memastikan kepolisian akan mengevaluasi masalah penggunaan senjata. ia pun memastikan kepolisian akan menindaklanjuti oknum polisi yang memakai senjata tidak sesuai ketentuan.
"Apabila tidak benar menggunakan senjata itu, maka akan diproses hukum, apalagi berdampak kepada nyawa orang lain secara tidak bertanggung jawab," kata Boy.
Mantan Kapolda Banten itu menuturkan, kepolisian memberikan senjata berdasarkan mekanisme pemberian senjata. ia menerangkan, seorang polisi diberikan senjata apabila sudah melewati tes psikologis, tes menembak, hingga kompetensi menembak.
Sementara itu, terkait proses penindakan pada tersangka BM, Kabagpenum Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan kepolisian belum memecat BM. Ia menerangkan, BM baru bisa dipecat apabila sudah selesai sidang etik.
"Itu kan prosesnya melalui sidang kode etik kode etik. Itu nanti melihat apakah hasil persidangan nya kalau satu hari saja dijatuhi hukuman itu sudah bisa dikenakan pemecatan," ujar Martinus saat ditemui di hotel Borobudur pejambon Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Martinus mengaku polisi boleh membawa senjata apabila masih berada di dalam wilayah dinas walaupun mengenakan pakaian bebas. Ia mengatakan polisi berpangkat tertentu boleh membawa senjata api walaupun tidak bertugas.
"Setiap personel bisa kalau saya waktu pangkat Kapolres, Bripda gak boleh, Briptu boleh," tutur Martinus.
Mantan Kabid Humas Polda Jabar itu mengatakan, dalam kasus Briptu BM, penggunaan senjata yang tidak tepat hingga akhirnya menyebabkan korban meninggal dunia harus mendapat proses hukum. Briptu BM bisa dikenakan hukum pidana akibat penggunaan senjata dalam bentuk tindak melawan hukum. Ia mengklaim proses penanganan etik dan hukum tidak akan berlangsung lama.
Saat ini, kepolisian terus melakukan evaluasi usai terjadinya penembakan. Martinus menuturkan, kepolisian kini melakukan pemeriksaan psikologis secara intensif agar tidak terjadi penggunaan senjata tidak tepat. selain itu, kepolisian meminta maaf kepada publik terkait penembakan tersebut. Di saat yang sama, Martinus menegaskan bahwa permasalahan Briptu BM akibat kesalahan pidana semata.
"Kesalahan administrasi tidak ada, kesalahan pidana dia yang kena. ada di aturannya," kata Martinus.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto