tirto.id - Nelty Khairiyah meminta maaf. Ia mengaku tak mendoktrin anak muridnya untuk membenci Joko Widodo, calon Presiden yang akan bertarung pada Pilpres 2019. Nelty jadi bulan-bulanan karena dikabarkan mendoktrin muridnya saat mengajar mata pelajaran agama Islam di SMAN 87 Jakarta.
Dugaan doktrin ini membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta turun tangan. Lembaga yang bertugas mengawasi hal-hal berkaitan dengan pelaksanaan pemilu ini sudah menginvestigasi kasus Nelty.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri mengatakan pengusutan itu untuk mencari tahu apakah ada unsur pidana pemilu dari pernyataan Nelty.
“Ini belum jelas, mana kalimat yang memojokkan Pak Jokowi. Maka kami mendalami kasus ini,” ujar Jufri ketika dihubungi Tirto, Jumat (12/10/2018) kemarin.
Sejauh ini, Bawaslu sudah mendatangi sekolah tempat Nelty mengajar dan meminta keterangan dari Nelty dan Kepala Sekolah SMAN 87 Jakarta, Patra Patriah. Saat diklarifikasi, kata Jufri, Nelty menampik tudingan mendoktrin.
Kasus dugaan doktrin ini bermula saat Patra Patriah mendapatkan pesan singkat dari nomor tak dikenal. Isinya mengadukan Nelty mendoktrin anak muridnya. Saat dihubungi ulang oleh Patra, nomor tak dikenal itu tak aktif.
Saat ini, Jufri mengklaim, Bawaslu telah mengetahui alamat si pemilik nomor asing itu. Sang pemilik nomor nantinya dimintai keterangan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Permintaan keterangan juga akan dilakukan untuk Nelty dan Patra pada Senin atau Selasa pekan depan.
Namun, Bawaslu belum mengetahui siswa yang diduga terintimidasi dari pernyataan Nelty.
“Kami sebenarnya mengharapkan orang yang memberikan informasi itu melaporkan kepada Bawaslu agar jelas mana yang kalimat yang dianggap memojokkan presiden,” terang Jufri.
Jufri berharap tak ada lagi pihak yang menjelek-jelekkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. “Jika ditemukan indikasi intimidasi kepada pemilih, maka itu bentuk pelanggaran pemilu,” ucap dia.
Meski belum diketahui benar tidaknya Nelty melanggar, pengamat Pendidikan Darmaningtyas menyarankan Nelty dipindahtugaskan. “Jadikan saja dia sebagai penjaga perpustakaan,” kata Darmaningtyas kepada Tirto.
Saran itu disampaikan Darma lantaran ia berpandangan “seorang guru itu harus mencerahkan murid, bukan melakukan politik praktis.” Sedangkan doktrin yang diduga dilakukan Nelty, kata Darma, mirip politikus.
Sebagai guru, Darma berpandangan, Nelty seharusnya mengajarkan nilai toleransi, keharmonisan, solidaritas, dan memberikan pencerahan kepada muridnya.
“[Jadi] Biarkan murid memutuskan pilihannya berdasarkan pencerahan yang diberikan seorang guru,” jelas dia.
Kepala SMAN 87 Jakarta Patra Patriah berkata, Nelty sedang dinonaktifkan lantaran harus menjalani penyelidikan yang dilakukan Bawaslu dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Saat ini, kondisi fisik dan psikis Nelty juga tak memungkinkan dirinya untuk mengajar.
“Ia seolah linglung untuk menjawab pertanyaan,” kata Patra.
Jika nantinya terbukti mendoktrin murid, Patra berujar, Nelty akan mendapat sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi yang akan diterima, akan diberikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto belum memberikan keterangan soal sanksi apa yang akan diberikan jika Nelty melanggar. Ia tidak merespons telepon maupun pesan singkat yang dilayangkan Tirto.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad mengatakan kasus itu sudah ditangani Dinas Pendidikan DKI Jakarta. “Pemerintah DKI sudah melakukan langkah-langkah menangani guru tersebut,” jawab dia singkat.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Mufti Sholih